Seorang petugas penyidik KPK melakukan penggeledahan pada ruang kerja ketua fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (19/3). Penyidikan ini terkait kasus dugaan korupsi Biaya Arena Menembak PON Riau. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas, yang divonis 5,5 tahun penjara dalam kasus korupsi dana PON Riau, 13 Maret 2013, mengungkapkan aliran dana haram ke sejumlah politikus Senayan bertujuan untuk memuluskan dana tambahan pembangunan venue PON dari APBN. Pemberian “si gondrong”--sebutan untuk uang dolar--dirundingkan dalam beberapa pertemuan. (Baca: Kasus PON Riau Sampai DPR?)
Pertemuan 1 Waktu: Awal Februari 2012 Lokasi: Ruang Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto di Senayan Peserta: Gubernur Riau Rusli Zainal, Lukman Abbas dan angota stafnya, Setya Novanto, Kahar Muzakir, dan sejumlah anggota DPR dari Golkar. Agenda: Rusli meminta tolong agar Fraksi Golkar membantu memuluskan permintaan tambahan dana PON dari APBN senilai Rp 290 miliar. Kemudian, Setya meminta Lukman berhubungan dengan Kahar. Namun, menurut Setya, Rusli dan Lukman datang ke kantornya secara mendadak. “Hanya sepuluh menit, dan tidak membahas soal PON,” katanya
Pertemuan 2 Waktu: Pertengahan Februari 2012 Lokasi: Ruangan Kahar di Gedung DPR Senayan Peserta: Lukman dan Kahar Agenda: Kahar meminta Lukman menyiapkan duit US$ 1,7 juta dalam bentuk “gondrong” (sandi uang dolar Amerika Serikat) untuk dibagikan kepada anggota DPR guna memuluskan dana PON. Dalam permintaan itu, Kahar meminta Lukman segera memberikan setengah dari jumlah itu. Kahar dengan tegas membantah pernyataan Lukman.
Pertemuan 3 Waktu: 24 Februari 2012 Lokasi: Lantai dasar gedung DPR Peserta: Lukman dan stafnya, asisten Kahar Muzakir yang bernama Wihaji alias Acin Agenda: Penyerahan dana US$ 850 ribu (setara Rp 9 miliar) untuk anggota DPR melalui Acin. Kahar menyatakan tidak pernah memiliki anggota staf bernama Acin.