Meningkatkan Daya Saing Investasi: Laporan B-Ready Bank Dunia dan Keunggulan OSS Indonesia
Jumat, 1 November 2024 12:40 WIB
INFO NASIONAL – Pada September 2024 lalu, Bank Dunia merilis Business Ready atau B-Ready, sebuah laporan yang mengukur kemudahan berbisnis di sebuah negara yang tentunya terkait dengan penanaman modal. Laporan yang menggantikan Ease of Doing Business (EODB) ini, menjadi perhatian pemerintah demi mendorong arus investasi di Indonesia.
Dendy Apriandi, Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjelaskan B-Ready pada hakikatnya serupa dengan EODB.
“Secara indikator hampir sama, terdiri dari sepuluh topik. Menggambarkan siklus bisnis mulai dari opening sampai dengan operasional dan juga closing. Contoh, saat bicara opening itu ada business entry, business location, dan seterusnya,” tutur Dendy dalam diskusi Ngobrol @Tempo di Gedung Tempo, Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024.
Namun, Dendy melanjutkan, perbedaan pada B-Ready adalah bahwa yang diperhitungkan bukan lagi peringkat, melainkan skor atau nilai. Pada laporan EODB, Indonesia berada di posisi 73 selama dua tahun berturut-turut, yaitu 2019 dan 2020. Sementara itu, dalam B-Ready yang saat ini mencakup 50 negara, Indonesia menduduki peringkat 20 dengan skor 63.
Pengukuran skor ini didasarkan pada tiga pilar. Pertama, kualitas regulasi atau regulatory framework. Kedua, pelayanan masyarakat atau public services, dan ketiga adalah efisiensi. “Kita memiliki keunggulan di regulatory framework dengan nilai tertinggi, 64,” ucap Dendy. Sedangkan dua pilar selanjutnya meraih nilai tak jauh berbeda dengan laporan yang sebelumnya berlaku, EODB.
Hasil laporan B-Ready dari Bank Dunia menjadi penting dalam konteks arus investasi ke Indonesia. Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, penekanan pada upaya mengatrol peringkat dalam EODB selalu menjadi prioritas. Hasilnya, Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, meskipun sempat mengalami kontraksi selama pandemi.
Di era Presiden Prabowo Subianto saat ini, pekerjaan rumah semakin besar lantaran target yang dipancang adalah 8 persen. “Itu tantangannya nggak kaleng-kaleng,” ucap Dendy. Kendati begitu, dengan nilai bagus dalam kualitas regulasi dapat menjadi dasar memacu investasi.
Meningkatnya kualitas regulasi Indonesia terlihat pada pemberlakuan Online Single Submission (OSS) sebagai implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan regulasi turunannya, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021.
“OSS itu business entry, dasar pertama kali ketika investor akan melakukan usahanya di Indonesia. Nah, dari sisi regulasi kita sudah bagus, dari sisi pelayanan publik karena mendorong percepatan,” kata Dendy.
Kemudahan mengurus izin berusaha melalui OSS dapat dilihat dari jumlah sertifikat Nomor Induk Berusaha atau NIB yang kini mencapai lebih dari 10 juta. Digitalisasi, kata Dendy, memang menjadi perhatian Bank Dunia, dan beruntung Indonesia telah menerapkan OSS sejak 2021 dirilis oleh Presiden Joko Widodo. “Sekarang pendaftaran izin berusaha cukup menggunakan smartphone atau laptop. Selama ada kuota internet tentunya disitu bisa melakukan proses pendaftaran,” ucapnya.
Kehadiran OSS mendapat apresiasi dari Elim Sritaba mewakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). “Kalau saya lihat dari step-step entry point, pemerintah sekarang sudah menyiapkan OSS untuk melakukan pendaftaran satu bisnis,” ujar tokoh di Bidang Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs ini.
Elim berharap agar pemerintah dapat memberikan dukungan yang lebih besar kepada pengusaha dalam proses pengurusan perizinan melalui OSS. Dia mencatat bahwa beberapa pengusaha mungkin belum sepenuhnya memahami persyaratan yang diperlukan, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam melengkapi dokumen yang diminta. Dengan bimbingan yang tepat, diharapkan proses ini dapat berjalan lebih lancar dan efektif.
“Mereka (pengusaha) sebenarnya mau belajar. Apakah mungkin bisa didampingi untuk melengkapi dokumen persyaratan,” tutur Elim. Selain itu, ia berharap di dalam OSS juga ditambahkan indikator-indikator Environmental, Social, and Governance (ESG). “Sehingga saat mereka memulai bisnis sudah tahu bahwa harus memitigasi ESG sejak awal usaha,” imbuhnya. (*)