Ragam Pendapat Soal Implikasi RUU Penyiaran terhadap Kebebasan Pers
Reporter
Tempo.co
Editor
Sapto Yunus
Jumat, 17 Mei 2024 10:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Draf Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran menuai kritik karena memuat pasal yang dinilai berpotensi mengancam kebebasan pers. Salah satu pasal yang menuai kritik adalah Pasal 50 B Ayat 2 huruf c yang mengatur larangan penayangan eksklusif jurnalisme investigasi.
Dalam catatan rapat pembahasan draf RUU ini, Komisi I DPR RI beralasan pasal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya monopoli penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang hanya dimiliki oleh satu media atau satu kelompok media saja.
Larangan penayangan eksklusif jurnarlisme investigasi dalam draf RUU Penyiaran itu mendapat tanggapan dari berbagai kalangan.
1. Peneliti Setara Institute Sayyidatul Insiyah: Ancaman terhadap Kebebasan Pers
Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah, mengatakan revisi UU Penyiaran memvalidasi penyempitan ruang-ruang sipil.
Laporan tahunan Indeks HAM Setara Institute, kata dia, selalu menunjukkan skor pada indikator kebebasan berekspresi adalah skor paling rendah pada tiap tahunnya dan tidak pernah mendekati angka moderat dari skor 1-7. Adapun rincian skor dari tahun ke tahun sejak 2019, yakni 1,9 pada 2019; 1,7 pada 2020; 1,6 pada 2021; 1,5 pada 2022; dan 1,3 pada 2023.
“Artinya, alih-alih menjamin kebebasan berekspresi, revisi UU Penyiaran justru berpotensi memperburuk situasi kebebasan berekspresi terutama melalui pemasungan kebebasan pers,” kata Insiyah lewat keterangan tertulis, Rabu, 15 Mei 2024.
Setara Institute juga menilai revisi UU Penyiaran memuat beberapa ketentuan yang memiliki intensi untuk mengendalikan kebebasan pers, khususnya jurnalisme investigasi melalui Pasal 50B ayat (2) huruf c draf revisi UU Penyiaran. Pasal yang melarang jurnalisme investigasi merupakan upaya untuk mengurangi kontrol terhadap pemerintah.
Padahal, kata Insiyah, pilar demokrasi modern salah satunya adalah kebebasan pers yang, antara lain, memberikan ruang bagi jurnalisme investigasi untuk melakukan kontrol atas bekerjanya kekuasaan dan berjalannya pemerintahan.
Insiyah mengatakan konten dan produk jurnalistik seharusnya tetap menjadi yurisdiksi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jurnalisme investigasi seharusnya tetap berada di bawah pengaturan UU Pers, meskipun penyiarannya dilakukan melalui televisi ataupun situs Internet.
“Dalam konteks itu, revisi UU Penyiaran secara intensional melemahkan UU Pers,” kata dia.
2. Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu: Jika Diteruskan, Produk Pers Jadi Tidak Independen
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan draf RUU Penyiaran tidak sesuai dengan hak konstitusional warga negara yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.