Bacakan Pleidoi, Irfan Widyanto: Semua Orang Tertipu oleh Ferdy Sambo
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 3 Februari 2023 17:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Irfan Widyanto, terdakwa perintangan penyidikan pembunuhan berencana Brigadir Yosua, mengatakan, bukan hanya dirinya, tetapi semua orang tertipu oleh Ferdy Sambo pada awal kasus ini mencuat.
Hal ini disampaikan oleh Irfan ketika membacakan pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 3 Februari 2023. Ia mengatakan baru kali ini ada peristiwa seperti ini yang melibatkan Polri. Bahkan, kata dia, petinggi Polri lain tidak ada yang mengetahui pada awalnya bagaimana peristiwa ini terjadi.
“Bahwa hanya Pak Ferdy Sambo lah yang mengetahui peristiwa yang sebenarnya terjadi. Semua orang tertipu oleh Bapak Ferdy Sambo. Atas dasar informasi yang sesat tersebut, kami semua ikut terjerumus dalam badai besar ini. Apakah ini salah kami?” kata Irfan Widyanto.
Baca juga: Irfan Widyanto Dituntut 1 Tahun Penjara karena Menyita CCTV Tanpa Prosedur yang Sah
Irfan mengatakan dirinya tidak bisa begitu saja membantah atau menolak perintah atasan karena adanya rantai komando di tubuh Polri. Ia menuturkan, dirinya hanya seorang Prajurit Bhayangkara yang menjalankan perintah yang dianggap benar, karena berasal dari pejabat Polri yang memiliki kewenangan yang sedang melaksanakan tugasnya, yakni Biro Paminal Divisi Propam Mabes Polri.
“Apakah saya bisa atau boleh menolak perintah atasan dalam hal ini Kombes Pol Agus Nurpatria ketika beliau sedang melaksanakan tugasnya, yang mana telah terjadi peristiwa yang melibatkan anggota Polri dan terjadi di rumah Pejabat Tinggi Mabes Polri yang masuk ke dalam lingkup kewenangannya?” kata Irfan.
Selanjutnya Irfan singgung Perpol Nomor 7...
<!--more-->
Irfan pun menyinggung Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, yang menyebut bawahan wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, agama, dan kesusilaan.
Ia pun mempertanyakan apakah perintah mengamankan DVR CCTV yang berada di pos pengamanan Kompleks Polri Duren Tiga untuk kepentingan penyelidikan Divisi Propam dan Polres Metro Jakarta Selatan sebagai perbuatan yang melanggar norma hukum.
“Sementara sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa Divisi Propam adalah sebagai garda terakhir penjaga Polri yang berarti setiap perbuatan atau perintah yang diberikan Propam tidak boleh salah,” kata dia.
Sehingga menurut pemahaman Irfan saat itu apa yang diperintahkan kepadanya adalah perintah yang benar. Menurutnya Kombes Agus Nurpatria saat itu sedang melaksanakan tugasnya selaku Kaden A Paminal dan tugas yang diberikan kepadanya masuk dalam lingkup kewenangannya.
“Oleh karenanya, saya tidak mungkin bisa atau berani menolak perintahnya karena saya pasti akan menjadi terperiksa oleh Biro Paminal Divisi Propam yang mana komandannya adalah KBP Agus, karena masuk ke dalam aturan Perpol 7 Tahun 2022, yang mana bawahan wajib melaksanakan perintah atasan,” kata Irfan.
Pada 27 Januari lalu, Irfan Widyanto dituntut jaksa penuntut umum satu tahun penjara dan denda Rp 20 juta subsider tiga bulan kurungan karena mengambil barang bukti DVR CCTV tanpa prosedur sesuai kewenangannya sebagai penyidik.
Irfan, yang saat itu menjabat Kasubnit I Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, turut menyisir dan mengganti DVR CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga tempat Yosua dibunuh. Rekaman DVR CCTV tersebut merupakan bukti penting keterlibatan Ferdy Sambo dan meruntuhkan skenario tembak-menembak yang disusun mantan Kepala Divisi Propam Polri tersebut.
Irfan Widyanto, yang merupakan penerima penghargaan Adhi Makayasa atau lulusan Akademi Kepolisian terbaik pada 2010, mengaku diperintah oleh Agus Nurpatria untuk mengamankan DVR CCTV. Namun ia mengatakan tidak mengetahui isi rekaman tersebut.
Baca juga: Deretan Tuntutan Jaksa ke Anak Buah Ferdy Sambo, Paling Lama 3 Tahun