Presiden Klarifikasi Pernyataannya Soal Monarki Yogya
Kamis, 2 Desember 2010 15:02 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengklarifikasi pernyataan sebelumnya tentang keistimewaan Yogyakarta. Menurut Yudhoyono, ia mengikuti perdebatan kalangan akademisi serta pengamat menyusul pernyataannya dalam sidang kabinet bidang politik hukum dan keamanan pada tanggal 26 November 2010 lalu.
"Setelah saya ikuti, apa yang diramaikan di media massa selama ini baik cetak dan elektronik, ada yang sesuai dengan yang saya sampaikan tapi saya rasa ada juga yang bergeser atau digeser ke sisi lain seolah ada konflik pribadi antara saya dan saudara Sultan," kata Presiden, saat menjelaskan soal ketistimewaan Yogyakarta di Istana Negara Kamis 2 Desember 2010.
Pernyataan Presiden dalam rapat kabinet pekan lalu itu memang langsung memancing reaksi dari berbagai kalangan, baik dari Dewan Perwakilan Rakyat, Sri Sultan Hamengku Buwono X sendiri dan masyarakat Yogyakarta. Pernyataan Yudhoyono kala itu, yang kemudian ramai diberitakan bahwa, "Sistem pemerintahan DIY tidak mungkin monarki", juga memancing reaksi dari masyarakat Yogyakarta untuk menggelar referendum.
Menurut Yudhoyono, pernyataannya saat itu merupakan pengantar rapat kabinet yang kala itu akan membahas sejumlah rancangan undang-udang, termasuk rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Yogyakarta. Pengantar itu, kata Yudhoyono, sebenarnya cukup singkat, karena RUU Keistimewaan DIY itu sendiri kini masih dalam tahap penggodokan sebelum diserahkan pemerintah ke DPR.
Menurut Yudhoyono, kata-katanya saat itu terkait posisi pemerintah yang akan mendasari pembahasan RUU Keistimewaan DIY. Saat itu, ia menyatakan bahwa ada tiga pilar yang menjadi landasan RUU Keistimewaan DIY. Pertama, adalah pilar sistem nasional Negara Kesatuan RI, yang oleh Undang-Undang Dasar telah diatur dengan gamblang.
"Pilar kedua, harus sungguh dipahami keistimewaan Yogyakarta dari bentangan sejarah dan dari aspek-aspek lain yang memang harus kita perlakukan secara khusus sebagaimana diatur dalam UUD kita, yang harus nampak dalam struktur pemerintah (DIY)," kata Yudhoyono. Ketiga, adalah pilar negara hukum dan demokrasi. "Oleh karena itu, nilai-nilai demokrasi atau democratic values, karena tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan dengan konstitusi dan nilai-nilai demorasi," ujarnya.
Setelah menjelaskan soal tiga pilar ini, kata Presiden, ia juga mengatakan keyakinannya untuk bisa mempertemukan satu pranata, dimana ketiga pilar itu bisa dihadirkan. "Baik itu sistem nasional NKRI, keistimewaan Yogyakarta dan implementasi nilai-nilai demokrasi," ujarnya.
Presiden juga meminta para jurnalis untuk menyimak rekaman pernyataannya saat rapat kabinet pekan lalu itu. "Kalau kita simak, saya belum mengatakan apakah Gubernur DIY mesti dipilih atau otomatis ditetapkan, seperti yang diperdebatkan," katanya.
DIMAS