Aksi Kawal Putusan MK, Guru Besar UGM: Pembuktian Anak Muda Sadar Demokrasi
Reporter
Rachel Farahdiba Regar
Editor
S. Dian Andryanto
Minggu, 25 Agustus 2024 11:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 22 Agustus 2024, sebagai bentuk protes Badan Legislasi (Baleg) DPR yang menganulir putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024, mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan demokrasi agar kembali ke marwahnya. Aksi mahasiswa ini digelar tersebar di Indonesia dengan tujuan utama mengawal putusan MK. Aksi mahasiswa yang bergabung dengan elemen masyarakat lain juga mendapat perhatian dari Guru Besar UGM, Prof. Koentjoro.
“Kondisi saat ini sudah menunjukkan anak muda sadar demokrasi dan punya semangat menegakkan keadilan. Sebab, anak-anak yang ikut juga ada dari SMK, SMA, dan STM. Keterlibatan anak muda ini menunjukkan mereka juga punya kemampuan (menegakkan demokrasi),” kata Koentjoro kepada Tempo.co, pada 24 Agustus 2024.
Koentjoro mengungkapkan, anak muda yang ikut melakukan aksi dapat diarahkan dan tidak bergerak sesuai keinginan sendiri. Mereka memiliki kemauan dan hasrat yang dapat diarahkan untuk membangun bangsa dengan baik.
“Anak muda itu ada tanggung jawab bernegara. Demo ini memiliki nilai sangat baik untuk negara kita melangkah ke depan,” katanya.
Saat ini, anak-anak yang tergabung dalam aksi mahasiswa mengawal putusan MK memiliki energi kuat terhadap cinta Tanah Air dan bela negara. Mereka bergabung menjadi satu untuk melawan musuh bersama yang berupa kesewenang-wenangan dari pemerintah.
“Ketika ada musuh bersama, mereka bersatu menjadi satu kekuatan. Banyak anak muda yang memiliki sense of nationalism tinggi sehingga ada isu ini mereka bisa jalan. Saya juga tidak melihat mereka ditunggangi, mereka bersatu,” ujar Koentjoro.
Koentjoro juga menyinggung tentang potensi anak muda yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah untuk mencapai Indonesia emas 2045. Ia menilai, pemerintah belum mampu menyiapkan anak muda Indonesia mencapai Indonesia emas karena tidak memahami bonus demografi. Sampai saat ini, pemerintah tidak pernah membuat tahapan mencapai Indonesia emas untuk anak muda.
Koentjoro melihat, beberapa anak muda dimanfaatkan untuk kepentingan politik, seperti dalam kunjungan IKN.
“Kunjungan di IKN tidak mengundang Kementerian Sekretariat Negara, tetapi influencer diundang. Artinya, ini membunuh kepakaran. Terlihat yang digunakan suara terbanyak itu dari netizen. Apakah mau diadu antara kepakaran dan netizen? Oleh karena itu, lakukan pendidikan untuk influencer,” tutur Koentjoro.
Dengan demikian, melalui aksi mahasiswa mengawal putusan MK, pemerintah harus melihat ada potensi anak muda membangun bangsa dan jangan lagi dimanfaatkan untuk kepentingan golongan tertentu. Koentjoro menyoroti, gaung menegakkan demokrasi lebih menggema dan kompak dilakukan di seluruh Indonesia, terutama mahasiswa dan anak sekolah.
“Saat Pilpres 2024, banyaknya guru besar dan profesor yang turun menegakkan demokrasi. Sekarang, mahasiswa turun dalam aksi mahasiswa mengawal putusan MK,” kata Koentjoro.
Pilihan Editor: Guru Besar UGM Soroti Tindakan Represif Kepolisian Terhadap Aksi Massa Kawal Putusan MK