Respons PDIP terhadap Gugatan Tia Rahmania ke PN Jakarta Pusat
Reporter
Tempo.co
Editor
Sapto Yunus
Jumat, 27 September 2024 14:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, mengatakan pihaknya siap menghadapi upaya hukum Tia Rahmania yang menggugat pemecatannya dari partai ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Ronny menyampaikan hal itu berkaitan dengan pemecatan Tia, yang oleh Mahkamah Partai PDIP dianggap terbukti bersalah melakukan pelanggaran pemindahan suara yang menguntungkan.
“Terkait dengan ke depannya, apabila ada hal-hal yang lainnya, apakah ada upaya hukum, tentunya kami dari partai sudah melakukan proses,” kata Ronny dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 26 September 2024 seperti dikutip dari Antara.
Dia mengatakan proses pemecatan Tia sudah melalui banyak hal dengan ketentuan yang sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP. “Ini sesuai dengan undang-undang partai politik dan ketentuan anggaran dasar/anggaran rumah tangga kita dan peraturan partai di internal kita,” tuturnya.
Ronny juga mengatakan PDIP tak keberatan apabila Tia melakukan upaya hukum. Dia menegaskan pihaknya bakal menghadapi Tia. “Jadi silakan saja, tentunya nanti kita akan lihat ke depannya dan kita akan hadapi,” ujar Ronny.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Puan Maharani membantah kabar yang menyebutkan pemecatan Tia Rahmania karena dia mengkritik Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron. Puan mengungkapkan pemecatan Tia tak berhubungan dengan KPK karena pihaknya sudah melayangkan surat lebih dulu ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggantikan Tia dengan Bonnie Triyana.
“Tidak ada hubungannya. Karena acara yang di Lemhannas dilaksanakan sesudah surat itu dilayangkan kepada KPU,” ujar Puan.
Dia lantas meminta semua pihak tak menyalahartikan pemecatan Tia dilakukan karena mengkritik pimpinan lembaga antirasuah itu.
“Ini jangan kemudian ada salah pengertian ini ada, sepertinya ada perbedaan atau ada ketidaksukaan antara partai politik dengan KPK. Tidak ada hubungannya,” kata dia menambahkan.
Puan menuturkan PDIP memiliki aturan dan bisa memutuskan secara internal mengenai bisa atau tidaknya seorang caleg dilantik.
“Ya, memang di partai kita mempunyai mahkamah partai yang bisa memutuskan secara internal berkait apakah salah satu caleg bisa kemudian dilantik atau tidak dilantik,” ujarnya.
Selanjutnya, Tia Rahmania menggugat Mahkamah Partai PDIP ke PN Jakarta Pusat…
<!--more-->
Sebelumnya, calon anggota legislatif atau caleg terpilih dari PDIP Tia Rahmania telah mendaftarkan gugatan perdata ke PN Jakarta Pusat. Gugatan ini diajukan terhadap Mahkamah Partai PDIP, Bonnie Triyana, dan Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya. Gugatan telah terdaftar dengan nomor perkara 603/Pdt.Sus-Parpol/2024/PN Jkt.Pst.
Pengacara Tia Rahmania, Jupriyanto Purba, mengatakan mereka merujuk pada Undang-Undang Partai Politik. Apabila perselisihan tidak tercapai di Mahkamah Partai, maka penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.
“Makanya, saat ini kami sudah mendaftarkan gugatan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tinggal menunggu nomor perkara hari ini," kata Jupriyanto kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Kamis, 26 September 2024.
Musabab dari gugatan ini adalah karena pemecatan Tia sebagai anggota partai, sehingga sudah tak memenuhi syarat sebagai anggota DPR. Melalui Keputusan KPU Nomor 1368 Tahun 2024, Tia akhirnya diganti dengan Bonnie Triyana.
Tia, Bonnie, dan Hasbi sebelumnya bertarung di daerah pemilihan atau Dapil Banten I. Tia mendapatkan suara terbanyak, 37.359 suara sah. Disusul oleh Bonnie dengan suara sah sebanyak 36.516. Sementara Hasbi hanya mendapatkan 27.709 suara sah.
Hanya ada satu kursi untuk PDIP di Dapil Banten I. Artinya, hanya Tia yang awalnya lolos ke Senayan. Namun, Bonnie melaporkan Tia ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Banten dengan dugaan penggelembungan suara. “Bawaslu mengatakan bahwa Tia tidak ada terbukti melakukan pelanggaran administrasi,” kata Jupriyanto.
Bonnie kemudian melaporkan ke Mahkamah Partai dan diputuskan bahwa Tia memang melakukan penggelembungan suara sebanyak 1.626. Tia juga dilaporkan telah mencuri suara Hasbi sebanyak 251.
Jupriyanto mengatakan sebelumnya terjadi kesalahan penghitungan oleh petugas di TPS 009 Desa Citorek Tengah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Akhirnya, 251 suara Hasbi masuk ke Tia. “Hari itu juga, udah dilakukan pembetulan dan dikembalikan suara itu kepada dia (Hasbi).”
<!--more-->
Dia juga mengirimkan salinan dokumen berita acara dari Panitia Pemilihan Kecamatan Cibeber kepada Tempo. “Setelah sinkronisasi dengan saksi dan panwascam perolehan suara tersebut sudah dipindahkan ke perolehan calon nomor urut 3 atas nama Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya sebanyak 251 sesuai dengan C.Plano,” demikian kutipan berita acara yang diterima Tempo pada Kamis.
Setelah pembahasan bergulir di Mahkamah Partai, akhirnya Tia dipecat sebagai anggota PDIP. Tia disebut menolak dan membangkang terhadap putusan Mahkamah Partai yang telah disetujui oleh DPP atas penyelesaian perselisihan internal hasil Pemilu. Hal ini merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin partai yang dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin berat.
“Memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Tia Rahmania dari keanggotaan PDIP,” bunyi keputusan yang ditetapkan di Jakarta pada 13 September 2024 itu.
Akhirnya, Tia kehilangan status keanggotaan di partai dengan adanya Surat Keputusan Nomor 1596/KPTS/DPP/IX/2024. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.
Jupriyanto menyebutkan Tia tetap menjadi pemilik suara terbanyak di Banten I di dalam surat keputusan yang dibuat KPU. Namun, setelah dipecat sebagai anggota partai, maka Tia otomatis tidak memenuhi lagi syarat menjadi anggota DPR.
“Jadi ini kan suatu kecurangan nih. Bagaimana sih orang mau pelantikan dipecat sebagai anggota partai agar bisa digantikan orang lain? Ini kan aneh,” kata dia.
ANNISA FEBIOLA | ANTARA
Pilihan editor: Soal Wacana Penambahan Jumlah Kementerian, Akademisi Sebut Prabowo Paham Dampaknya