TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR Rabu (29/9) dinihari, dianggap tidak lebih sebagai sogokan politik pemerintah kepada institusi TNI, pasca mundurnya Fraksi TNI/Polri dari DPR/MPR RI. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Senjata Kartini (Sekar), Nur Aini, dalam konferensi pers yang berlangsung hari ini, Rabu (29/9) di kantor Kontras, Jakarta.Nur Aini yang didampingi Raihana Diani dari Organisasi Perempuan Aceh untuk Demokrasi, mengaku tidak menolak keberadaan undang-undang untuk mengontrol TNI. Namun yang dipermasalahkan, mekanisme dan substansi undang-undang TNI masih memberi ruang kepada TNI untuk terlibat serta melegitimasi mereka dalam berpolitik. Secara mekanisme, pengesahan UU TNI dianggap merugikan, karena tidak melibatkan publik di dalamnya. "Penggodokannya (proses pembahasan) hanya dua bulan, tanpa sosialisasi sehingga menimbulkan pertanyaan," ujar Nur Aini. Jelas, lanjutnya, ada proses konsultasi atau diskusi publik yang terpotong selama pembahasan UU TNI. Dari segi substansi, kata Nur Aini, secara sekilas isi UU TNI bagus. Tetapi, ada spirit yang disembunyikan, yaitu upaya melegitimasi keterlibatan TNI dalam berpolitik. "TNI tidak rela keluar dari DPR/MPR sehingga harus ada hal yang melegitimasi mereka," kata Nur Aini menunjuk pada UU TNI. "Tentu ini (dengan disahkannya RUU TNI menjadi UU TNI) kekalahan bagi kita semua," tambahnya.Sunariah - Tempo