Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Kamis, 16 Mei 2024 16:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) atau RUU MK di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menuai sorotan dari berbagai kalangan, termasuk dari kalangan MK sendiri.
Lantas, apa reaksi dari kalangan internal MK terhadap revisi UU MK di DPR? Berikut pernyataan kalangan internal MK yang dikutip dari Tempo.
Ketua MKMK: Tak habis pikir
Ketua Majelis Kehormatan atau Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengaku tak habis pikir karena revisi UU MK itu dibahas diam-diam saat masa reses.
"Pertanyaan pertama yang lahir dari benak saya ketika ada usul lagi perubahan UU MK dengan cara yang diam-diam. Itu dibuat di masa reses, dan tidak semua anggota DPR juga tahu, sebagian masih di luar negeri, ini kan menimbulkan pertanyaan," ujar Palguna dalam diskusi 'Sembunyi-sembunyi Revisi UU MK Lagi' yang dipantau secara daring pada Kamis, 16 Mei 2024.
Mantan Hakim MK itu ragu apakah ahli yang menyampaikan pendapat mengenai revisi UU MK masih didengar oleh DPR. Palguna pun menyindir DPR yang sering tak transparan dalam membuat Undang-undang.
"Masih berguna enggak sih, orang-orang ahli itu bicara soal itu (Revisi UU MK)? Masih didengarkan omongan kita ini oleh pembentuk Undang-undang? Kan suka-suka mereka saja, besok bikin UU apa tiba-tiba sudah disahkan saja," kata Palguna.
Dia mengatakan, nantinya jika ada pihak yang keberatan, DPR biasanya meminta untuk menyelesaikannya di MK. Palguna menyebut, mekanisme itu tak lagi bisa diandalkan. Sebab, katanya, saat ini MK dilemahkan melalui revisi UU MK.
"Ini kan rancangan yang mengarah ke situ (pelemahan MK) juga," kata Palguna.
<!--more-->
Pengaruhi independensi Hakim MK
Palguna menyoroti revisi UU MK Pasal 23 Ayat 1 yang membatasi masa jabatan hakim konstitusi selama 10 tahun. Dia menilai, revisi ini sudah jelas bisa mempengaruhi independensi Hakim MK. Bahkan, kata dia, pengaruh itu sudah bisa dipahami oleh masyarakat awam tanpa perlu menjadi sarjana hukum terlebih dahulu.
"Enggak perlu jadi sarjana hukum sudah tahulah itu bisa mempengaruhi independensi hakim konstitusi," kata Palguna.
Palguna mengatakan, perubahan pada UU MK, harusnya menjadikan MK sebagai lembaga peradilan yang benar-benar merdeka. Menurut dia, gangguan terbesar MK adalah gangguan politik. Karena itu, ciri independensi hakim memang tampak dari seberapa merdeka MK dari kekuatan politik.
"Apakah MK akan benar-benar mampu hadir sebagai pemegang kekuasaan yang merdeka dari pengaruh, terutama politik?" kata Palguna.
Reaksi Hakim Enny dan Jubir MK
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih enggan berkomentar mengenai perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati oleh pemerintah dan DPR.
"Maaf, kami tidak bisa berkomentar karena MK adalah lembaga penguji UU," kata Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, Rabu, 15 Mei 2024, kepada Tempo.
Hal senada diungkapkan oleh Juru Bicara (Jubir) MK Fajar Laksono saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Rabu malam, 15 Mei 2024. Fajar enggan menanggapi soal revisi UU MK.
"Semua undang-undang yang disahkan, itu potensial diuji di MK, sehingga enggak boleh MK itu ikut mengomentari," tutur Fajar.
Kendati demikian, hakim MK bisa mengomentari bila beleid tersebut diuji ke MK. "Namanya potensial kan, semua undang-undang itu potensial," tegas dia.
Sebelumnya, pemerintah dan DPR telah menyepakati revisi UU MK. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto.
“Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap revisi UU Mahkamah Konstitusi di Sidang Paripurna DPR-RI,” ujar Hadi dalam keterangan resminya sebelumnya.
AMELIA RAHIMA SARI | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO
Pilihan Editor: Ketua MKMK Kritik Revisi UU MK yang Dibahas Diam-diam di DPR: Kan Suka-suka Mereka Saja