Cerita Diana menjadi Guru Penggerak untuk Berantas Buta Huruf di Pedalaman Papua Selatan
Reporter
Linda novi trianita
Editor
Linda novi trianita
Senin, 15 Juli 2024 08:00 WIB
Badan Musyawarah Kampung Atti, Willem Pasim, mewakili warga Atti, merasa bersyukur atas kehadiran Diana cs. Menurut Willem, anak-anak di kampung, bahkan yang paling kecil pun jadi bisa membaca. Sebagai rasa syukur kehadiran Diana cs, warga di Kampung Atti kerap mengirim bahan makanan seperti singkong, daun singkong, ulat sagu, daging ular maupun buaya. Para warga juga menyuruh anak-anaknya tiap pagi menimbakan air di sumber terdekat dengan mess guru.
Ketulusan warga itu yang membuat Diana betah tinggal di pedalaman. Bagi Diana, hidup tak semata-mata soal uang dan karier yang mentereng di kota besar, namun soal pengabdian bagi sesama. Bahkan saat sekali pulang ke kampung halaman di Atambua, Diana sangat merindungan siswa-siswanya di Papua. Diana pun lebih memilih menjadi WNI ketimbang Timor Leste sehingga harus berpisah dengan sang ayah. Dulu anak-anak Atti untuk menulis huruf saja masih terbalik-balik. Dan ketika diajak berbicara, terkadang tidak nyambung karena mereka kurang memahami Bahasa Indonesia dan buta huruf.
Warga Kampung Atti juga terbuka dengan Diana dan para guru. Bahkan mereka lebih percaya dengan Diana cs. Saat warga sakit, warga akan meminta obat ke Diana. Mereka tidak mau menggunakan obat dari tenaga Kesehatan yang berkunjung ke kampung sekitar satu bulan sekali lantaran cara pelayanan yang seperti jijik. Padahal obat-obatnya sama dengan yang dimiliki Diana.
Saat tahun 2022 atau setahun kehadiran Diana cs di Kampung Atti, sekitar 24 siswa dapat melanjutkan pendidikan ke SMP setelah bisa membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan, mereka dengan mudah menghafal perkalian dan memiliki pengetahuan umum yang baik seperti wawasan kebangsaan.
Tak hanya itu, anak-anak yang sekarang sudah duduk di SMP juga bisa meraih peringkat delapan dan sembilan dari 34 siswa di kelasnya. Dan mereka dengan bangga menceritakan kepada Diana bahwa mereka sekarang menjadi juara kelas. Selain belajar membaca-menulis-berhitung, Diana juga mengajari merekasopan santun.
Saat Diana pertama kali mengajar di SDN Atti, jumlah peserta didik mencapai 65 siswa. Sejak 2022 sudah 24 anak yang berhasil melanjutkan studinya ke jenjang SMP di Kota Kepi. Mereka sekarang duduk di kelas VIII SMP. Pada Juli 2022, jumlah siswa di SDN Atti meningkat 20 orang. Pada Juni 2023, terdapat 14 anak yang melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP. Sedangkan per September 2023 ini, siswa kelas VI sekitar 12 anak.
Berbagai kendala yang Diana dkk alami seperti ruang kelas yang tidak memadai dan alat-alat tulis yang terbatas kini, kini tak ada lagi. Diana mengakui banyak kemajuan pesat di SDN Atti setelah ia mengikuti program Satu Indonesia Awards yang diadakan Astra dan menjadi salah satu pemenang penghargaan di bidang pendidikan.
Setelah Diana memenangkan penghargaan itu, kini kondisi kelas lebih layak. Para peserta didik juga duduk di bangku serta mendapatkan meja. Jembatan yang menjadi akses utama ke Kampung Atti saat ini juga sudah diperbaiki, yang tadinya banyak kayu yang keropos dan anak-anak maupun orang dewasa rawan terjerembab ketika melewatinya. Sumbangan berupa alat tulis dan pakaian layak untuk anak-anak juga terus berdatangan. “Pak guru Vian sering live di TikTok untuk menggambarkan kondisi di sekolah kami juga, jadi banyak bantuan yang datang,” ujarnya.
Selain mengajarkan cara membaca dan menulis, Diana, Vian, dan Icha juga membekali para murid mengenai bercocok tanam. Tiap pukul 15.00, anak-anak itu diajak untuk bercocok tanam sayur-sayuran dan merawatnya hingga panen tiba. Mereka biasanya menanam kangkung, tomat, kancang panjang, dan lainnya. “Tiap habis panen, kami masak untuk mereka. Kami makan bersama-sama di kelas, biasanya dua kali dalam sebulan,” ujar Diana.**