IDAI Ungkap Dokter Anak Frustasi Hadapi Kasus Gagal Ginjal Akut
Reporter
Ima Dini Shafira
Editor
Eko Ari Wibowo
Rabu, 2 November 2022 13:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan melonjaknya kasus gagal ginjal akut pada anak membuat para dokter anak cukup frustasi. Dia menyebut ada keanehan dalam kasus ini karena setelah dilakukan cuci darah pada anak, alih-alih sembuh, anak yang mengalami gagal ginjal akut malah meninggal dunia.
“Saat itu kami dokter anak cukup frustasi menghadapi kasus ini. Karena ini aneh, tidak seperti biasanya. Kalau gagal ginjal akut saja, tidak ada kencing, dilakukan cuci darah anaknya selamat, ini cuci darah anaknya meninggal,” kata Piprim dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR, Selasa, 2 November 2022.
Piprim menjelaskan, kasus gagal ginjal akut pada anak ini biasanya didahului dengan demam, gejala saluran cerna dan pernapasan. Namun, kata dia, tidak ditemukan riwayat dehidrasi berat.
Penurunan kesadaran secara cepat
Dia menyebut pasien balita yang mengalami gagal ginjal akut biasanya mengalami penurunan kesadaran dengan cepat, padahal sudah cuci darah. Selanjutnya, kata dia, napas pasien terhenti sehingga perlu dipasang alat bantu napas.
“Awalnya bangun, dengan cepat dia mengalami penurunan kesadaran padahal sudah cuci darah, napas berhenti. Kemudian dilakukan pemasangan alat bantu napas, dan ujungnya meninggal,” kata dia.
Tingginya angka kematian anak akibat gagal ginjal disebut Piprim membuat para dokter anak stress. Ia mengatakan banyak anak balita yang masuk rumah sakit dan berakhir meninggal dunia.
“Pada saat itu kita bingung, ini cari obat apalagi?,” ujarnya.
Mirip kasus di Gambia
Piprim menjelaskan, laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tentang kasus serupa di Gambia memberi pencerahan ihwal penanganan dan penyebab kasus gagal ginjal akut anak. Setelah ada kebijakan penarikan obat sirup, kata dia, angka kasus gagal ginjal menurun.
“Dalam diskusi dengan para dokter di Gambia, rupanya profil pasien sangat serupa dengan pasien kami khususnya di Jakarta. Setelah penarikan obat, angka kejadian menurun dan kami beralih dari uji patologi ke toksikologi,” kata dia.
Piprim menerangkan banyak kadar senyawa Etilena Glikol (EG) dalam obat sirup yang dikonsumsi balita. Oleh sebab itu, kata dia, meski pasien anak sudah dicuci darah, hasil EG tetap tinggi.
“Rupanya memang banyak kadar EG yang melebihi batas di darah pasien. Walaupun sudah cuci darah, EG masih tinggi. Artinya tinggi banget sebelumnya,” ujarnya.
Sebagai dokter anak, ia mengingatkan bahwa nyawa satu anak sangat berharga. Oleh sebab itu, mengingat jumlah anak yang meninggal akibat kasus ini mencapai ratusan, ia menuntut pelaku kejahatan mendapatkan ganjaran yang setimpal.
“Bagi kami dokter anak nyawa satu anak sangat berharga. Kalau meninggal sampai ratusan, dikatakan kejahatan kemanusiaan, kami menuntut ini dituntut seadil-adilnya. Jangan sampai cuma 5 tahun misal ada bukti kuat ke arah tadi,” kata dia.
Baca: Kasus Gagal Ginjal Akut, BPOM Sebut Tak Ada Standar Internasional Pengawasan EG dan DEG