TEMPO.CO, Surabaya-Majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya menunda sidang lanjutan dugaan kasus korupsi tukar guling tanah Kodam V/Brawijaya dengan terdakwa Letnan Jenderal (Purnawirawan) Djaja Suparman, Senin, 13 Mei 2013.
Penyebabnya Djaja hadir tanpa didampingi tim pengacaranya dari Bimbingan Hukum Markas Besar TNI serta Lembaga Bantuan Hukum Pancasila. Menurut Djaja, dirinya masih berbeda pendapat dengan majelis hakim soal perwira penyerah perkara (papera) berkas kasusnya ke pengadilan militer.
Kasus Djaja dilimpahkan ke pengadilan militer oleh Kepala Staf Angkatan Darat. Padahal Djaja merasa Panglima TNI yang lebih berwenang menjadi papera karena dirinya menduduki jabatan Inspektur di Inspektorat Jenderal Mabes TNI.
“Penasehat hukum saya sedang mengurus permohonan izin papera ke KSAD. Karena kalau tidak ada izin dari KSAD sidang ini melanggar hukum, sebab saya mengajukan papera kepada Panglima TNI,” kata Djaja.
Ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao akhirnya menunda sidang. Padahal empat orang saksi, yakni tiga dari PT Citra Marga Nusaphala Persada dan satu eks pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jawa Timur sudah hadir.
Menurut Hidayat, agar Djaja tidak bolak-balik Jakarta-Surabaya selama proses sidang, dirinya akan membagi persidangan di Surabaya dan Jakarta. Saksi-saksi yang berasal dari Jakarta, kata Hidayat, akan bersaksi di Pengadilan Militer Tinggi Jakarta.
Adapun saksi-saksi yang berasal dari Surabaya dan sekitarnya akan memberikan kesaksian di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Total ada sekitar 26 saksi yang akan dihadirkan oleh oditur milier. “Agar sidangnya lebih efektif, kami bagi menjadi dua tempat,” kata Hidayat.
Djaja diadili karena dianggap mengkorupsi dana ganti rugi tanah Kodam Brawijaya dari PT CNMP senilai Rp 17,6 miliar ketika dirinya menjadi Pangdam V/ Brawijaya pada 1997 - 1998. Tanah yang berlokasi di Kelurahan Dukuh Menanggal Surabaya tersebut akan dipakai sebagai jalan tol simpang susun Waru-Tanjung Perak.
KUKUH S WIBOWO
Berita terkait
YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui
16 Desember 2017
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Julius Ibrani mengatakan reformasi sektor militer di Indonesia masih belum mencapai targetnya.
Baca SelengkapnyaBunuh Ajudannya, Dandim Lamongan Dipecat dan Dihukum 3 Tahun Penjara
28 Desember 2016
Istri korban, Ida Sepdina, 32 tahun, menyatakan vonis itu terlalu ringan. "Tiga tahun penjara itu terlalu ringan untuk sebuah nyawa."
Baca SelengkapnyaBekas Anak Buah Brigjen Teddy Divonis 6 Tahun Penjara
8 Desember 2016
Letnan Kolonel Rahmat Hermawan bersalah karena terbukti menggelapkan pajak atas nama PT Mahardika senilai Rp 4,8 miliar.
Baca SelengkapnyaPembeli Aset PT PWU Sakit, Penyidikan Jaksa Terhambat
24 Oktober 2016
Santoso, mantan Direktur Utama PT Sempulur Adi Mandiri sekaligus pembeli aset PWU, absen dari panggilan kejaksaan dengan alasan sedang dirawat inap di rumah sakit.
Baca SelengkapnyaKasus Dandim Aniaya Ajudan Hingga Tewas, 3 Tentara Divonis
27 Juni 2016
Dua pelaku lainnya sudah lebih dulu dihukum, sedangkan Letnan Kolonel Ade Rizal Muharam akan disidang di Pengadilan Militer Tinggi Surabaya.
Baca SelengkapnyaSidang Pembunuhan: Ajudan Dandim Dianiaya Lalu Digantung
19 April 2016
Persidangan di Pengadilan Militer III-13 Madiun hari ini
mendengarkan keterangan tiga orang saksi ahli.
Kopassus Penganiaya TNI AU Dipecat
3 Maret 2016
Prajurit Satu Supriyadi dan Prajurit Satu Dedy Irawan menganiaya empat anggota TNI AU dan menyebabkan Sersan Mayor
Zulkifli tewas.
Warga Blitar Tuntut Ganti Rugi Tanah
22 April 2015
Warga tetap bertahan dan turut mengelola karena meyakini
tanah tersebut milik negara.
Bupati Poso Akui Tukar Guling Lahan Warga
18 Desember 2014
"Tidak ada yang dirugikan. Sebab, tanah warga yang ditukargulingkan lebih luas dari milik pemerintah."
Baca SelengkapnyaKasus Tukar Guling, Bupati Poso Didesak Diperiksa
16 Desember 2014
Sejumlah saksi kasus dugaan tukar guling aset Pemerintah Kabupaten Poso mendesak Bupati Poso Piet Inkiriwang diperiksa polisi.
Baca Selengkapnya