Perbedaan Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka dalam Pemilu

Reporter

Tempo.co

Senin, 29 Mei 2023 18:21 WIB

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan), Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetimpo (tengah), dan Ketua KPU Hasyim Asy'ari (kiri) saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 11 Januari 2023. Rapat tersebut membahas terkait tahapan Pemilu serentak 2024, dan isu-isu aktual seperti sistem Pemilu Proporsional Tertutup. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) disebut akan menyetujui gugatan uji materi (judicial review) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang digadang-gadang bakal menerapkan sistem proporsional tertutup. Terlepas dari pro kontra yang berkembang, apa saja perbedaan sistem proporsional tertutup dan terbuka?

Perbedaan Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka

Dirangkum dari buku Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD RI 1945 dan Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021, perbedaan yang dapat dilihat dari sistem proporsional tertutup dan sistem proporsional terbuka adalah sebagai berikut.

1. Sistem Proporsional Tertutup

- Surat suara hanya menampilkan logo partai tanpa daftar nama calon legislatif (caleg).

- Calon anggota parlemen ditentukan oleh internal partai politik (parpol) dan disusun berdasarkan nomor urut.

- Calon anggota lembaga legislatif ditentukan oleh nomor urut. Sehingga, ketika sebuah parpol mengajukan enam orang, tetapi meraih dua suara, maka dua orang di urutan pertama yang akan mendapatkan kursi.

2. Sistem Proporsional Terbuka

Advertising
Advertising

- Surat suara memuat data lengkap tiap caleg meliputi logo parpol, nama kader, foto, dan nomor urut.

- Pemilih dapat mencoblos atau mencoret kertas (sesuai petunjuk teknis Pemilu masing-masing negara) pada kotak yang berisi nama caleg.

- Penetapan pemilih dihitung dari suara terbanyak meskipun tidak berada di nomor urut tertinggi.

Mana yang Lebih Baik?

Dilansir dari laman electoral-reform.org, secara legitimasi prinsip demokrasi, sistem proporsional terbuka dinilai lebih unggul. Pasalnya, rakyat memiliki hak memilih atas setiap individu yang pantas untuk menduduki kursi di lembaga legislatif. Sementara sistem proporsional tertutup menekankan pada penentuan nama bakal caleg sesuai keputusan pimpinan atau keanggotaan partai politik.

Sistem proporsional tertutup juga dikhawatirkan menjadi sarana balas dendam untuk mempersulit lawan internal. Namun beberapa pihak yang pro terhadap sistem tersebut mengklaim bahwa mekanisme pemilihan umum tertutup lebih praktis dan pemilih dianggap tidak begitu peduli dengan daftar kandidat.

Dikutip dari situs mkri.id, perwakilan kuasa hukum dari tiga kader Partai Golongan Karya (Golkar) Martinus Anthon Werimon, Derek Loupatty, dan Achamd Taufan Soedirjo, yaitu Heru Widodo menegaskan bahwa pihaknya menolak keinginan MK untuk membatalkan sistem proporsional terbuka. Alasan keberatan karena sistem yang berlaku sekarang lahir dari evaluasi atas reformasi 1998.

Lebih lanjut, Heru penerapan sistem proporsional terbuka merupakan hasil transisi dari kelemahan-kelemahan sistem proporsional tertutup. Beberapa kekurangannya ialah menutup partisipasi publik sehingga sering menimbulkan kekecewaan. Selain itu, membuat komunikasi politik tidak berjalan adil karena kemudahan untuk memprediksi kandidat yang akan menang,

Sebaliknya, menurut Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, selama Pemilu sistem proporsional terbuka telah menampilkan sejumlah sisi gelap. Sistem tersebut justru disebut mampu menghilangkan jarak antara pemilih dengan kandidat wakil rakyat. Karena partai politik tidak lagi fokus mengejar fungsi asasi sebagai distributor pendidikan dan partisipasi politik yang benar.

Dengan sistem proporsional terbuka, Yusril menyebut bahwa kandidat-kandidat yang diusung hanya berkonsentrasi untuk mendulang suara terbanyak. Partai tidak lagi membina kader muda untuk serius membawa ideologi partai dalam jangka panjang. Namun mereka hanya ingin mencari jalan pintas dengan memburu caleg populer.

“Kader-kader terbaik yang punya kapasitas untuk bekerja, tapi tidak begitu populer, perlahan akan tersingkir dari lingkaran partai dan diganti oleh figur-figur terkenal yang terkadang belum tentu bisa bekerja dengan baik”, kata Yusril di Ruang Sidang Pleno MK pada Rabu (08/02/2023).

Pilihan editor: Pemilu 2024, Mahfud Md Pastikan Putusan MK Tak Akan Banyak Mengubah Teknis Administratif

MELYNDA DWI PUSPITA

Berita terkait

PAN Cabut Gugatan Sengketa Pileg dengan PPP di MK

18 jam lalu

PAN Cabut Gugatan Sengketa Pileg dengan PPP di MK

Keputusan PAN mencabut gugatan PHPU pileg dengan PPP di MK. Diketahui, permohonan tersebut telah ditandatangani Ketum PAN Zulkifli Hasan.

Baca Selengkapnya

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

18 jam lalu

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

Hakim MK menegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena meminta izin meninggalkan sidang, padahal sidang baru dimulai kurang dari 30 menit.

Baca Selengkapnya

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

20 jam lalu

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

Komisioner KPU Idham Holik angkat bicara usai Hakim MK Arief hidayat marah lantaran tak ada satu pun komisoner yang hadir di sidang sengketa pileg

Baca Selengkapnya

PSI Tuding Suaranya di Dapil Nias Selatan 5 untuk Kursi DPRD Berpindah ke Gerindra

20 jam lalu

PSI Tuding Suaranya di Dapil Nias Selatan 5 untuk Kursi DPRD Berpindah ke Gerindra

PSI menduga suara partainya dalam pemilihan legislatif DPRD Nias Selatan, Sumatera Utara berpindah ke Partai Gerindra.

Baca Selengkapnya

Sidang Sengketa Pileg di MK: Ribuan Suara PPP dan PDIP Diklaim Berpindah ke Partai Lain

22 jam lalu

Sidang Sengketa Pileg di MK: Ribuan Suara PPP dan PDIP Diklaim Berpindah ke Partai Lain

PDIP dan PPP mengklaim ribuan suara pindah ke partai lain dalam sidang sengketa Pileg di MK hari ini.

Baca Selengkapnya

PDIP Gugat KPU di Pileg Kalsel, Klaim 15.690 Suara Beralih ke PAN

23 jam lalu

PDIP Gugat KPU di Pileg Kalsel, Klaim 15.690 Suara Beralih ke PAN

PDIP menggugat KPU karena dinilai keliru dalam menghitung suara PAN di gelaran Pileg Kalsel.

Baca Selengkapnya

Tim Hukum PDIP: Gugatan ke PTUN Bukan untuk Batalkan Pencalonan Gibran

1 hari lalu

Tim Hukum PDIP: Gugatan ke PTUN Bukan untuk Batalkan Pencalonan Gibran

Apa yang ingin dibuktikan PDIP di PTUN adalah apakah KPU terbukti melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Naik Pitam Komisioner KPU Absen di Sidang Pileg: Sejak Pilpres Enggak Serius

1 hari lalu

Hakim MK Naik Pitam Komisioner KPU Absen di Sidang Pileg: Sejak Pilpres Enggak Serius

Hakim MK Arief Hidayat menegur komisioner KPU yang tak hadir dalam sidang PHPU Pileg Panel III. Arief menilai KPU tak menganggap serius sidang itu.

Baca Selengkapnya

Pakar Hukum Tata Negara Anggap Gugatan PDIP di PTUN Sulit Dieksekusi

1 hari lalu

Pakar Hukum Tata Negara Anggap Gugatan PDIP di PTUN Sulit Dieksekusi

Charles pesimistis hakim PTUN bakal mengabulkan petitum PDIP untuk menganulir pencalonan Gibran Rakabuming Raka.

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

1 hari lalu

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

Aksi Hari Buruh Internasional pada Rabu kemarin menyoroti janji reforma agraria Presiden Jokowi. Selain itu, apa lagi?

Baca Selengkapnya