TEMPO.CO, Surabaya-Sosiolog dari Universitas Indonesia, Tamrin Amal Tomagola, mengajak masyarakat untuk menolak politikus busuk yang ingin kembali ke gedung DPR/MPR pada pemilu 2014. Menurut Tamrin, dirinya dan sejumlah akademisi lainnya tengah menyusun daftar para calon legislatif busuk yang mesti diharamkan masuk Senayan.
Kriteria politikus busuk yang tidak layak pilih dalam pemilihan umum mendatang, kata Tamrin, ialah yang pernah korupsi, mementingkan dirinya sendiri, dan sering absen ataupun tidur saat sidang-sidang penting membahas nasib rakyat.
“Saya dan kawan-kawan sedang menyusun daftar hitam politikus busuk itu. Bahannya banyak kami dapatkan dari Google,” ujar Tamrin dalam diskusi publik bertema “Studi Kepemimpinan Nasional, Permasalahan Kepemimpinan Politik Lokal dan Nasional” di Hotel JW Marriot Surabaya, Rabu, 28 November 2012.
Selain Tamrin, diskusi publik yang digelar Institut Kepemimpinan dan Sistem Politik Indonesia itu juga dihadiri pengamat politik Arbi Sanit serta Awad Bahasoan, dan peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro.
Tamrin juga mengkritik para politikus dan pemimpin muda yang lahir dari rahim reformasi. Generasi ini, kata dia, ditandai dengan munculnya politikus Senayan berjas, berdasi, dan wangi. Namun dalam bersidang di gedung DPR, mereka juga nyambi berbisnis. “Lihat saja waktu sidang, kan terus-terusan menerima telepon, apalagi kalau tidak sedang mengatur bisnisnya,” ujar Tamrin.
Sebenarnya, ujar Tamrin, selain rahim reformasi, politikus dan pemimpin Indonesia juga pernah lahir dari tiga rahim lainnya. Yakni, rahim gerakan sebelum kemerdekaan, rahim organisasi di bawah kelompok Cipayung, dan rahim Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Menurutnya, hanya pemimpin dan politikus yang lahir dari rahim gerakan pra 1945 yang tidak materialistis.
KUKUH S WIBOWO
Berita lain:
Ini Curhat Bekas Penyidik KPK tentang Abraham Samad
Surat Pengunduran Diri Penyidik Hendy Puji KPK
Akbar: Duet Mega-Kalla Bisa Ancam Ical
Akbar: Pendukung Jusuf Kalla Telah Gerilya
KPK Diserang Duet Polisi dan DPR
Berita terkait
Pengamat: Tanpa Karakter, Generasi Milenial Jadi Politikus Busuk
27 Februari 2018
Agar tidak menjadi politikus busuk, Siti Zuhro menyarankan kepada generasi milenial untuk memiliki bekal pengetahuan cukup.
Baca SelengkapnyaAh, Rupanya Setya Novanto Pernah Digelari Pria Paling Tampan
14 Desember 2015
Perjuangan hidup Setya Novanto yang berliku dibenarkan Olis Datau, teman dekatnya di Surabaya.
Baca SelengkapnyaIstana Setya Novanto, Tak Cuma Memandang Hujan dari Luar
14 Desember 2015
Rumah itu dibangun sesuai dengan karakter Setya dan istri keduanya, Deisti Astriani Tagor.
Baca SelengkapnyaSetya Novanto dan Istananya yang Megah di Kupang
14 Desember 2015
Bangunan ini didirikan Setya Novanto untuk memenuhi beberapa fungsi sekaligus.
Baca SelengkapnyaKisah Setya Novanto Hobi Diskusi Bareng Istri di Kamar Mandi
14 Desember 2015
Setya Novanto dan Luciana Lily Herliyanti sepakat membangun rumah dan mendesainnya bak hotel, bahkan istana.
Baca SelengkapnyaPolitikus Rangkap Jabatan
5 April 2015
Menurut Puan, posisinya di partai selama ini nonaktif dan ia selalu berfokus pada pekerjaan dan tanggung jawab di eksekutif sebagai menteri (Tempo.co, 1 April).
Baca SelengkapnyaKorupsi dan Politik
14 November 2014
Seorang anggota DPR dari sebuah partai besar memiliki sebidang tanah yang luas di sebuah tempat di Jawa Timur. Dia memang dikenal sebagai seorang pengusaha real estate. Di tengah tanahnya ada sebuah jalan kampung kecil. Sebagai seorang anggota DPR, dia mengusulkan anggaran pembangunan infrastruktur jalan itu atas nama kepentingan publik. Kemudian, anggaran sebesar Rp 120 miliar disetujui panitia anggaran DPR.
Baca SelengkapnyaArtidjo: Semua Koruptor Dicabut Hak Politiknya
19 September 2014
"Tapi, kalau jabatan hanya untuk korupsi biasa dan bukan jabatan poltik, tidak tepat dicabut hak politik."
Baca SelengkapnyaFahri Hamzah dan Kontroversinya
19 Agustus 2014
Setidaknya ada lima persoalan yang membuat nama politikus PKS itu menjadi kontroversi.
Baca SelengkapnyaPuisi dalam Politik Kita
2 Mei 2014
Sebenarnya, sejarah puisi adalah sejarah yang luhur. Ketika teologi, filsafat, sains, atau bahkan agama mengalami kejenuhan dalam menjawab teka-teki dan memberi akan keber-Ada-an manusia, maka peradaban berpaling ke puisi. Puisi menjadi semacam Sang Mesias. Menurut penyair metafisik Inggris, John Keats, puisi adalah satu-satunya yang mampu merangkul manusia dalam keterasingannya. Jadi, tak mengherankan jika mistisisme atau sufisme dalam Islam pada akhirnya berpaling ke puisi. Sebab, hanya melalui puisi, pengalaman transenden (ektase) seorang sufi dapat dibahasakan. Keluhuran puisi pula yang membawa Aristoteles justru menilai bahwa puisi harus berperan menciptakan efek katarsis guna menekan nasfu-nafsu rendah.
Baca Selengkapnya