Kata Pemerintah soal Pembahasan RKUHP Dianggap Tak Libatkan Publik

Editor

Amirullah

Senin, 28 November 2022 07:25 WIB

Sejumlah aktivis membentangkan spanduk saat aksi jalan pagi bersama tolak RKUHP dalam Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 27 Noveber 2022. Aksi tersebut sempat dibubarkan oleh polisi. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Albert Aries, menyebut anggapan pembahasan RKUHP tidak melibatkan peran masyarakat adalah tidak benar. Ia berkata pembahasan RKUHP sudah melalui proses mendengarkan aspirasi masyarakat.

Aries berkata pasal-pasal yang terkandung di dalam RKUHP saat ini sudah mengakomodasi masukan dari masyarakat. Ia mencontohkan penghapusan kata "dapat" pada pasal pidana mati sebagai pidana khusus yang bersifat alternatif, dan reformulasi pidana penodaan agama yang sudah sudah disesuaikan dengan Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

"Bukankah itu adalah masukan dan aspirasi masyarakat dan aktivis," kata Aries melalui pesan tertulis pada Ahad, 27 November 2022.

Selain itu, Aries juga menyebut partisipasi yang bermakna dalam penyusunan undang-undang tidak dapat diartikan sebagai menerima penuh seluruh masukan. Ia menjelaskan pemerintah tentu punya pertimbangan dalam menetapkan pasal dalam RKUHP. "Apalagi memaksakan pendapat yang tentu bukan ciri dari demokrasi," ujar dia.

Baca juga: Demo Tolak RKUHP saat Car Free Day Diwarnai Ketegangan dengan Polisi

Advertising
Advertising

Menjawab tudingan pasal-pasal yang dinilai bermasalah, Aries menjelaskan pemerintah sudah melakukan pertimbangan secara matang. Ia mencontohkan pada Pasal Pidana Penyebaran Paham Komunisme, Marxisme, dan Leninisme, misalnya. Pasal tersebut dianggap sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang perubahan KUHP berkaitan dengan kejahatan keamanan negara.

"Pasal-pasal tersebut tidak pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dan punya pengecualian untuk kepentingan ilmu pengetahuan," ujar Aries.

Selanjutnya, soal Pasal 218 RKUHP tentang Penghinaan Presiden serta Pasal 218 RKUHP soal Penghinaan Lembaga Negara. Aries berkata kedua pasal tersebut sudah menerangkan dengan jelas batas antara kritik dan penghinaan. "Jadi, tentu sama sekali tidak membatasi ruang demokrasi masyarakat," kata dia.

Terakhir, kata Aries, pada penyesuaian sanksi pidana atas pelanggaran HAM berat dalam BAB Tindak Pidana Khusus di RKUHP. Ia berkata pemerintah telah menimbang secara objektif berdasarkan modified delphi method. "Selain itu hanya mengambil core crimes dari UU sektoralnya saja," ujar Aries.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Kemenkumham Buka Suara soal Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik di Tangsel

16 jam lalu

Kemenkumham Buka Suara soal Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik di Tangsel

Ibadah mahasiswa katolik Universitas Pamulang (UNPAM) di Kampung Poncol, Tangerang Selatan dibubarkan warga.

Baca Selengkapnya

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 sesuai Jadwal, Berikut Tahapan dan Jadwal Lengkapnya

17 jam lalu

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 sesuai Jadwal, Berikut Tahapan dan Jadwal Lengkapnya

Presiden Jokowi mengatakan tidak ada pengajuan dari pemerintah untuk percepatan Pilkada 2024. Berikut tahapan dan jadwal lengkap Pilkada serentak 2024

Baca Selengkapnya

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 Tetap Berlangsung pada November

20 jam lalu

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 Tetap Berlangsung pada November

Presiden Jokowi mengatakan tidak ada pengajuan dari pemerintah untuk percepatan Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Minta Pemerintah Benahi Pengawasan dan Sistem Distribusi KIP Kuliah

21 jam lalu

Anggota DPR Minta Pemerintah Benahi Pengawasan dan Sistem Distribusi KIP Kuliah

Sejumlah penerima KIP Kuliah sebelumnya ramai dibicarakan karena sudah dinilai tak layak menerima.

Baca Selengkapnya

KPK Masih Kumpulkan Alat Bukti Baru untuk Kembali Tetapkan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai Tersangka

22 jam lalu

KPK Masih Kumpulkan Alat Bukti Baru untuk Kembali Tetapkan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai Tersangka

Johanis Tanak mengatakan dalam penyidikan baru tersebut KPK akan mencari bukti untuk penetapan tersangka.

Baca Selengkapnya

RUU Penyadapan Masih Mandek di Tahap Perumusan oleh DPR

23 jam lalu

RUU Penyadapan Masih Mandek di Tahap Perumusan oleh DPR

Pengesahan RUU Penyadapan mandek meskipun sudah masuk dalam Prolegnas 2015-2019.

Baca Selengkapnya

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

1 hari lalu

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

KPK memanggil Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan Sekretariat Jenderal DPR RI Hiphi Hidupati dalam dugaan korupsi rumah dinas

Baca Selengkapnya

Pakar Hukum Sebut Prabowo Bisa Langgar UU Jika Tambah Kementerian

1 hari lalu

Pakar Hukum Sebut Prabowo Bisa Langgar UU Jika Tambah Kementerian

Rencan Prabowo menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 akan melanggar Undang-Undang Kementerian Negara.

Baca Selengkapnya

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

2 hari lalu

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

Anggota DPR Saleh Partaonan Daulay menilai perlu usaha dan kesungguhan dari Prabowo untuk menciptakan presidential club.

Baca Selengkapnya

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

3 hari lalu

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan kenaikan tarif tidak boleh membebani mayoritas penumpang KRL

Baca Selengkapnya