Sidang Pembunuhan Brigadir Yosua, Kuasa Hukum Richard Eliezer Hadirkan Franz Magnis Suseno Sebagai Saksi Meringankan
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Febriyan
Senin, 26 Desember 2022 09:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua akan kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari ini, Senin, 26 Desember 2022. Pihak terdakwa Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E akan menghadirkan tiga saksi meringankan atau saksi a de charge.
Kuasa hukum Richard, Ronny Talapessy, menyatakan ketiga saksi meringankan itu adalah ahli. Satu diantaranya budayawan sekaligus Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara, Franz Magnis Suseno. Ronny tak menjelaskan identitas dua saksi lainnya.
"Ada 3 ahli yang akan kita hadirkan. Salah satunya Romo Magnis Suseno,” kata Ronny saat dihubungi, Ahad, 25 Desember 2022.
Pihak Ferdy Sambo sempat ragukan status Justice Collaborator Richard Eliezer
Dalam sidang sebelumnya, saksi ahli pidana yang dihadirkan pihak Ferdy Sambo meragukan status justice collaborator oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 22 Desember 2022, ahli hukum pidana Mahrus Ali menjadi saksi ahli meringankan terdakwa Ferdy Sambo. Awalnya, kuasa hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah menanyakan ahli pidana apakah ada klausul justice collaborator bisa digunakan pada Pasa 340 atau Pasal 338 tentang pembunuhan berencana.
Mahrus Ali mengatakan, menurut Pasal 28 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, justice collaborator hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu.
“Di situ dijelaskan pelakunya kan banyak jenis tindak pidananya. Cuma di situ ada klausul yang umum lagi, termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan,” kata Mahrus.
Menurutnya, sepanjang tidak ada keputusan maka jenis tindak pidana seperti pencucian uang, korupsi, narkotika, kekerasan seksual, perdagangan orang, kekerasan seksual, dan pembunuhan tidak masuk syarat penerima status JC.
"Dalam konteks ini, maka sepanjang tidak ada keputusan ya ikuti jenis tindak pidana itu, apa tadi pencucian uang, korupsi, narkotika kemudian apa lagi perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan tidak ada di situ," ujar Mahrus.
Selanjutnya, tanggapan LPSK
<!--more-->
Sementara itu menanggapi pernyataan saksi ahli, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtyas mengatakan pihaknya tetap pada keputusan Richard Eliezer adalah justice collaborator.
“Itu kan ahli yang meringankan Ferdy Sambo dan dihadirkan dari pihak Ferdy Sambo. Tentu keberpihakannya jelas kepada Ferdy Sambo,” kata Susilaningtyas saat dihubungi, Kamis, 22 Desember 2022.
Ia mengatakan peran Richard sebagai JC justru membuat terang pengungkapan kasus ini sehingga penegakan hukum pidana dapat berjalan. Menanggapi klaim saksi ahli, Susilaningtyas menegaskan pemberian JC kepada Richard Eliezer diatur dalam Undang-undang No 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Nah untuk jenis tindak pidana yang diatur di pasal tersebut adalah tindak pidana lainnya, yang saksi dan/atau korbannya mengalami ancaman yang membahayakan nyawanya, bisa disematkan status JC. Jadi sudah memenuhi syarat di Pasal 28 ayat (2) UU 31 Tahun 2014,” kata Wakil Ketua LPSK ini.
Dakwaan Jaksa dan jalannya persidangan
Richard Eliezer, merupakan satu dari lima terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022. Dalam dakwaan jaksa, Richard disebut menembak Yosua atas perintah Sambo yang juga ikut melakukan penembakan.
Rencana pembunuhan Yosua, menurut Jaksa, sudah diatur oleh Sambo sesaat sebelumnya di rumah pribadinya di Jalan Saguling 3, yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari Komplek Polri Duren Tiga. Sambo sempat memanggil Richard ke lantai tiga rumah dan memerintahkannya untuk menembak Yosua.
Sambo juga disebut sempat memberikan sekotak peluru kepada Richard untuk mengisi pistol Glock-17 yang dia pegang. Peristiwa itu, masih menurut dakwaan Jaksa, diketahui oleh istri Sambo, Putri Candrawathi.
Dalam sidang, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi membantah dakwaan jaksa. Sambo menyatakan tak pernah memerintahkan Richard untuk menembak Yosua ataupun ikut melepaskan tembakan. Dia mengaku hanya memerintahkan Richard untuk menghajar Yosua.
Sementara Putri Candrawathi membantah dirinya mengetahui rencana pembunuhan Brigadir Yosua itu. Dia menyatakan sedang berada di dalam kamar saat Sambo berbicara dengan Richard Eliezer.
Menurut pihak Sambo, kematian Yosua sendiri dilatar belakangi pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi saat berada di kediaman mereka di Magelang, Jawa Tengah, sehari sebelumnya. Putri mengaku dilecehkan Yosua namun memilih tak melaporkan peristiwa itu ke polisi. Putri pun baru menceritakan peristiwa itu kepada suaminya sesaat setelah mereka tiba di rumah Jalan Saguling 3.
Akan tetapi pernyataan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dianggap tak jujur dalam tes poligraf. Sementara Richard Eliezer disebut jujur dalam menceritakan peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua.