Mahasiswa Malang Tuntut Jabatan Panglima TNI Dihapus
Reporter
Editor
Kamis, 30 September 2004 17:04 WIB
TEMPO Interaktif, Malang: Aliansi 10 organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Barisan Rakyat Anti Militerisme (BRAM) Kota Malang menuntut agar jabatan Panglima TNI dan Menkopolkam dihapus karena dua jabatan ini seringkali overlapping (tumpangtindih) dengan jabatan Menteri Pertahanan. Dengan formasi seperti ini supremasi sipil akan tegak dan tentara menjadi profesional. "Jabatan tertinggi kemiliteran hanya ada KSAD, KSAU, KSAL yang semuanya berada di bawah Menteri Pertahanan yang dijabat oleh kalangan sipil. Sedangkan jabatan Kapolri ada di bawah Menteri Dalam Negeri," kata juru bicara BRAM, Tino F. Rahardian saat melakukan aksi di depan Gedung DPRD Kota Malang, Kamis (30/9).Aksi yang juga menolak pengesahan RUU TNI ini, diikuti lebih dari 100 orang, dimulai dari Jl. Kawi menuju Gedung DPRD Kota Malang. Di depan gedung DPRD, para pengunjuk rasa melakukan orasi dan pembakaran keranda yang menggambarkan militerisme. Kepada para anggota Dewan, para pengunjuk rasa memaksa untuk mengirimkan tuntutan aksi mereka ke DPR melalui faksimili.BRAM memandang materi dalam RUU TNI telah mengingkari dirinya sendiri untuk melakukan reposisi peran TNI, masih berbau Orde Baru dan tidak sesuai dengan semangat reformasi dan nilai demokrasi. Jika RUU TNI disahkan, kata Tino, bahaya militerisme akan semakin serius mengancam ruang demokrasi. "Militerisme bukan hanya sekadar isapan jempol atau isu yang dibuat untuk mendeskreditkan capres militer dalam Pemilu Presiden," kata dia.Selain menolak pengesahan RUU TNI, BRAM juga menuntut pembubaran struktur teritorial TNI mulai dari Kodam, Korem, Kodim hingga Koramil. Selama ini, struktur teritorial justru menjalankan fungsi intelijen yang memata-matai rakyat, menjadi pelindung kepentingan modal yang eksploitatif dan menjadi alat represif negara. BRAM juga menuntut agar Kementerian Polkam dan Jabatan Panglima TNI dihapuskan, sedangkan jabatan tertinggi kemiliteran berada di bawah kementerian sipil. "KSAD, KSAL, KSAU ada di bawah Menteri Pertahanan dan Kapolri di bawah Menteri Dalam Negeri," kata Tino. Bibin Bintariadi - Tempo
Andreas Pareira, anggota komisi I DPR RI, mengatakan bahwa RUU Peradilan Militer disusun untuk mendukung reformasi TNI. "Sebaiknya prajurit TNI tidak meminta hal yang berlebihan," ujarnya.
Panitia khusus DPR untuk Rancangan Undang-undang (RUU) Peradilan Militer meminta masukan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Pansus, meminta draft RUU tandingan yang terinci pasal per pasal.
Di masa transisi seperti sekarang, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Ermaya Suryadinata memandang TNI belum bisa ditempatkan dibawah Dephan.