3 Prediksi Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024, Pakar: Akan Ada Kejutan

Selasa, 9 April 2024 12:57 WIB

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres) atau sengketa Pilpres 2024 pada Jumat, 5 April 2024 lalu. Putusan MK soal sengketa Pilpres 2024 rencananya bakal dibacakan pada Senin, 22 April 2024 mendatang. Bagaimana prediksi putusan MK tersebut?

Berpeluang memutuskan PSU

Pakar Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mengatakan, MK berpeluang memutuskan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024.

"Kalau dari proses persidangan, peluang untuk putusan itu mengarah pada PSU terkait dengan pergerakan distribusi bansos (bantuan sosial) yang menyasar titik-titik suara pasangan calon (paslon) lawan gitu," kata Titi saat dihubungi Tempo pada Senin, 8 April 2024.

Dia meyakini, MK tidak hanya berfokus pada 'angka-angka' perolehan suara pada PHPU Pilpres kali ini. Menurut Titi, ini sudah terkonfirmasi dengan pemanggilang empat menteri Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada sidang Jumat lalu, 5 April 2024.

Pada sidang terakhir, MK menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Advertising
Advertising

Selain itu, MK juga menghadirkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu alias DKPP dalam sidang terakhir itu.

"Tinggal apakah MK melihat relevansi antara bansos dengan politisasi perangkat desa dan biokrasi, untuk kemudian memerintahkan pemungutan suara ulang di titik-titik yang terdampak," ujar Titi.

Soal diskualifikasi Prabowo-Gibran

Titi memperkirakan MK tidak akan mendiskualifikasi paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Dosen Hukum Tata Negara UI ini juga menyinggung soal salah satu petitum atau permohonan dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran.

"Kalau sampai diskualifikasi sih, saya meragukan MK akan sampai pada konklusi itu," ujar Titi.

Dia lalu menjelaskan mengapa kecil kemungkinan MK akan mendiskualifikasi paslon nomor urut 02 itu.

Pertama, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama mempermasalahkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres dan cawapres. Padahal, MK menjadi bagian dari putusan tersebut.

"Jadi, tidak mungkin MK menggunakan PHPU dengan menempatkan Putusan 90 sebagai suatu pelanggaran," tutur Titi.

Kedua, kata dia, keabsahan pencalonan Gibran akibat pelanggaran etik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut Titi, bobot kesalahan ada pada KPU. Jika belajar dari perselisihan hasil Pilkada, MK tidak pernah mendiskualifikasi calon akibat pelanggaran yang dilakukan KPU.

"Saya meyakini akan ada kejutan dari Putusan MK. Sesuatu yang akan berkontribusi bagi perbaikan pemilu Indonesia, terdekat setidaknya menjadi pembelajaran untuk Pilkada 2024," ujar Titi.

Menurutnya, MK kemungkinan akan memerintahkan proses verifikasi ulang. Namun, putusan ini jika calon yang dirugikan mendapatkan perlakuan diskriminatif dari KPU, sehingga tidak diverifikasi secara adil.

Selanjutnya: Kejutan putusan MK

Berita terkait

Dede Yusuf Ungkap Alasan Enggan Maju Pilkada 2024

38 menit lalu

Dede Yusuf Ungkap Alasan Enggan Maju Pilkada 2024

Politikus Partai Demokrat Dede Yusuf lebih memilih menjadi anggota DPR RI dibanding maju Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

9 jam lalu

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

Wahiduddin Adams meminta hakim MK tak takut jika perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, benar-benar disahkan DPR.

Baca Selengkapnya

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

10 jam lalu

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

Palguna heran mengapa setiap revisi UU MK yang dipermasalahkan adalah persoalan yang tak ada relevansinya dengan penguatan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan merdeka.

Baca Selengkapnya

Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur, PDIP Singgung KPU Tak Konsisten

12 jam lalu

Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur, PDIP Singgung KPU Tak Konsisten

PDIP menyoroti pernyataan terbaru KPU tentang caleg terpilih yang ingin maju pilkada harus mundur.

Baca Selengkapnya

KPU Kota Depok Pastikan Tak Ada Paslon Wali Kota Jalur Independen di Pilkada 2024

14 jam lalu

KPU Kota Depok Pastikan Tak Ada Paslon Wali Kota Jalur Independen di Pilkada 2024

KPU Kota Depok mengungkap alasan tidak ada paslon wali kota dari jalur independen atau perseorangan di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

15 jam lalu

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

Revisi UU MK tak hanya menjadi ancaman bagi independensi lembaga peradilan, namun ancaman yang sangat serius bagi Indonesia sebagai negara hukum.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

15 jam lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

17 jam lalu

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

MK hanya membolehkan para pihak menghadirkan lima orang saksi dan satu ahli dalam sidang sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Profil Juri Ardiantoro, dari Bekas Ketua KPU Kini Jadi Stafsus Jokowi

18 jam lalu

Profil Juri Ardiantoro, dari Bekas Ketua KPU Kini Jadi Stafsus Jokowi

Simak profil Juri Ardiantoro di sini.

Baca Selengkapnya

Suap demi Predikat WTP dari BPK

18 jam lalu

Suap demi Predikat WTP dari BPK

Suap demi mendapatkan predikat WTP dari BPK masih terus terjadi. Praktik lancung itu dinilai terjadi karena kewenangan besar milik BPK.

Baca Selengkapnya