Pesimis Harun Masiku Tertangkap, MAKI: Sidangkan In Absentia Saja
Reporter
Ade Ridwan Yandwiputra
Editor
Febriyan
Selasa, 2 Januari 2024 19:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyidangkan kasus Harun Masiku secara in absentia atau dengan ketidakhadiran terdakwa. Sebab, sampai saat ini politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu tak jelas keberadaannya.
"Saya minta KPK untuk menyidangkan in absentia saja, sebab belum tentu enam bulan kedepan tertangkap, sementara kepemimpinan KPK ini tinggal satu tahun kurang," kata Boyamin dikonfirmasi Tempo, Selasa 2 Januari 2024.
Boyamin mengatakan, dengan dilakukannya sidang in absentia, maka kepemimpinan KPK periode 2019-2024 saat ini tidak memiliki pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.
"Kalau disidangkan in absentia lebih bagus karena biar posisi pimpinan KPK yang sekarang tidak mengambang, tidak menjadi pr, maka tuntas perkara Harun Masiku," kata Boyamin.
Namun begitu, Boyamin mempersilahkan KPK jika ingin terus mencari dan menangkap tersangka kasus suap terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan itu. Tapi menurut keyakinannya, peluang tertangkapnya tersangka kasus suap itu hanya 30 persen.
"Peluang tertangkapnya menurut saya kecil sih, hanya maksimal 30 persen, sehingga 70 persen tidak akan tertangkap," kata Boyamin.
Harun Masiku meninggal?
Boyamin pesimis karena KPK selalu memberikan pernyataan mengambang ketika ditanya soal upaya penangkapan Harun. Ditambah lagi, ia mengklaim telah mendapatkan informasi kalau tersangka suap itu sudah meninggal dunia.
"Ada orang yang menyampaikan ke saya bahwa dia (Harun Masiku) sudah meninggal, tapi memang saya belum punya buktinya," kata Boyamin.
Apalagi, kata Boyamin, Harun bukanlah orang yang memiliki uang banyak sehingga mampu bersembunyi berlama-lama. Jika tidak ada kabar sampai saat ini, dia menduga Harun telah meninggal.
"Kalau dia masih hidup mestinya gampang ketangkep. Dengan tidak tertangkapnya hingga saat ini maka menurut saya dia sudah meninggal," kata Boyamin.
Selanjutnya, simpang siur keberadaan Harun
<!--more-->
Harun Masiku menghilang sejak KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus suap terhadap Wahyu Setiawan pada 8 Januari 2020 silam. Saat itu dia diisukan kabur ke luar negeri.
Penelusuran Tempo mengungkap Harun memang ke Singapura pada Senin, 6 Januari 2020. Namun Harun hanya sehari di Negeri Singa itu. Pada Selasa sore, 7 Januari, dia sudah berada di Tanah Air. Dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, tersangka korupsi itu langsung menuju apartemennya, Thamrin Residence.
Paginya, Rabu, 8 Januari 2020, pegawai hotel melihat Harun keluar dari lift apartemen sambil menggeret satu koper. Artinya, saat OTT oleh KPK, dia tak berada di luar negeri. Tetapi temuan Tempo getol dibantah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum) yang dipimpin politikus PDIP, Yasona Laolly. Belakangan mereka mengakui Harun sudah pulang ke Indonesia. Imigrasi beralasan ada kesalahan sistem di bandara sehingga tak terlacak. KPK pun memasukkan nama Harun Masiksu sebagai buronan sejak 29 Januari 2020.
Kasus korupsi ini bermula ketika calon legislator atau caleg PDIP dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal pada 2019. Nazarudin merupakan caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak di Dapil itu. Sesuai Undang-undang Pemilu, pengganti caleg meninggal adalah caleg peraih suara terbanyak berikutnya, yakni Riezky Aprilia.
Namun PDIP meminta KPU menggantinya dengan calon pilihan partai yakni Harun Masiku, peraih suara urutan kelima. Untuk memuluskannya, kader banteng itu melobi Wahyu Setiawan. Meski permohonan itu berakhir kandas pada 7 Januari 2020, uang kepada Wahyu telah dicairkan. Setelah memastikan adanya aliran uang, KPK bergegas menggulung Wahyu dan sejumlah orang lainnya.