Kata Moeldoko dan Menkes Budi Gunadi soal Ramainya Penolakan UU Kesehatan
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Sabtu, 15 Juli 2023 16:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna yang digelar pada Selasa, 11 Juli 2023. Dalam Rapat Paripurna pengesahan RUU Kesehatan tidak semua fraksi di DPR setuju. Ada dua fraksi yang menyatakan menolak rancangan tersebut. Kedua fraksi itu adalah Partai Demokrat dan PKS.
"Dua fraksi. Fraksi Demokrat dan PKS menyatakan menolak," kata Ketua DPR Puan Maharani yang memimpin sidang. Sedangkan Fraksi NasDem menyatakan setuju namun dengan catatan. Adapun fraksi lain yang menyetujui tanpa catatan rancangan omnibus law kesehatan ini adalah Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP.
Pengesahan RUU Kesehatan juga diwarnai dengan aksi unjuk rasa yang digelar di luar Gedung DPR. Beberapa organisasi profesi kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia atau IDI dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia menyatakan penolakan terhadap rancangan tersebut. Pengesahan RUU Kesehatan bahkan dibayangi penolakan dan ancaman mogok dari para tenaga kesehatan.
Moeldoko: yang tidak setuju malah tidak datang ke KSP
Menanggapi hal tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjelaskan dirinya sama sekali tidak mendapat aspirasi penolakan pengesahan Undang-Undang Kesehatan (UU Kesehatan) sebelum disahkan DPR. Pengesahan itu mendapat berbagai penolakan hingga ancaman aksi mogok oleh para dokter.
Namun, Moeldoko menyebut pihaknya tidak mendapat laporan penolakan tersebut.
"Yang tidak setuju malah tidak datang ke KSP, justru yang setuju dari berbagai tempat ada dua gelombang, malah yang datang ke KSP itu memberikan dukungan penuh untuk segera diundangkan," ujar Moeldoko di kawasan Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat, 14 Juli 2023.<!--more-->
Moeldoko maklum UU Kesehatan dapat penolakan
Meski tidak pernah mendapat laporan adanya pihak yang tidak setuju dengan RUU Kesehatan, Moeldoko maklum jika aturan tersebut mendapat penolakan. Menurut dia, penolakan serupa juga terjadi pada berbagai RUU yang diajukan pemerintah ke DPR. Untuk RUU Kesehatan, Moeldoko yakin tidak semua dokter menolak aturan tersebut.
"Menurut saya sudah, ini bagian dari keputusan politik DPR, jalani dulu. Nanti ada persoalan di mana persoalannya, baru akan ketahuan. Nanti mungkin ada hal-hal yang perlu dilihat kembali atau di aturan-aturan di bawahnya yang akan menyesuaikan, tinggal begitu," kata Moeldoko.
Menkes Budi hargai perbedaan pendapat
Di sisi lain, Menteri Kesehatan atau Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan menghargai perbedaan pendapat atas penolakan tersebut.
"Saya rasa di alam demokrasi ini teman-teman, saya sangat menghargai perbedaan pendapat, diskursus itu adalah hadiah dari kriocsis keuangan tahun 1998," ujar dia seusai pengesahan RUU Kesehatan di DPR, Selasa, 11 Juli 2023.
Budi memaklumi adanya perbedaan pendapat atas pengesahan beleid baru tersebut. Namun ia berharap hal itu disampaikan dengan cara yang sehat.
"Kita sama-sama mesti sadari adalah berbeda pendapat itu wajar sampaiakanlah dengan cara yang sehat," ucapnya.<!--more-->
Menkes terbuka dengan segala masukan
Menkes mengatakan ia akan terbuka dengan segala masukan dan menyiapkan diri kapan pun untuk menerima masukan itu. "WA (WhatsApp) akan saya balas," kata dia. Meski demikian, proses memberi dan menerima masukan itu tentu tetap akan ada perbedaan-perbedaan.
Sebab, kata dia, masing-masing punya argumentasi yang berbeda-beda. "Saya welcome untuk dilakukan check and balances, argumen mana yang paling tepat," kata dia.
Adapun untuk media, Budi berharap bisa memberikan informasi yang benar kepada masyarakat.
Provokasi dan fakta sesat sebelum RUU Kesehatan disahkan
Sehari sebelum RUU itu disahkan menjadi UU Kesehatan, juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyesalkan sikap sejumlah Guru Besar Ilmu Kedokteran dari universitas ternama yang mengkritisi RUU Kesehatan hanya berdasarkan provokasi dan fakta sesat yang dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu.
“Kami menyesalkan para guru besar tersebut tidak membaca dan tidak tabayun mencari fakta sebenarnya terkait RUU Kesehatan,” kata dia.<!--more-->
Menurut Syahril penolakan terhadap RUU Kesehatan hanya didasarkan pada kabar bohong yang beredar di WhatsApp (WA) Group serta provokasi dari pihak-pihak tertentu. Padahal RUU Kesehatan, kata dia, disusun untuk membuat masyarakat lebih mudah mengakses dokter dan mendapatkan pengobatan dan layanan kesehatan yang murah.
Sebagai contoh, tutur dia, salah satu isu yang dihembuskan para guru besar terkait terminologi dan waktu aborsi. "Padahal masalah aborsi sudah diatur dalam UU KUHP yang baru dan RUU Kesehatan hanya mengikuti apa yang sudah ada di UU KUHP agar tidak bertentangan. Isu lain yang salah kaprah terkait kebijakan genomik," katanya.
Syahril berujar pengobatan presisi secara genomik sudah umum di negara lain. Bahkan Indonesia sudah jauh ketinggalan.
"Malaysia dan Thailand sudah memulainya lebih dari lima tahun lalu. Kenapa guru besar ini keberatan dengan ilmu baru ini?” kata dia.
M JULNIS FIRMANSYAH | TIKA AYU
Pilihan Editor: Sederet Temuan PPATK dalam Kasus Panji Gumilang: Punya 256 Rekening hingga Transaksi RP 15 Triliun Lebih