5 Kritikan Reshuffle Kabinet Jokowi, Syahwat Politik Hingga Risiko Ketidakpastian Pasar
Reporter
Khumar Mahendra
Editor
Dwi Arjanto
Rabu, 21 Agustus 2024 16:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengocok ulang atau reshuffle kabinet pada Senin, 19 Agustus 2024. Jokowi melantik Supratman Andi Atgas sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bahlil Lahadalia sebagai menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Rosan Perkasa Roeslani sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan pengangkatan menteri, wakil menteri, dan kepala badan diperlukan untuk mempersiapkan dan mendukung transisi pemerintahan. “Agar berjalan dengan baik, lancar, dan efektif," kata Ari melalui pesan pendek kepada Tempo pada Senin pagi, 19 Agustus 2024.
Kendati demikian, perombakan Kabinet Jokowi itu mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut sejumlah kritikan terhadap reshuffle kabinet Jokowi.
1. Murni Syahwat Politik
Pakar Hukum Tata Negara, Herdiansyah Hamzah, mengatakan reshuffle yang dilakukan Jokowi sarat nuansa politis. Bahkan, menurutnya tidak akan memberikan efektifitas kerja bagi pemerintahan. "Reshuffle hari ini adalah murni dilakukan karena syahwat politik," kata Herdiansyah saat dihubungi, Senin, 19 Agustus 2024.
Ia melanjutkan, reshuffle selayaknya dilakukan dengan pertimbangan faktor atas kepentingan rakyat. Sebab, tambahnya, secara prinsip menteri bekerja untuk melayani rakyat, bukan hanya negara saja. "Sehingga, tidak ada kepentingan rakyat di sini, yang ada ialah kepentingan untuk melanjutkan kekuasaan," ujar pengajar di Universitas Mulawarman itu.
2. Kental Nuansa Politik
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, mengatakan reshuffle kali ini kental nuansa politis. Misalnya, kata Agung, reshuffle terhadap menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly berkaitan dengan dinamika yang terjadi di Partai Golkar.
"Saya melihat ada arah untuk mengkondisikan Golkar menjadi relatif apabila pos Menteri Kumham dijabat oleh orang dekat kekuasaan," kata Agung saat dihubungi, Senin, 19 Agustus 2024.
Agung menjelaskan, posisi Menkumham menjadi amat strategis karena akan membubuhkan tanda tangan pengesahan struktural ke lembaran negara. "Risikonya, jika struktural kepengurusan tidak disukai, menteri Kumham bisa menahan legalitas sampai sesuai dengan keinginan penguasa. Saya menduga reshuffle ini mengarah ke sana," ujarnya.
3. Tidak Berdampak Signifikan
Analis pasar modal Budi Frensidy, menilai reshuffle yang dilakukan Jokowi tidak berdampak signifikan terhadap kinerja kementerian. "Presiden tak perlu merombak kabinet. "Mestinya, tidak perlu reshuffle. Gak ada urgensinya reshuffle kali ini. Malah terkesan dipaksakan." katanya kepada Tempo pada Senin, 19 Agustus 2024.
Ia menanggapi hal ini mengingat masa pemerintahan Jokowi tinggal sekitar dua bulan lagi. "Tidak akan ada efek signifikan, karena belajar memahami masalah-masalah yang kompleks di masing-masing kementerian saja tidak cukup dua bulan," ucapnya.
Sebagai analis pasar modal, Budi menilai jika terjadi arus modal asing, penguatan rupiah, atau indeks harga saham yang naik bukan disebabkan reshuffle kabinet. "Kalau ada capital inflow atau outflow, rupiah menguat, dan indeks (saham) naik, saya pikir utamanya bukan karena reshuffle ini, tapi faktor yang lain," ujarnya.
4. Memicu Sentimen Negatif
Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono, menyebut langkah Jokowi bisa memicu sentimen negatif dari pasar bila menteri yang baru dilantik menelurkan kebijakan kontroversial. "Kebijakan kontroversial di akhir periode kekuasaan Presiden Jokowi berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan dan sentimen negatif dari pasar, sesuatu yang seharusnya sangat dihindari di masa transisi kekuasaan ini," katanya saat dihubungi, Senin, 19 Agustus 2024.
Selain itu, Yusuf mengatakan perombakan kabinet tidak akan berdampak apapun bagi kepentingan publik. "Menurut saya langkah reshuffle ini tidak bermanfaat bagi publik dan makin melihatkan rendahnya etika politik Jokowi. Seharusnya itu semua diserahkan ke presiden terpilih," kata Yusuf.
5. Risiko Ketidakpastian Pasar
Executive Director Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai perombakan kabinet jokowi dapat meningkatkan risiko ketidakpastian pasar. Hal itu disebabkan adanya kemungkinan perubahan regulasi yang dilakukan dalam waktu dekat.
Ia menyatakan perubahan yang mendadak semacam ini berisiko menimbulkan dampak negatif terhadap pasar. "Jadi kompleksitas dan ketidakpastian itu makin tinggi lagi malah dengan adanya reshuffle tadi. Jadi mungkin enggak akan terlalu berpengaruh positif sih," kata Yose dalam media briefing RAPBN 2025, di Jakarta, Senin, 19 Agustus 2024, dikutip dari Antara.
Menurut Yose, meskipun aturan yang dikeluarkan pasca reshuffle kabinet nanti merupakan aturan yang positif, pasar akan tetap menganggap bahwa masih terdapat ketidakpastian ke depannya. "Dunia usaha mungkin melihatnya bahwa mereka enggak tahu nih apakah regulasi yang baru ini, yang positif ini akan terus berlangsung di kemudian hari," ujarnya.
KHUMAR MAHENDRA | ANNISA FEBIOLA | DANIEL A. FAJRI | ANDI ADAM FATURAHMAN | ANTARA | NANDITO PUTRA
Pilihan editor: Tempo Explain: Reshuffle Kabinet di Ujung Jabatan Jokowi