Setelah KTV Palmerah, Pj. Gubernur Heru Lanjutkan Sinergi Benahi Permukiman Kumuh
Senin, 9 September 2024 20:50 WIB
INFO NASIONAL – Sebuah bangunan warna putih setinggi empat lantai menjulang di tengah permukiman padat kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Di dalamnya terdapat sembilan unit kamar, masing-masing dihuni satu keluarga. Inilah implementasi kolaborasi dalam program Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV) yang diinisiasi Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk membenahi permukiman kumuh.
Setelah diresmikan pada awal Juli 2024, KTV Palmerah menjadi contoh terobosan Heru Budi dalam menyiapkan Jakarta sebagai kota global. Program ini digadang-gadang baru kali pertama muncul di Indonesia. “Itu tidak ada di daerah lain,” ucapnya.
Pembangunan hunian vertikal ini setidaknya membawa dua semangat. Pertama, untuk menghadirkan rumah yang layak, sehingga memudahkan pengentasan stunting, TBC, dan problem kesehatan lain. Kedua, sebagai upaya menjadikan Jakarta setara dengan kota-kota global lain. “Berarti harus membenahi rumah warga, permukiman kumuh, dan sanitasi,” kata Heru Budi.
KTV Palmerah yang disebut juga “Rumah Barokah Palmerah” berada di kawasan padat penduduk. Awalnya, lahan tersebut merupakan rumah tapak seluas 45 meter persegi yang dihuni oleh enam Kepala Keluarga (KK).
Setelah diubah menjadi hunian vertikal, warga mendapatkan hunian permanen sejumlah sembilan unit, dengan ukuran dan kualitas fisik rumah yang layak, lengkap beserta prasarana pendukungnya. Tersedia pula ruang terbuka yang juga dimanfaatkan untuk berkumpul dengan warga sekitar.
Melihat keberhasilan ini, Pj. Gubernur Heru semakin optimistis dengan misinya membenahi daerah kumuh di Jakarta. “Kita akan lanjutkan. Hunian vertikal berikutnya juga akan diresmikan dalam waktu dekat,” ujarnya.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat Dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta Kelik Indriyanto menambahkan, rumah vertikal semacam KTV Palmerah selanjutnya berada di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Kota Administrasi Jakarta Pusat.
“Program ini hasil kerja sama Pemprov DKI dengan Yayasan Buddha Tzu Chi sebagai donatur CSR (Corporate Social Responsibility), serta Kementerian ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) yang memiliki program Konsolidasi Tanah Vertikal untuk turut menata ulang kepemilikan tanah di lokasi peremajaan serta meningkatkan keamanan bermukim warga,” tutur Kelik.
Ia mengungkapkan, upaya membangkitkan kesadaran warga perlu perjuangan, tidak serta-merta mendapat persetujuan membongkar rumah lama. Misalnya, untuk izin membangun Rumah Barokah Palmerah membutuhkan waktu satu tahun.
Upaya melobi warga ini disebut Penyiapan Masyarakat Peningkatan Lingkungan (PMPL). Berawal dari penjaringan data, kemudian melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, sehingga tercipta kesepakatan untuk membangun hunian secara vertikal.
Adapun, pembangunan Rumah Barokah Palmerah berlangsung selama tujuh bulan. “Selama pembangunan, warga mengontrak di rumah sekitar, sehingga tetap dapat melihat proses pembangunan rumah tersebut,” papar Kelik.
Hasilnya, Rumah Barokah Palmerah menjadi bangunan seluas 360 meter persegi setinggi 4 lantai dengan 9 unit kamar tipe 18 studio. Setiap kamar memiliki 1 ruang mandi, dapur, dan balkon. Lantai dasar Rumah Barokah Palmerah dimanfaatkan untuk fasilitas ruang bersama, ruang unit hunian untuk difabel, serta area parkir motor.
Lurah Palmerah Zaenal Ngaripin menyatakan turut dalam pendampingan kepada warga bersama tim dari DPRKP DKI. “Waktu itu memang tantangannya memberi kesadaran kepada warga tentang hunian vertikal,” urainya.
Kendati begitu, setelah KTV berdiri, justru sekarang warga senang, terlebih mereka bisa tetap tinggal di lingkungan yang sama. “Iya, masyakat yang rumahnya direvitalisasi tetap di lingkungan itu. Tidak seperti rumah susun yang harus pindah dan jauh dari tetangga sebelumnya. Jadi, rumah vertikal ini menjadi contoh bagi masyarakat yang sebelumnya ragu dapat melihat buktinya, ternyata jadi bagus,” jelas Zaenal.
Demikian pula Ketua Ombudsman Mohammad Najih mengakui, strategi KTV yang dijalankan Pemprov DKI Jakarta sangat tepat. “Karena itu memang program untuk membenahi daerah-daerah kumuh, harus menjadi salah satu prioritas. Saya dukung konsolidasi lahan itu,” tegasnya.
Menurut Najih, program seperti KTV, rusunawa atau rumah susun, sudah sepatutnya dijalankan Pemprov DKI, sebagai bukti campur tangan langsung pemerintah membenahi masalah di masyarakat, terutama terkait wilayah-wilayah kumuh.
Ia mengaku, pernah melihat program yang mirip di Singapura terkait campur tangan langsung pemerintah. “Singapura itu sebagai negara-kota yang menerapkan kebijakan bahwa lahan terutama harus dikelola oleh negara. Tidak boleh oleh perorangan, karena akan lebih mudah mengatur bagaimana membangun rumah,” ungkap Najih. (*)