Tragedi Kanjuruhan, Tak Ada Soal Gas Air Mata dalam Rencana Pengamanan Arema FC vs Persebaya Surabaya
Reporter
Irsyan Hasyim (Kontributor)
Editor
Febriyan
Kamis, 6 Oktober 2022 08:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Misteri soal keberadaan gas air mata dalam Tragedi Kanjuruhan masih terus berlanjut. Hingga saat ini, polisi belum mengungkap siapa pemberi komando soal penggunaan gas pembubar massa itu pasca suporter turun ke lapangan usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sejauh ini baru mencopot Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat dan 9 komandan Brigade Mobil (Brimob) Polda Jawa Timur. Selain itu, 28 anggota polisi lainnya menjalani pemeriksaan kode etik.
Detail dokumen rencana pengamanan pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya
Penggunaan gas air mata itu semakin misterius karena tak masuk dalam rencana pengamanan pertandingan yang dibuat Polres Malang yang didapatkan Tempo. Dalam dokumen setebal 21 lembar itu disebutkan 2.034 personel gabungan disiapkan untuk mengamankan laga.
Pasukan di antaranya dari Polres Malang sebanyak 626 personel, Bantuan Kendali Operasi (BKO) dari 15 polres lain sebanyak 375 personel, Korps Brimob 300 personel, zeni tempur dari Kepanjen 200 personel, Kodim 0818 sebanyak 125 personel, serta beberapa pasukan pengamanan lainnya. Pasukan dari gabungan TNI-Polri juga disiapkan sebanyak 250 personel.
Dokumen itu sebenarnya mengatur detail soal pengamanan pertandingan yang mempertemukan dua rival abadi di Jawa Timur itu. Mulai dari pengamanan pemberangkatan dan pemulangan kedua tim, Arema FC dan Persebaya Surabaya, dari dan ke Stadion Kanjuruhan pembagian ring 1 hingga ring 4, hingga personel penanggung jawabnya tertulis dengan cukup rapi.
Baca: Tragedi Kanjuruhan, Arema FC Akui Jual Tiket Melebihi Rekomendasi Polisi
Dalam halaman 18 rencana pengamanan itu juga disiapkan langkah antisipasi tergantung keadaan, termasuk saat penonton masuk ke stadion dan menyerang pemain/ofisial serta wasit. Situasi Merah, begitu Kapolres Malang menyebutnya.
Dalam kondisi tersebut, langkah penindakan yang semestinya dilakukan adalah personel yang berada di ring 1 membentuk pengamanan membelah lapangan, menghalau ke utara-selatan (pintu A-D) stadion serta pintu B-E. Kemudian pasukan mengevakuasi pemain, ofisial, dan perangkat pertandingan ke lobi stadion.
Lalu, pintu besar A, B, D, dan E dibuka. Personel di tribun turun dan bersiaga di sekitar pintu. Sementara itu, personel patroli (bersiaga di luar stadion) mengarah ke depan pintu utama dan membantu pengamanan petugas yang ada di ring 1.
"K-9, water cannon, PMK siaga untuk menghalau suporter," demikian bunyi dokumen rencana pengamanan tersebut.
Diperisapkan juga rencana pengamanan jika nantinya suporter menghadang iring-iringan kendaraan yang membawa kedua tim keluar dari stadion. Akan tetapi, Tempo tak menemukan skenario penggunaan gas air mata dalam dokumen itu. Bahkan, tak ada satu pun kata gas air mata disebut di sana.
Tempo mencoba meminta konfirmasi prosedur rencana pengamanan tersebut kepada Kapolres Malang Ajun Komisaris Besar Ferli Hidayat. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada respons.
Selanjutnya, Komnas HAM akan telusuri dokumen rencana pengamanan
<!--more-->
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Choirul Anam, menilai penggunaan gas air mata itu seharusnya masuk ke dalam rencana pengamanan pertandingan. Dia pun menilai polisi seharusnya sudah melakukan simulasi pengamanan sesuai rencana.
“Itu adanya di perencanaan pengamanan," ujar Anam di Malang, Rabu, 5 Oktober 2022.
"Seperti apa langkah antisipasi yang disiapkan? Apakah ada briefing atau simulasi keamanan? Khususnya kepada pasukan perbantuan dari luar Kota Malang," kata dia.
Karena itu, Komnas HAM akan mencoba menelusuri dokumen rencana pengamanan tersebut.
Penggunaan gas air mata di dalam stadion untuk pengamanan pertandingan sepak bola sebenarnya sudah dilarang oleh federasi sepak bola dunia FIFA. Dalam FIFA Stadium Safety dan Security Regulations Pasal 19 ditegaskan bahwa petugas keamanan tidak diperbolehkan membawa dan menggunakan senjata api atau gas pengendali massa.
Sayangnya, aturan itu tak tercantum dalam Regulasi Keamanan dan Keselamatan yang dikeluarkan PSSI. Padahal regulasi itu yang menjadi rujukan untuk melakukan pengamanan pertandingan sepak bola di dalam negeri.
PSSI baru akan membuat aturan soal larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, dalam wawancara dengan Tempo menyatakan bahwa pihaknya baru akan berdiskusi dengan Polri untuk membuat peraturan khusus soal pengamanan pertandingan sepak bola. Dia berjanji aturan baru itu akan mengadopsi berbagai praktek yang lazim digunakan di negara-negara yang pengamanan sepak bolanya dianggap lebih baik.
"Nanti ada Peraturan Kapolri khusus, sementara diskusikan dengan Pak Asisten Operasioinal Polri (Irjen Agung Setya). Nanti disesuaikan apa pihak keamanan di luar saja, atau pake rompi apa, nanti itu diadopsi aturan seperti itu," ujar pria yang akrab disapa Iwan Bule itu, Selasa, 4 Oktober 2022.
"Sehingga nanti lebih baik dan tidak terjadi masalah seperti sekarang. Seperti di luar (negeri) kan yang hampir tidak ada polisi di dalam (stadion). Tapi kita tidak bisa karena kultur berbeda, tapi ada pola lain nantinya. Apakah pake rompi dan tidak membawa gas air mata. Itu nanti bisa ditanyakan langsung ke Pak Sudjarno (Direktur Operasional PT Liga Indonesia Baru). Perlu ada sinkronisasi (dengan aturan FIFA), kita diskusi, kita koreksi sehingga jadi sebuah aturan," kata dia.
Mochamad Iriawan pun menunjuk panitia penyelenggara Arema FC sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam Tragedi Kanjuruhan ini.
"Pertanggungjawaban harus dilakukan oleh panpel semuanya. Tidak bisa mengaitkan dengan pssi dan lainnya. Itu sudah ada aturannya," kata dia.
IRSYAN HASYIM