Menteri Perdagangan Gita Wirjawan pembagian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kepada warga di kantor Pos Indonesia, Grogol, Jakarta, (22/6). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Depok - Lembaga peneliti Prapancha Research mengungkapkan, bantuan langsung sosial masyarakat (BLSM) yang didistribusikan kepada masyarakat miskin sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi diduga kuat lebih bermuatan politis. Momentum pembagian BLSM menjadi 'kuda tunggang' baru untuk menggiring para pemilih pada Pemilihan Umum 2014.
Direktur Eksekutif Prapancha Research, Geger Riyanto mengatakan, riset mereka terhadap isu BLSM di media sosial twitter menunjukan adanya lima tokoh yang ikut memanfaatkan BLSM sebagai 'kuda tunggangan.' Mereka menaikan popularitas mereka pada Pemilu 2014. Kelima tokoh itu adalah Dahlan Iskan, Tifatul Sembiring, Hatta Rajasa, Gita Wirjawan dan Suswono.
"BLSM akhirnya hanya menguntungkan pemerintah dan dijadikan panggung aksi pencitraan para aktor politik," kata Geger di Media Center Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis.
Geger mengatakan terdapat pergeseran isu kenaikan BBM setelah pemgumuman. Yaitu, pemberitaan banyak diisi olej aksi panggung pencitraan oleh para aktor politik terkait BLSM. Selama BLSM disalurkan terdapat 402.753 pembicaraan tentang penyaluran BBM dan BLSM. Dalam perbincangan dimedia sosial twetter Dahlan Iskan menempati posisi tertinggi yaitu sebanyak 22.112. Sedangkan Tifatul 2.838, Hatta sebanyak 9.716, Gita sejumlah 6.865, dan Suswono sebanyak 5.316.
Dari sejumlah pembicaraan tersebut, Dahlan dan Tifatul paling berpengaruh saat membicarakan tentang BLSM yakni masing-masing mempengaruhi 10 persen terhadap pembicaraan secara keselurhan. Hatta sebagai menteri kepercayaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya berpengaruh 5 persen terhadap publik twitter. Sedangkan kicauan Gita yang digadang-gadang menjadi calon presiden asal Partai Demokrat sama nasibnya dengan Suswono."Mereka ternyata tak terlalu mendapat perhatian publik saat membicarakan isu itu," kata Geger.
Pengamat komunikasi politik UI, Devie Rahmawati Devie mengatakan masyarakat twetter ini sudah menjadi negara dalam negara. "Kicauan twetter lebih berpengaruh dari aksi demonstrasi," katanya. Karena itu, banyak orang yang hendak maju pada 2014 nanti mengambil kesempatan. "Semua pihak saling mengambil keuntungan."
Menurut Devie, penyaluran BLSM ini merupakan publikasi gratis yang dibayar oleh negara. "Ini artinya penyuapan dalam tanda kutip," katanya. Seharusnya, kata Devie, negara memiliki agenda rutin dalam penyaluran bantuan oleh negara, bukan agenda tentatif yang bersifat kepemimpinan satu orang. "Supaya tak dipolitisasi."