Jokowi Pernah Sebut Putusan MK Final dan Mengikat, Bisakah DPR atau Lembaga Lain Menganulir?

Sabtu, 24 Agustus 2024 07:45 WIB

Ketua Baleg DPR Wihadi Wiyanto, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi, dan anggota Baleg Habiburokhman batal menemui massa demonstrasi di depan gerbang kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 22 Agustus 2024. TEMPO/Eka Yudha Saputra

TEMPO.CO, Jakarta - Gedung DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta digeruduk ribuan demonstran pada Kamis, 22 Agustus 2924. Massa unjuk rasa setelah DPR RI melalui Badan legislasi atau Baleg DPR akan mengesahkan Revisi UU Pilkada yang menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi atau putusan MK.

Tentu menjadi pertanyaan bagi kalangan masyarakat, apakah bisa lembaga wakil rakyat mengabaikan putusan MK? Apalagi, Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang merupakan seorang Kepala Negara beberapa kali menyatakan bahwa ketok palu lembaga konstitusi tertinggi itu adalah final dan mengikat.

Ketentuan MK yang bakal dianulir itu adalah Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diketok palu per Selasa, 20 Agustus. Regulasi ini menghapus syarat persentase 20 persen kursi di parlemen bagi partai politik untuk mencalonkan kandidat kepala daerah. Aturan ini membuyarkan skenario politik Koalisi Indonesia Maju yang disebut tengah mendesain Pilkada dengan calon tunggal.

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga mementahkan putusan Mahkamah Agung (MA) soal kandidat belum 30 tahun boleh mengajukan diri asal telah genap usia tersebut saat pelantikan. Ketentuan ini membuat anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, yang digadang maju di Pilkada 2024, tak bisa menjadi calon kepala daerah.

Sehari pasca putusan MK itu, yakni pada Rabu, 21 Agustus, Badan Legislasi atau Baleg DPR menggelar rapat untuk membahas RUU Pilkada. Dalam rapat, Baleg menyatakan tetap menggunakan ambang batas 20 persen kursi di parlemen bagi parpol yang hendak mengusung calonnya di pilkada. RUU itu direncanakan disahkan pada Kamis, 22 Agustus.

Advertising
Advertising

Adapun Jokowi bukan sekali mengatakan bahwa keputusan MK adalah final dan mengikat. Kata-kata pamungkas itu jadi andalan eks Gubernur Daerah Khusus Jakarta ini saat menanggapi keputusan MK menolak sengketa Pilpres dalam dua musim terakhir, 2019 dan 2024.

Pada Pilpres 2019, kala dirinya yang didampingi Ma’ruf Amin menang sebagai kandidat presiden, lawannya, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, tak terima dan menggugat ke MK. Setelah MK memutuskan menolak gugatan sengketa Pilpres, Jokowi dengan lugas menyebut keputusan MK final dan mengikat.

“Putusan MK adalah putusan yang bersifat final dan sudah seharusnya kita semuanya menghormati dan laksanakan bersama-sama,” ujarnya di Lanud Halim Perdana Kusuma Jakarta, Kamis, 27 Juni 2019 dilansir dari Antara.

Pernyataan nyaris persis juga disampaikan Jokowi kala menanggapi keputusan MK yang menolak gugatan sengketa Pilpres 2024. Gugatan itu diajukan pasangan Anies Baswedan-Muahimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md yang tak menerima kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Kala itu Jokowi disebut cawe-cawe dalam memenangkan Gibran, yang adalah putra sulungnya. Pemerintah disebut terlibat mulai dari kecurangan, intervensi aparat, politisasi bansos, mobilisasi aparat, hingga ketidaknetralan kepala daerah.

Jokowi mengatakan pemerintah menghormati putusan MK setelah lembaga tinggi tersebut menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pilpres 2024. Di saat yang sama, Presiden mengatakan berbagai tuduhan kepada pemerintah telah dinyatakan tidak terbukti.

“Pemerintah menghormati putusan MK yang final dan mengikat,” ujar Presiden dalam keterangan yang diterima Tempo, pada Selasa, 23 April 2024.

Belakangan Jokowi tampaknya tak tegas menanggapi sikap DPR yang bakal menganulir putusan MK. Tak seperti kala Pilpres yang lugas menyebut putusan MK adalah final dan mengikat, Jokowi justru bersembunyi di balik kata: “Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara,” ungkap Jokowi melalui pernyataan video pada Rabu, 21 Agustus 2024

Wajar jika kemudian Jokowi terindikasi membiarkan DPR menganulir putusan MK soal ambang batas calon kepala daerah melalui RUU Pilkada. Presiden mestinya konsisten menyebut putusan MK adalah final dan mengikat, sebagai teguran bagi wakil rakyat. Toh, pernyataan Jokowi soal kesaktian putusan MK itu benar adanya.

Menurut Peneliti MK Alia Harumdani Widjaja yang menjadi narasumber dalam kunjungan mahasiswa Universitas YARSI pada Rabu, 19 Februari 2020 lalu di Aula MK, putusan MK menang memiliki karakteristik bersifat final dan mengikat (final and binding). Oleh sebab itu, tidak ada upaya lain yang bisa ditempuh untuk menganulir putusan lembaga konstitusi paling tinggi di Indonesia ini.

“Tidak adanya upaya hukum lain terhadap putusan MK tersebut dikarenakan untuk memutus ketidakpastian hukum yang berlarut-larut. Jika terus ada upaya hukum, maka akan terbentur menjalankan norma. Padahal norma itu harus dijalani. Itu karakteristik MK,” ujar Alia kala menjawab pertanyaan seorang mahasiswa, dilansir dari laman MKRI.

Dalam paparannya, Alia mengungkapkan MK lahir karena adanya supremasi konstitusi. Sebelum adanya perubahan UUD 1945, Indonesia menganut sistem parlementer yang menempatkan MPR sebagai lembaga tinggi negara. Setelah reformasi, kata dia, hal tersebut tidak berlaku lagi karena semua lembaga negara memiliki kedudukan hukum yang sama.

Adapun kewenangan MK yakni:

1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Memutus pembubaran partai politik.

4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

5. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment).

Sementara itu, menanggapi wacana DPR menganulir putusan MK, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, mengatakan, tidak ada lagi norma hukum lain yang bisa menentang putusan MK. Putusan MK merupakan hasil koreksi tehadap perundang-undangan. Putusan MK sifatnya mengikat dan final. Sehingga, putusan itu harus menjadi acuan semua pihak.

“Bila ada Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) dan UU baru itu sama saja melakukan perlawanan hukum terhadap putusan MK,” kata Kaka saat dihubungi, Selasa 20 Agustus 2024.

Menurut Kaka, Perpu sekalipun tidak bisa menganulir putusan MK. Penerbitan Perpu juga tak bisa dilakukan karena tak memenuhi syarat, yakni tak ada keadaan mendesak. Kaka pun meminta, semua pihak seharusnya mematuhi putusan MK. Pemerintah dan partai politik di parlemen jangan sampai melakukan tindakan melawan konstitusi.

“Kalau dilakukan akan terjadi lagi ancaman terhadap demokrasi,” kata Kaka.

HENDRIK KHOIRUL MUHID | HENDRIK YAPUTRA | DANIEL A. FAJRI | RIZKI DEWI AYU

Pilihan Editor: Aksi Mahasiswa di Surabaya Tolak revisi UU Pilkada, Muncul Poster Lawan Mulyono dan Kroninya

Berita terkait

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Pengamat: Mengingkari Janji Pelestarian Laut

10 menit lalu

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Pengamat: Mengingkari Janji Pelestarian Laut

Pembukaan ekspor pasir laut yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi dianggap sebagai pengingkaran janji Jokowi untuk melestarikan laut.

Baca Selengkapnya

Belum Diterima Jokowi, Ini Isi Surat Permintaan Audiensi Arsjad Rasjid soal Munaslub Kadin

21 menit lalu

Belum Diterima Jokowi, Ini Isi Surat Permintaan Audiensi Arsjad Rasjid soal Munaslub Kadin

Presiden Jokowi mengaku belum menerima surat dari Ketua KadinArsjad Rasjid tentang Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Apa isi surat itu?

Baca Selengkapnya

Ekspor Pasir Laut Menuai Kritik Walhi dan Susi Pudjiastuti, Jokowi: Itu Sedimen, Meski Wujudnya Pasir

24 menit lalu

Ekspor Pasir Laut Menuai Kritik Walhi dan Susi Pudjiastuti, Jokowi: Itu Sedimen, Meski Wujudnya Pasir

Ekspor pasir laut kembali digolkan lewat peraturan Mendag. Berbagai pihak lakukan kritik terhadap kebijakan ini. Apa kata Walhi dan Jokowi?

Baca Selengkapnya

Apakah "Nebeng" Bisa Loloskan Kaesang Dari Dugaan Gratifikasi Penggunaan Private Jet?

8 jam lalu

Apakah "Nebeng" Bisa Loloskan Kaesang Dari Dugaan Gratifikasi Penggunaan Private Jet?

"Jadinya numpang teman, kalau bahasa bekennya nebeng" kata Kaesang pada Media, Senin, 17 September 2024, terkait perjalanannya dengan pesawat jet.

Baca Selengkapnya

DPR Setujui Naturalisasi Eliano Rejinders dan Mees Higres, Menkumham Pastikan Sesuai Aturan

10 jam lalu

DPR Setujui Naturalisasi Eliano Rejinders dan Mees Higres, Menkumham Pastikan Sesuai Aturan

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menyutujui permohonan pertimbangan pemberian kewarganeraan Indonesia, bagi dua atlet sepak bola, Eliano Johannes Rejinders dan Mees Victor Joseph Hilgres.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Kaesang Naik Jet Pribadi Nebeng Y, Siapa Dia?

10 jam lalu

KPK Sebut Kaesang Naik Jet Pribadi Nebeng Y, Siapa Dia?

Kepada KPK, Kaesang mengaku bisa ke Amerika Serikati naik private jet karena nebeng temannya yang ia sebut berinisial Y.

Baca Selengkapnya

KPK Minta Tes Wawancara Capim dan Dewas Dilakukan Terbuka

10 jam lalu

KPK Minta Tes Wawancara Capim dan Dewas Dilakukan Terbuka

Komisi Pemberantasan Korupsi menanggapi soal tes wawancara seleksi calon pimpinan dan dewan pengawas KPK yang dilakukan secara tertutup.

Baca Selengkapnya

Kisruh Kadin: Jokowi Sebut Bola Panas, Pakar Nilai Sarat Kepentingan Politik

11 jam lalu

Kisruh Kadin: Jokowi Sebut Bola Panas, Pakar Nilai Sarat Kepentingan Politik

Presiden Jokowi akhirnya angkat bicara soal kekisruhan di Kadin dan minta bola panas dualisme kepemimpinan tidak disorongkan padanya

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Estimasi Biaya Kaesang dan Istri Naik Private Jet Habiskan Rp 90 Juta per Orang

11 jam lalu

KPK Sebut Estimasi Biaya Kaesang dan Istri Naik Private Jet Habiskan Rp 90 Juta per Orang

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan bahwa diperkirakan biaya yang dihabiskan Kaesang bersama sang istri dan 2 orang lainnya masing-masing 90 juta, disesuaikan dengan biaya pesawat business class.

Baca Selengkapnya

Alasan Akademisi Sebut Munaslub Kadin Sarat Kepentingan Politik

11 jam lalu

Alasan Akademisi Sebut Munaslub Kadin Sarat Kepentingan Politik

Asrinaldi mengatakan publik mengetahui Munaslub Kadin ada kaitannya dengan proses politik.

Baca Selengkapnya