Ragam Respons Anggota Dewan soal Kenaikan Uang Kuliah Tunggal
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Senin, 13 Mei 2024 16:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi protes mahasiswa terkait adanya kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berstatus berbadan hukum atau PTNBH menuai respons dari sejumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Mardani Ali Sera menegaskan bahwa investasi negara dalam bidang pendidikan sangat penting karena berkaitan dengan masa depan bangsa.
Menurut Mardani, pemimpin bangsa harus memainkan peran yang kuat untuk memastikan bahwa semua generasi mendapatkan layanan berkualitas, tanpa memandang status sosial dan ekonomi.
Dia menilai, hal tersebut bukanlah tugas yang mudah, dan memerlukan koordinasi yang kompleks untuk membangun ekosistem pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, campur tangan negara melalui regulasi menjadi sangat penting.
“(Supaya terwujud) ini memerlukan sebuah orkestra yang luar biasa rumit ya, karena tidak mudah menghadirkan pendidikan berkualitas ketika ekosistemnya belum dibangun.” kata Mardani, dikutip melalui keterangan resminya pada Ahad, 12 Mei 2024.
Mardani kemudian merinci, sektor pendidikan di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai permasalahan serius. Mulai dari isu kesejahteraan guru, komersialisasi pendidikan, hingga kesenjangan antara pendapatan perguruan tinggi negeri dengan biaya operasional yang tinggi. Terlebih lagi, kenaikan signifikan dalam UKT menjadi beban tambahan bagi mahasiswa.
Lebih lanjut, dia juga menekankan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Ini mengimplikasikan bahwa negara, melalui pemimpinnya, harus bertindak secara aktif untuk mengelola sektor pendidikan secara adil.
Meskipun demikian, Mardani juga menyadari bahwa tugas tersebut tidaklah mudah. Oleh karena itu, dia menyoroti pentingnya memiliki pemimpin di bidang pendidikan yang berani dan mandiri untuk menghadapi tantangan tersebut.
“Maka perlu kita memiliki Menteri Pendidikan yang menjadi manusia merdeka dan berani mendobrak. Pada saat yang sama, mampu mengorkestrasi agar semua (pemangku kepentingan) mampu terlibat dan dilibatkan,” kata Mardani.
<!--more-->
Hetifah Sjaifudian: Tidak logis dan tidak relevan
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian pun buka suara. Dikutip dari Tempo, ia mengaku prihatin terhadap kondisi yang menimpa mahasiswa di beberapa kampus tersebut. Ia menegaskan bahwa perguruan tinggi tidak selayaknya berdagang mencari untung dengan mahasiswa untuk pembangunan kampus.
Hetifah menyadari, kenaikan UKT yang tinggi ini dimungkinkan karena adanya status PTNBH, di mana pihak Universitas memiliki kewenangan mutlak untuk menetukan arah kebijakan PTN tanpa intervensi dari luar, termasuk kemandirian otonomi di bidang akademik maupun non akademik.
“Kita tahu sendiri kondisi penghasilan rata-rata masyarakat Indonesia saat ini seperti apa, peningkatan UKT 3 hingga 5 kali lipat sungguh tidak logis dan tidak relevan," kata politikus Golkar ini dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Selasa, 7 Mei 2024.
Meskipun demikian, menurut Hetifah, seharusnya PTN dapat memanfaatkan status PTNBH sebijak mungkin untuk meningkatkan reputasi maupun kualitas baik secara institusi maupun lulusan mahasiswa.
Ia menyayangkan apa yang telah terjadi, PTNBH memang diberikan keleluasaan untuk untuk mencari dana tambahan dari pihak swasta guna menjalankan aktivitas kampus atau Pembangunan infrastruktur lainnya. Namun, tegasnya, bukan berarti pihak Universitas bisa sewenang-wenang untuk menaikkan UKT mahasiswa yang sifatnya justru memberatkan.
Oleh karenanya, Hetifah mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap otonomi PTNBH terkait jenis-jenis pendapatan terutama dari bidang akademik/pendidikan. Tujuannya adalah agar ada standar minimum dan maksimum nominal UKT, sehingga kebijakan yang diterapkan oleh pihak kampus tidak memberatkan mahasiswa.
Adapun beberapa kampus yang tergolong PTNBH menerapkan kenaikan UKT di antaranya adalah Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed), dan yang kemudian mendapat reaksi hingga rektor melaporkan mahasiswa ke polisi terjadi di Universitas Riau (Unri).
Dilansir dari laman resmi dpr.go.id, berbagai upaya telah dilakukan oleh mahasiswa di sejumlah kampus tersebut untuk melunasi biaya UKT yang harus mereka bayar, misalnya dengan mencari beasiswa, menggadaikan barang-barang berharga, hingga menggunakan opsi yang berisiko yakni dengan berutang.
Masalah ini sempat ramai dan viral di media sosial dikarenakan salah satu institusi perguruan tinggi, yaitu ITB, memfasilitasi penawaran penggunaan pinjaman online secara resmi menggunakan situs kampus. Pinjaman online ini dianggap merugikan bagi sebagian mahasiswa dikarenakan tingkat bunga yang ditawarkan cukup tinggi, hingga 20 persen.
ADINDA JASMINE PRASETYO | NI MADE SUKMASARI | MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Politikus PKS Soroti Komitmen Konstitusi dalam Mengatasi Masalah Pendidikan