Pelaku Bom Marriott Tak Pernah Mendapat Perintah Ba'asyir
Reporter
Editor
Kamis, 2 Desember 2004 18:07 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Saksi Ismail alias M. Ikhwan mengaku tidak pernah mendapatkan perintah mengebom Hotel JW Marriott dari Ustad Abu Bakar Ba'asyir. Ismail menjadi saksi keempat pada sidang perkara Ba'asyir di Auditorium Departemen Pertanian, Kamis (2/12). Ismail yang merupakan alumni Pesantren Lukmanulhakim, Johor, Malaysia, ini mengaku hanya pernah bertemu Ba'asyir sebentar di pesantrennya Ngruki pada 1995. Ketika itu Ba'asyir diundang untuk mengisi ceramah tentang pendidikan pada acara wisuda santri. Setelah lulus dari Lukmanulhakim, pada 2001 Ismail kembali ke Indonesia. Sejak itu Ismail mengaku tidak pernah bertemu dengan Ba'asyir. Dia juga juga mengatakan ketidaktahuannya tentang gerakan Jamaah Islamiyah. Dia mendengar istilah itu dari orang lain setelah kasus meledaknya bom di Bali. Yang dia akui, setelah berhenti bekerja di Bukittinggi pada 2003 sering berkirim surat melalui email ke Nurdin M Top, gurunya di Pesantren Lukmanulhakim. Isi surat yang dikirim yaitu mencari pekerjaan. Dari situlah, dia diajak oleh Nurdin untuk melancarkan aksi pengeboman Hotel JW Marriott. Ismail bertemu Nurdin pertama kali sebelum perencanaan bom di Lampung. Oleh Nurdin, dia pernah diperintahkan untuk mengambil uang dari seseorang yang bernama Mamat di Dumai. Ismail mengaku tidak kenal orang itu, namun dari logat bicaranya, kata Ismail, orang tersebut dari Malaysia atau Singapura. Uang yang diterima untuk dana pengeboman itu dalam bentuk dolar Australia.Peran Ismail dalam pengeboman sebagai orang yang diperintah-perintah. Ia pernah diperintahkan untuk mencarikan kontrakan rumah dan survei ke lokasi peledakan. Menurutnya, yang berhak memutuskan dalam aksi pengeboman ini adalah Nurdin dan Dr. Azahari. Ismail mengakui, Nurdin pernah menyampaikan pesan Osama bin Laden kepadanya. Pesan lisan tersebut berisi tentang anjuran untuk memerangi Amerika. "Membela umat Islam yang telah dizalimi," kata Ismail menjelaskan latar belakang pengeboman. Selama tinggal bersama Nurdin dan Azahari, Ismail tidak pernah mendengar mereka menyebut-nyebut Jemaah Islamiyah dan Ba'asyir. Bahkan, Ismail malah mengaku mendengar Ba'asyir sendiri mengecam pengeboman tersebut dari penjara. Selain tidak pernah bertemu dengan Ba'asyir di Indonesia, Ismail mengaku juga tidak pernah berkirim surat, telepon, ataupun email dengan Ba'asyir. "Pernah terilhami untuk melakukan pengeboman dari Ba'asyir?," tanya Ahmad Michdan, Penasehat Hukum Ba'asyir. "Tidak," tegas Ismail. Khairunnisa-Tempo News Room