KPA Desak Pemerintah Stop Tindakan Represif Polisi di Seruyan
Reporter
Han Revanda Putra
Editor
Linda novi trianita
Minggu, 8 Oktober 2023 15:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menuntut tindakan represif aparat kepolisian terhadap warga Bengkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, segera dihentikan. "Peristiwa Seruyan menandakan Pemerintahan Jokowi tidak bergeming untuk mengubah pola-pola penanganan aparat di wilayah konflik agraria yang selalu menggunakan pendekatan represif dan intimidatif," ujar Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal KPA, dalam keterangan tertulis, Ahad, 8 Oktober 2023.
KPA mencatat sedikitnya 20 orang warga mengalami kriminalisasi dan tiga orang tertembak, dua di antaranya kritis serta satu orang tewas di tempat. Gijik (35), warga Bangkal, merupakan korban yang tewas akibat peluru tajam.
Peristiwa itu terjadi saat warga Bangkal melangsungkan aksi damai untuk menuntut tanah plasma mereka dari PT Hamparan Masawit Bangun Persada I atau PT HMBP I, Sabtu, 7 Oktober 2023. PT HMBP I merupakan perusahaan perkebunan sawit di bawah Best Group Agro International milik keluarga Tjajadi. KPA menyebut perusahaan itu telah membuka bisnis perkebunan mereka di atas tanah warga sejak 2006.
Sejak September 2023, warga Bangkal, Terawan dan Tabiku melakukan aksi protes kembali di areal yang telah diklaim oleh perkebunan PT HMBP I dengan melakukan blokade jalan. Aparat kepolisian menembakkan gas air mata saat ibu-ibu dan warga Bangkal mendekati pabrik sawit, Sabtu, 16 September 2023. Selanjutnya, warga melakukan pertemuan dengan pihak pemerintah dan perusahaan, Rabu, 3 Oktober 2023. Namun, PT HMBP I menolak tuntutan warga.
KPA mencatat selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, sudah ada 69 korban tewas di wilayah konflik agraria. "Peristiwa yang terjadi di Seruyan ini semakin menambah daftar panjang korban tewas di wilayah konflik agraria," ujar Dewi.
Masalah itu, kata dia, merupakan akibat penanganan yang bersifat bussiness as usual dan represif. "Tak heran, warga mengalami krisis berlapis, sebagai korban konflik agraria, juga korban brutalitas aparat dan perusahaan karena menuntut hak atas tanah," ujar dia.
Padahal, Dewi mengatakan aksi protes warga Seruyan bukanlah tanpa dasar, terlebih di-stigmatisasi sebagai tindakan kriminal. "Institusi kepolisian selalu mengedepankan cara-cara kekerasan, terus-menerus abai untuk memahami konflik agraria struktural," ujar dia.
Inilah sembilan desakan KPA ihwal konflik di Seruyan:
1. Kapolres Seruyan, segera bebaskan seluruh warga yang masih dikriminalisasi saat melakukan aksi damai untuk menuntut hak atas tanah mereka kepada PT HMBP I.
2. Kapolda Kalimantan Tengah, segera tarik mundur aparat kepolisian dari wilayah konflik, usut tuntas dan tindak tegas aparat yang melakukan tindakan brutalitas dalam penanganan konflik agraria Seruyan.
3. Kapolri, harus bertanggung-jawab penuh atas jatuhnya korban warga, dengan evaluasi menyeluruh prosedural dan bentuk penanganan represif aparat kepolisian di Seruyan, dan di berbagai wilayah konflik agraria lainnya yang telah banyak menyebabkan korban jiwa, sekaligus mencopot kapolsek, kapolres dan/atau kapolda yang berada di belakang kekerasan penanganan konflik agraria.
4. Gubernur Kalimantan Tengah harus bertanggung jawab atas sebab-akibat konflik agraria yang berujung pada korban jiwa di Seruyan dengan segera membentuk Tim Penyelesaian Konflik Agraria dengan pelibatan masyarakat setempat, organisasi masyarakat sipil dan pemuka agama.
5. Ketua Komnas HAM bersama Komnas Perempuan, segera melakukan investigasi terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan PT. HBMP dan aparat keamanan dalam penanganan konflik agraria di Seruyan.
6. Menteri ATR/BPN harus bertanggung-jawab, penuhi hak rakyat Seruyan atas tanah, segera mengevaluasi serta mencabut HGU PT. HBMP I dan PT HBMP II, serta seluruh HGU perusahaan perkebunan yang telah menyebabkan konflik agraria, perampasan tanah masyarakat dan korban jiwa di berbagai wilayah.
7. Presiden memastikan seluruh jajarannya untuk segera menghentikan proses-proses perampasan tanah rakyat atas nama investasi dan bisnis sawit, menghentikan penanganan polisi yang represif, dan segera menyelesaikan konflik agraria di Seruyan sebagai upaya pemulihan hak-hak rakyat atas tanah.
8. Presiden segera memastikan seluruh menteri terkait untuk mengevaluasi sistem dan kebijakan perkebunan inti-plasma yang tidak adil, korup dan telah berdiri di atas tanah-tanah masyarakat, memasukan desa-desa dan kampung-kampung ke dalam konsesi HGU perusahaan perkebunan.
9. Presiden, jalankan Reforma Agraria Sejati di wilayah-wilayah konflik agraria struktural yang berpuluh tahun diklaim secara illegal dan manipulatif oleh perusahaan perkebunan swasta maupun negara, kembalikan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pilihan Editor: PilNet Kutuk Tindakan Polisi Tembaki Warga Bangkal Kalteng, 1 Korban Jiwa dan 2 Luka Berat