"BPK dipandang perlu untuk mengaudit dana otonomi khusus yang demikian besar," kata Priyo dalam Rapat Pansus Otonomi Khusus di DPR, Rabu (1/12).
Khusus untuk Aceh, lanjutnya, DPR melaui Tim Pemantau Pelaksanaan Otonomi Khusus mendorong pemerintah melanjutkan secara tuntas proses rehabilitasi dan rekonstruksi oleh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) di Aceh. "Kalau perlu ada audit khusus tentang kerja BRR di Aceh," ujar politikus Partai Golkar itu.
Hal yang sama diutarakan anggota Fraksi Partai Amanat Nasional, Dedy Djamaludin Malik. BPK, kata dia, menyatakan pengelolaan keuangan otonomi khusus di Papua selalu disclaimer. "Kenapa penegak hukum tak kunjung turun tangan?" ujarnya.
Menurut Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, penggunaan dana otonomi khusus sudah sesuai dengan aturan. Jumlahnya juga sesuai dengan ketentuan, yakni sebesar 2 persen dari DAU nasional dan berlaku selama 20 tahun.
Laporan keuangannya juga berlaku normatif seperti dalam laporan pertanggung jawaban keuangan. Pemerintah daerah Aceh tiap tahun sudah menyerahkan laporan keuangan penggunaan dana otonomi khusus ke pemerintah pusat. "Pemerintah Aceh tentu programnya bersama kabupaten dan kota. Kami sedang membuat masterplan pengelolaan dana otonomi khusus," ujarnya.
Sementara itu, pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat belum bisa menanggapi pernyataan anggota Pansus, karena kedua gubernur maupun wakilnya tidak dapat hadir dalam rapat tadi sore.
MAHARDIKA SATRIA HADI