Alasan Akademisi UI Sebut Calon Tunggal di Pilkada 2024 Ekses dari Agenda Elite Nasional
Reporter
Antara
Editor
Sapto Yunus
Senin, 9 September 2024 08:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai calon tunggal pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 bukan agenda lokal, tetapi ekses dari agenda elite nasional. Titi menyampaikan hal itu dalam webinar yang disaksikan dari Jakarta pada Ahad, 8 September 2024.
“Kemudian ada penetrasi melalui rekomendasi dewan pengurus pusat (DPP) partai politik yang hanya menghasilkan calon tunggal,” kata Titi.
Dia menuturkan calon tunggal di pilkada bukan hanya soal permasalahan daerah atau demokrasi lokal di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, tetapi telah menjadi sesuatu yang diciptakan oleh propaganda politik nasional.
Titi menyebutkan fenomena calon tunggal saat ini memiliki pola dengan memborong dukungan mayoritas partai politik, mulai dari 12 hingga 18 dukungan. Meski demikian, dia mengatakan fenomena tersebut sempat terselamatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah.
“Tangerang Selatan hampir calon tunggal, 16 partai versus satu partai. Selamat karena putusan MK,” ujarnya.
Karena itu, Titi merekomendasikan adanya evaluasi atas sentralisasi pencalonan kepala dan wakil kepala daerah. Dia menyarankan agar otonomi pencalonan diberikan kepada pengurus partai di daerah, bukan seperti saat ini yang terpusat di DPP.
Calon Tunggal di Pilkada 2024 Berbeda dengan 2015-2020
Titi menilai terdapat perbedaan calon tunggal di Pilkada 2024 dengan masa 2015 hingga 2020. Dia mengatakan calon tunggal pada 2015 dilakukan untuk memberikan akses pencalonan kepada partai.
“Pasca-2015, calon tunggal disertai motif untuk menutup akses pencalonan oleh partai dengan memborong semua tiket dari lebih 10 partai, sehingga partai-partai tersisa tidak mampu mengusung calon. Jadi, agak berbeda nih,” kata Titi.
Dia juga menyebutkan terdapat ciri khas lain dari calon tunggal pada 2024, meskipun mulanya dia mengatakan pada 2015 calon tunggal diperbolehkan akibat putusan MK untuk menyelamatkan hak pilih, sedangkan pada 2024 terjadi praktik memborong tiket partai politik.
“Pada 2024, ditemukan karakter yang lebih khas dibandingkan 2015 sampai 2020 di mana sentralisasi pencalonan dan hegemoni pengurus pusat partai politik melalui rekomendasi dari DPP yang wajib itu membuat banyak ketidakpuasan di sejumlah daerah akibat adanya keterputusan aspirasi pencalonan,” ujarnya.
<!--more-->
Dia mengatakan keterputusan aspirasi tersebut salah satunya tercermin dalam Pilkada Jakarta 2024. “Di Jakarta ada Anies Baswedan dan Ahok. Kok yang dicalonkan lain? Apalagi diimpor dari gubernur provinsi sebelah. Nah, itu yang menjadi problem,” katanya.
Menurut dia, akibat keterputusan aspirasi dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat, sehingga menimbulkan ekspresi ketidakpuasan dengan adanya gerakan mencoblos semua kandidat.
“Lalu, di daerah-daerah calon tunggal ada gerakan tandingan mendaftarkan kotak kosong setelah calon tunggal didaftarkan. Misalnya, di Kota Pangkalpinang, Asahan, Gresik, serta beberapa daerah lain,” kata dia.
Titi mengatakan ketidakpuasan tersebut turut membuat suara kosong, kotak kosong, atau gerakan tidak memilih calon tunggal menjadi wacana yang dibahas di ruang publik.
Calon Tunggal di 41 Daerah Melawan Kotak Kosong
Sebelumnya, Ketua Divisi Teknis Komisi Pemilihan Umum atau KPU RI, Idham Holik, mengatakan terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada 2024 berdasarkan data per Rabu, 4 September 2024 pukul 23.59 WIB. Adapun 41 daerah itu terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota.
Holik menuturkan calon tunggal di 41 daerah tersebut akan melawan kotak kosong. Sebelumnya, ada 43 daerah terdiri dari satu provinsi dan 42 kabupaten/kota yang memiliki calon tunggal. Namun, terdapat dua daerah yang saat ini sudah memiliki dua pasangan calon (paslon).
“Yang awalnya pada tanggal 27-29 Agustus 2024 hanya satu pasangan calon, kini sudah dua pasangan calon, yaitu di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Kepulauan Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara,” kata Idham pada Kamis, 5 September 2024.
Dia menyebutkan masa perpanjangan pendaftaran calon kepala daerah Pilkada 2024 yang hanya memiliki calon tunggal berakhir pada 4 September 2024. Setelah masa perpanjangan pendaftaran berakhir, proses Pilkada 2024 di setiap daerah akan berjalan sesuai jadwal, meskipun hanya memiliki calon tunggal. Hal ini tetap sah dan konstitusional sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pilihan editor: Andika Perkasa-Hendrar Prihadi Lakukan Ini untuk Perkuat Barisan di Pilgub Jateng