Kuasa Hukum Ketum DEIT Bantah Klaim Mertua Dito Ariotedjo Soal Sengketa Tanah
Reporter
M Julnis Firmansyah
Editor
Febriyan
Minggu, 20 Agustus 2023 14:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Annar Salahuddin Sampetoding, Yoel Bello, membantah pernyataan pihak mertua Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo, Fuad Hasan Masyhur, soal polemik jual beli tanah di jalan samping Tol Reformasi Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Akibat polemik jual beli tanah ini, Fuad dituding memiliki utang kepada Annar hingga Rp105 miliar lebih.
Yoel membantah pernyataannya Fuad bahwa tanah tersebut masih terlibat sengketa antara Annar dan saudara nya sesama ahli waris dari SR Sampetoding. Yoel menyebut klaim tersebut tidak valid karena saat ini objek tanah tersebut sudah tidak ada lagi permasalahan dan tak ada hubungan hukum lagi dengan ahli waris SR Sampetoding.
"Tanah itu jelas di bawah penguasaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) saat itu dan telah dilelang sesuai prosedur, dan sejak 28 Februari 2003 menjadi milk Annar S. Sampetoding hingga dilakukannya PPJB dengan Mertua Menpora Dito ditahun 2016," kata Yoel dalam keterangannya, Ahad, 20 Agustus 2023.
Kronologi Kepemilikan SHM 15
Yoel menyampaikan kronologi tanah tersebut bisa menjadi milik kliennya. Dia menyatakan, awalnya Sertifikat Hak Milik Nomor 15/Kalukubodoa atas nama SR Sampetoding dijaminkan pada Bank Eksim Indonesia sebanyak tiga kali, yakni pada tahun pada 14 Juli 1984, 8 Januari 1986, dan 24 Oktober 1986. Lalu pada tahun 1988, SHM tersebut sudah dilakukan penghapusan hipotik atau agunan pada Bank Eksim. SR Sampetong meninggal satu tahun setelah penghapusan hipotik tersebut.
Yoel mengatakan SHM 15 itu kemudian menjadi jaminan utang ke PT MIlleniim Danatama Sekuritas. Perusahaan itu kemudian mengalihkan aset serta piutangnya kepada seseorang bernama John Biliater. Yoel menyebut kliennya membeli SHM 15 dari John senilai Rp2,5 miliar pada 28 Februari 2003.
"Seluruh proses itu di bawah kendali BPPN sebagai lembaga yang berwenang saat itu,” kata Yoel.
Yoel menyebut kliennya yang merupakan Ketua Umum Dewan Ekonomi Indonesia Timur (DEIT) melakukan balik nama SHM ke Kantor Pertanahan Kota Makassar pada tahun 2008. Enam tahun berselang, Annar melakukan akad jual beli lima obyek tanah SHM/15, SHM/20526, SHM/1071, SHM/1099, dan SHM/1310 dengan Fuad Hasan Masyhur.
Hal tersebut, menurut dia, tercatat dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli Tanah (PPJB) Nomor 38 tahun 2016 yang dibuat oleh Notaris Abdul Rajab Rahman. Setahun berselang, Yoel menyebut Fuad melakukan balik nama pada lima SHM tersebut.
Balik nama itu, menurut dia, dilakukan saat termin cicilan keempat sebesar Rp 30 miliar dan kelima sebesar Rp 26,7 miliar belum dibayarkan. Sejak balik nama dilakukan hingga saat ini, Yoel menyatakan Fuad belum menyelesaikan cicilan termin keempat dan kelima tersebut.
Berdasarkan perhitungan mereka, Fuad Hasan Masyhur harus membayar Rp 105 miliar. Nilai itu berdasarkan sisa cicilan termin keempat dan kelima plus denda.
"Dan PPJB tidak ada sangkut paut lagi dengan ahli waris seperti yang disampaikan pleh kuasa Hukum Mertua Menpora Fuad beberapa hari yang lalu. Hal ini jadi lucu dan memalukan," kata Yoel.
Lebih lanjut, Yoel menyatakan akan mempelajari untuk melaporkan kuasa hukum Fuad yang menyatakan Annar sebagai tersangka kasus pemalsuan. Menurut dia pernyataan itu tendensius.
Yoel mengakui jika kliennya menerima uang Rp 2 miliar dari Fuad saat terjerat kasus di Kantor Kepolisian Kota Makassar soal sengketa tanah tersebut. Saat itu Annar dan Fuad membuat perjanjian jika kasus di kepolisian sudah SP3, maka proses pembayaran cicilan termin tanah akan dilanjutkan.
"Memang ada dibuat akta pernyataan (sebelum kasus SP3, cicilan tak dibayar ), tapi tidak serta merta menghapus atau melunasi sisa utang Fuad ke Klien kami. Hingga klien kami sudah di SP3 karena dituduh penggelapan dan pemalsuan kasus lahan tersebut, dan telah Praperadilankan SP3 tersebut sampai hari ini belum ada pembayaran sisa utang tersebut," kata Yoel.
Selanjutnya, cerita versi Fuad Hasan Masyhur