Cerita Mendiang Aktivis HAM Munir dan Ayam Jago Pelung Peliharaannya
Reporter
Khumar Mahendra
Editor
Nurhadi
Sabtu, 7 September 2024 13:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pembunuhan Munir Said Thalib memasuki tahun ke-20 pada hari ini, Sabtu, 7 September 2024. Aktivis hak asasi manusia itu tewas diracun arsenik dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda, untuk melanjutkan belajar. Munir wafat di usia 38 tahun di atas pesawat Garuda Indonesia pada 7 September 2004. Semasa hidupnya, Munir kerap membela hak para buruh dan aktivis.
Di samping gigih melawan ketidakadilan, Munir ternyata amat menyukai ayam jago pelung. Salah satu cerita tersebut dikisahkan oleh wartawan Tempo di Malang, Abdi Purmono atau akrab disapa Abel. Kala itu ia mewawancarai Munir untuk Koran Tempo. Wawancara itu berlangsung pada 1-2 April 2002 di kediaman Munir di Jalan Bukit Berbunga 2, Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur.
Abel bercerita, saat wawancara, penyakit liver Munir kumat, tapi Munir tetap saja merasa cuek. Munir asyik mengelus-elus si Jhonny, ayam pelung pemberian seorang temannya di Cianjur, Jawa barat. Bukan tanpa alasan, Munir memilih memelihara ayam bukan karena lambang kejantanan. Namun dipilih karena suaranya dianggap sebagai alarm. "Dianggap sebagai alarm untuk membangunkan Munir sholat subuh karena berkokok nyaring," kata Abel menirukan Munir saat dihubungi melalui WhatsApp, Jumat, 6 September 2024.
Dalam pertemuan itu, Munir sempat bercerita saat dirinya menawar ayam pelung. Sebelumnya, Munir menemukan seekor ayam jago pelung di Cianjur. Sayang harga ayam itu menurut Munir terlalu mahal, yaitu Rp 150 ribu. Karena itu, Munir pun dengan kekeh menawar harga ayam tersebut.
Pada saat bersamaan, Munir juga memangku anak pertamanya, Sultan Alif Allende, yang ketika itu berumur 4 tahun. Sementara Suciwati, sang istri, tengah mengandung Diva Suu Kyi Larasati yang kira-kira berumur tiga bulan. Munir juga kedapatan mencuci sepeda motor kesayangannya, Honda Supra N-8007-WO, bersama Rizal, keponakannya. Serta mengeluarkan secarik kain kafan dari dalam dompetnya. Kain tersebut menunjukkan bahwa sang pejuang siap mati kapan pun.
Cerita Munir menyukai si jago pelung juga disampaikan Sugiarto, sopir Munir. Semasa bekerja di YLBHI, ia mengaku pernah membantu advokat publik ini mencari ayam peliharaan sampai pelosok Cianjur. "Waktu itu, kami mencari ayam jago sambil jalan-jalan ke Bandung dan Cianjur," kata Sugiarto kepada Tempo pada September 2012.
Di Cianjur, Munir menemukan seekor ayam jago pelung. Namun harganya terlalu mahal, yaitu Rp 150 ribu. "Sebetulnya itu murah, tapi buat Cak Munir waktu itu masih dianggap mahal," katanya. Pria yang telah menjadi supir Munir sejak 1996 ini mengaku trenyuh melihat gigihnya Munir menawar harga ayam itu. Sepulang dari Cianjur, Sugiarto menghubungi kawannya yang menjual ayam di Bogor. Ia membeli dua ekor ayam pelung. Salah satunya ia berikan kepada Munir.
Tak berhenti di situ, Mendiang Munir dikenal penyayang binatang. Kata Suciwati, Munir pernah diberi kawannya rajawali. "Tapi saya ngeri, soalnya itu satwa langka. Akhirnya dikembalikan," ujarnya. Dalam versi lain, Munir Said Thalib memelihara ayam jago di rumah petaknya di Jatinegara. Ia memboyong ayam jago dari Sukabumi ke Jakarta dengan mobil sedan Toyota kesayangannya.
Niat memelihara ayam jago itu, menurut Suciwati, muncul di suatu pagi kala pasangan suami istri ini tinggal di sebuah rumah petak di Jakarta pada 2001. "Di situ ada ayam yang berkokok tiap pagi. Terus Munir bilang, 'Kok ada ya ayam berkokok di Jakarta?'," kata Suciwati saat dihubungi Ahad, 9 September 2012.
WAHYU DHYATMIKA | PURWANTO | MUTIARA ROUDHATUL JANNAH
Pilihan Editor: Surat dari Anak Munir Said Thalib: Puzzle Memoria Abah