PA 212 hingga FPI Bakal Demo di Istana Besok: Protes 89 Persen Solar Subsidi Melenceng
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Eko Ari Wibowo
Minggu, 11 September 2022 14:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF-Ulama), Persaudaraan Alumni (PA 212), hingga Front Persaudaraan Islam (FPI) dalam Gerakan Nasional Pembela Rakyat akan menggelar Aksi Bela Rakyat di depan Istana Negara, Jakarta, pada Senin besok, 12 September 2022. Ada sembilan pernyataan sikap yang mereka sampaikan, salah satunya mengkritik BBM jenis solar bersubsidi yang banyak dinikmati oleh masyarakat yang tidak berhak.
"Kami meyakini kebijakan subsidi solar sarat moral hazard," demikian bunyi poin pernyataan sikap Gerakan Nasional Pembela Rakyat yang diterima Tempo, Sabtu, 11 September 2022.
Mereka mengutip pernyataan pemerintah yang menyatakan 89 persen solar bersubsidi tidak tepat sasaran dan dinikmati dunia usaha. Namun pada saat yang sama, pemerintah justru membuat kebijakan yang membuka celah penyelewenangan BBM bersubsidi dengan menaikkan harga.
Pemerintah juga dinilai tidak berupaya maksimal mencegah penyelewenangan solar. "Minimal bagi truk-truk pengusaha sawit, tambang batubara, tambang mineral dan industri untuk leluasa mengkonsumsi solar bersubsidi," demikian bunyi pernyataan sikap gerakan.
Mereka yang tergabung di gerakan ini yaitu seperti Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF-Ulama), Persaudaraan Alumni (PA 212), hingga Front Persaudaraan Islam (FPI), dan beberapa organisasi lainnya ini. Besok mereka akan turun ke Istana pukul 1 siang.
"Insyaallah besok banyak elemen yang akan turun," kata Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak saat dihubungi.
Cerita Lama Penyelewengan Solar
Perkara solar subsidi yang tidak tepat sasaran ini sebenarnya cerita lama yang terus berulang. Akhir 2021, sejumlah daerah di Indonesia mengalami kelangkaan solar. Kala itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) memantau penyaluran solar bersubsidi yang saat ini tengah mengalami kelangkaan di sejumlah daerah.
Salah satu yang jadi sorotan adalah kendaraan logistik di daerah tambang dan perkebunan sawit. "Saya bilang kita cermati ya, bukan curigai. Kita cermati bahwa kendaraan-kendaraan itu tidak sepatutnya mengisi di SPBU," kata Direktur Badan Bakar Minyak, BPH Migas, Patuan Alfon Simanjuntak, saat dihubungi, Rabu, 20 Oktober 2021.
Sebab, kendaraan tambang dan sawit ini bukan penerima solar bersubsidi, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014. Sehingga, kendaraan tambang dan kebun sawit ini dilarang membeli solar bersubsidi di SPBU.
Mereka sudah punya tangki sendiri di dalam area tambang atau kebun sawit, yang dibeli langsung perusahaan dan berisi solar non subsidi. Solar ini yang kemudian dipakai untuk kebutuhan operasional, seperti traktor dan yang lainnya.
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial and Trading, Irto Ginting saat itu membenarkan kalau kelompok seperti kendaraan tambang dan sawit bukan penerima solar bersubsidi. "Harus sesuai peruntukannya, sesuai Perpres 191 Tahun 2014," kata dia.
Hanya saja Irto belum merinci apakah sudah ada temuan Pertamina soal penyaluran solar bersubsidi ini ke kendaraan tambang dan kebun sawit, di tengah kelangkaan saat ini. Tapi secara umum, irto mengatakan sudah ada 91 SPBU yang ditindak oleh Pertamina hingga Oktober 2021.
<!--more-->
Sebanyak 91 pom bensin ini lalu diberikan sanksi berupa penghentian suplai atau penutupan sementara, maupun sanksi seperti penggantian selisih harga jual solar bersubsidi akibat melakukan penyaluran yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
"Penyelewengan yang dilakukan misalkan adalah transaksi yang tidak wajar, pengisian jeriken tanpa surat rekomendasi, dan pengisian ke kendaraan modifikasi,” kata Irto menjelaskan lebih jauh soal kelangkaan solar bersubsidi tersebut.
Diakui Sri Mulyani sampai Jokowi
Pemerintah mengakui ada penyelewengan ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan mayoritas BBM subsidi dinikmati oleh orang kaya. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, konsumsi dan subsidi BBM jenis solar dan Pertalite lebih dinikmati oleh dunia usaha dan rumah tangga mampu.
Terkait solar, Sri Mulyani menyampaikan subsidi ini dinikmati oleh sebanyak 89 persen dunia usaha dan 11 persen dinikmati rumah tangga. Dari 11 persen rumah tangga tersebut, 95 persen diantaranya merupakan rumah tangga mampu.
“Jadi dari Rp149 triliun [subsidi] untuk Solar hanya 5 persen yang dinikmati rumah tangga yang tidak mampu, selebihnya dunia usaha dan rumah tangga yang mampu,” kata dia pada 26 Agustus.
Jokowi pun demikian. Saat pengumuman kenaikan harga BBM pada 3 September lalu. Jokowi menyadari uang negara yang digelontorkan untuk subsidi BBM ini tidak tepat. "Dan lagi, lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi," kata dia di Istana.
Tak kondisi ini yang jadi alasan Jokowi mengguyur bantuan sosial pengalihan subsidi BBM, yang sebesar Rp600 untuk setiap penerima. "Pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran," kata dia saat itu.
Baca: GNPF dan PA 212 Bakal Gelar Aksi Bela Rakyat di Depan Istana Besok
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.