Diminta Tanggung Jawab Soal Gagal Ginjal Akut pada Anak, Ini Jawaban Kepala BPOM

Editor

Febriyan

Jumat, 28 Oktober 2022 07:31 WIB

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito memberi keterangan saat konferensi pers terkait pengawasan obat sirup di kantor BPOM, Jakarta. Minggu, 23 Oktober 2022. Badan POM menyebut ada 23 obat yang aman dari 102 obat yang ditemukan pada sejumlah pasien gagal ginjal. Penny mengatakan tidak seluruh obat sirup ditarik dari peredaran, karena terdapat temuan uji sampling yang tidak tercemar. TEMPO/ Febri Angga Palguna

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menolak bertanggung jawab atas peredaran obat sirup yang diduga menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak. Dia menyatakan BPOM telah bekerja sesuai dengan prosedur.

Penny menyatakan bahwa pihak yang mendesak BPOM bertanggung jawab tak mengerti soal prosedur dalam pengawasan produk obat-obatan.

"Mereka tidak memahami proses jalur masuknya, bahan baku, pembuatan di mana, peran-peran siapa," kata Penny dalam konferensi pers Kamis, 27 Oktober 2022.

Desakan agar BPOM dan Kementerian Kesehatan bertanggung jawab

Sebelumnya sejumlah pihak mendesak BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk bertanggung jawab atas beredarnya obat sirup yang diduga menyebabkan kasus gagal ginjal akut pada anak. Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing misalnya, menilai kedua lembaga itu lalai karena obat yang memiliki bahan berhaya Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) bisa beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Advertising
Advertising

David menilai BPOM gagal melakukan pengawasan pre-market dan post-market atau sebelum dan sesudah obat-obatan itu berada di pasar. Padahal, dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 huruf d Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan sudah sangat jelas diatur bahwa BPOM bertanggung jawab menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan, serta menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar.

BPOM sudah bekerja sesuai standar Farmakope

Penny menjelaskan bahwa pihaknya selama ini sudah menjalankan tugas sesuai dengan panduan standar obat Farmakope yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Karena itu, BPOM tidak memiliki kewajiban mengawasi produk jadi obat-obatan. Maka, agar pengawasan lebih baik, BPOM meminta Kementerian Kesehatan merevisi Farmakope.

"Jadi, jangan minta tanggung jawab kepada Badan POM karena Badan POM sudah melakukan tugas sebaik-baiknya," kata Penny.

5 obat sirup yang disebut memiliki kandungan berbahaya

BPOM sebelumnya sudah merilis daftar lima obat sirup yang mengandung EG, DEG dan EGBE melebihi ambang batas aman. Kelima obat itu adalah Termorex Syrup yang diproduksi PT Konimex, serta obat batuk dan flu merek Flurin DMP Syrup yang diproduksi PT Yarindo Farmatama. Sedangkan tiga obat lainnya diproduksi Universal Pharmaceutical Industries, yaitu obat batuk dan flu merek Unibebi Cough Syrup, obat demam merek Unibebi Demam Syrup, dan obat demam merek Unibebi Demam Drops.

PT Konimex telah membantah temuan BPOM tersebut. Badan Pengawas kemudian memeriksa ulang sampel produk Konimex pada batch berbeda. Hasilnya, BPOM menyatakan hanya menarik peredaran produk Konimex pada batch yang awal diteliti dan menyatakan produk pada batch lainnya aman.

Selanjutnya, produsen mengubah komposisi tanpa izin

<!--more-->

Soal kandungan berbahaya dalam obat sirup yang beredar, Penny menjelaskan adanya perubahan komposisi yang dilakukan oleh produsen. Perubahan komposisi itu, menurut dia, tak dilaporkan kepada BPOM.

Masalahnya, bahan baku baru yang digunakan oleh si produsen obat tak memiliki sertifikasi farmasi. Penny bahkan mensinyalir produsen obat telah melakukan hal ini sejak awal pandemi Covid-19.

"Sejak pandemi ini mereka mengubah pemasok mereka menjadi pemasok bahan kimia. Sehingga bahan baku produk mereka banyak yang bukan berstandar sertifikasi farmasi," kata dia.

Soal dugaan adanya tindak pidana dalam kasus ini, Penny menyerahkannya kepada aparat kepolisian.

Polisi masih menyelidiki dugaan adanya tindak pidana

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo, menyatakan bahwa tim penyidik saat ini masih menyelidiki dugaan adanya tindak pidana dalam kasus ini. Menurut dia, tim masih mengumpulkan dan menganalisa bukti-bukti yang diperoleh.

Jika ditemukan adanya indikasi tindak pidana, tim nantinya akan meningkatkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.

"Jika sudah cukup, akan dinaikkan dari lidik ke sidik," kata Dedi.

Sementara Kementerian Kesehatan menyatakan jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak semakin bertambah. Hingga Kamis, 27 Oktober 2022, menurut mereka, terdapat 269 pasien dengan 58 persen atau 157 di antara meninggal. Sebanyak 24 persen atau 73 anak masih menjalani perawatan, dan 39 persen atau 14 anak dinyatakan sembuh.

Berita terkait

Kasus Resto Sec Bowl Cuci Alat Masak di Toilet, Teten Masduki Usul Lembaga Konsumen Mengawasi

48 menit lalu

Kasus Resto Sec Bowl Cuci Alat Masak di Toilet, Teten Masduki Usul Lembaga Konsumen Mengawasi

Menteri Koperasi Teten Masduki mengusulkan supaya ada lembaga konsumen yang melakukan pengawasan. Buntut kasus resto Sec Bowl yang mencuci alat masak

Baca Selengkapnya

Kembali Terdeteksi Cacar Monyet, Waspada Terhadap Kasus Mpox di Indonesia

19 jam lalu

Kembali Terdeteksi Cacar Monyet, Waspada Terhadap Kasus Mpox di Indonesia

Kementerian Kesehatan melaporkan perkembangan terbaru terkait kasus Mpox atau cacar monyet di Indonesia. Apa yang harus diwaspadai?

Baca Selengkapnya

Tren Meracik Skincare Sendiri tanpa Kompetensi, BPOM Sebut 4 Bahayanya

20 jam lalu

Tren Meracik Skincare Sendiri tanpa Kompetensi, BPOM Sebut 4 Bahayanya

BPOM menjelaskan empat bahaya meracik skincare sendiri tanpa kompetensi yang cukup dan hanya mengikuti beauty influencer.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Batal Bahas RUU Pengawasan Obat dan Makanan

3 hari lalu

Pemerintah Batal Bahas RUU Pengawasan Obat dan Makanan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah dan DPR tidak akan melanjutkan pembahasan RUU Pengawasan Obat dan Makanan.

Baca Selengkapnya

Dirut RSHS Bandung Jelaskan Jam Kerja PPDS, Tugas Jaga Diatur Bergantian

3 hari lalu

Dirut RSHS Bandung Jelaskan Jam Kerja PPDS, Tugas Jaga Diatur Bergantian

Menurut Rachim, jam kerja harian mahasiswa PPDS di RSHS Bandung mulai dari pukul 07.00 hingga 15.30 WIB.

Baca Selengkapnya

Pernyataan FK Undip dan RSUP Kariadi Mudahkan Polda Jateng Selidiki Kematian Dokter Aulia

3 hari lalu

Pernyataan FK Undip dan RSUP Kariadi Mudahkan Polda Jateng Selidiki Kematian Dokter Aulia

Polda Jawa Tengah menyebut, pernyataan pihak Undip dan RS Kariadi menjadi petunjuk untuk memudahkan proses penyelidikan.

Baca Selengkapnya

KPK Belum Usut Dugaan Adanya Pungutan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis

7 hari lalu

KPK Belum Usut Dugaan Adanya Pungutan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis

Kematian mahasiswi PPDS Universitas Diponegoro, dr Aulia Risma, menguak dugaan praktik pungutan liar. KPK belum bergerak

Baca Selengkapnya

BPOM Setujui Impor Vaksin Mpox, Sudah Tersedia 2 Ribu Dosis Lebih

7 hari lalu

BPOM Setujui Impor Vaksin Mpox, Sudah Tersedia 2 Ribu Dosis Lebih

Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan pemerintah tak hanya mengimpor vaksin itu.

Baca Selengkapnya

Penggunaan Darurat Tiga Vaksin Mpox Telah Disetujui WHO, Seberapa Manjur Melawan Virus Mpox?

8 hari lalu

Penggunaan Darurat Tiga Vaksin Mpox Telah Disetujui WHO, Seberapa Manjur Melawan Virus Mpox?

Kementerian Kesehatan menyebut WHO telah menyetujui penggunaan darurat vaksin Mpox. Sejumlah studi terbaru juga telah menguji efikasinya.

Baca Selengkapnya

Bahaya BPA: Industri Wajib Patuhi Peraturan BPOM soal Label

10 hari lalu

Bahaya BPA: Industri Wajib Patuhi Peraturan BPOM soal Label

Pemerintah menaruh perhatian serius pada perlindungan konsumen.

Baca Selengkapnya