Mardiono Ungkap Dasar Hukum Pemberhentian Suharso Monoarfa dari Ketum PPP
Reporter
Ima Dini Shafira
Editor
Eko Ari Wibowo
Kamis, 8 September 2022 08:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil musyawarah kerja nasional (mukernas), Muhammad Mardiono, mengungkapkan aturan dalam AD/ART partai yang melegitimasi pemberhentian Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum. Dia menyebut dasar hukum untuk mengganti Suharso tertuang dalam pasal 11 ayat 1 poin b AD/ART.
Bagian ini mengatur pemberhentian anggota dewan pimpinan. Di dalamnya, disebutkan pemberhentian dapat dilakukan jika berhalangan tetap karena sakit atau hal lain yang ditetapkan berdasarkan putusan dan/atau pendapat hukum Mahkamah Partai DPP PPP. Klausa pendapat hukum Mahkamah Partai inilah yang dijadikan dasar untuk memberhentikan Suharso.
Mulanya, kata Mardiono, terdapat sejumlah masalah yang mengisi ruang publik. Selain itu, muncul kegelisahan dari para kader partai di berbagai tingkatan yang disampaikan kepada para Majelis Tinggi. Salah satunya, kata dia, susahnya berkomunikasi dengan ketua umum, Suharso Monoarfa.
“Dialog dan diskusi mengemuka soal susahnya berkomunikasi dengan ketua umum. Bahkan ada yang menulis surat juga dari DPW menyampaikan bahwa ini bagaimana? Jelang pemilu susah komunikasi dengan ketua? Akhirnya ditanggapi oleh majelis,” kata Mardiono, Rabu, 7 September 2022.
Mardiono sebelumnya menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PPP. Ia bersama jajaran majelis lainnya menilai tidak ada perkembangan yang lebih baik, sementara ruang publik sudah diisi oleh isu-isu yang negatif.
“Kegelisahan semakin luas muncul dari kader yang sekarang sedang persiapkan diri untuk berjuang hadapi pemilu 2024. Akhirnya, kami bagi tugas untuk meringankan tugas beliau (Suharso) di Badan Perencanaan Nasional (Bappenas),” ujarnya.
Adapun majelis tinggi disebut telah melayangkan surat kepada Suharso. Namun, surat tersebut tidak bersahut. Surat ketiga kemudian dilayangkan pada 30 Agustus 2022 lalu yang mengeluarkan fatwa majelis, yakni memberhentikan Suharso dari jabatan ketua umum.
“Kemudian pada 3 September Mahkamah Partai mengeluarkan pendapat hukum yang menyetujui keputusan para majelis,” kata dia.
Mardiono menyebut Mahkamah Partai turut memerintahkan pengurus harian DPP untuk menggelar rapat dalam waktu sesingkat-singkatnya. Keputusan rapat harian ini kemudian ditindaklanjuti dengan mengadakan mukernas.
“Tugas mukernas mengesahkan hasil rapat harian. Tidak ada interupsi satupun, hanya 1 wilayah Gorontalo, minta waktu sampaikan pendapat agar pergantian ketum jangan sampai menimbulkan konflik,” kata dia.
Mardiono menyatakan pelantikan dirinya sebagai Plt Ketua Umum PPP sudah sah dan sesuai AD/ART partai. Menurutnya, keputusan mukernas yang digelar pada Ahad, 4 September 2022 lalu dilakukan secara konstitusional.
Dia mengatakan bahasan soal mukernas ini telah dilakukan selama satu setengah bulan. Adapun undangan mukernas disebutnya telah dibagikan jauh-jauh hari sebelumnya.
Suharso sebut Pemberhentiannya tak sah
Sementara itu, Suharso menyatakan keputusan pemakzulannya dari jabatan Ketua Umum PPP tidak sah. Menurutnya, rapat pimpinan harian mestinya dilakukan dengan sepengetahuannya. Adapun jika Suharso berhalangan hadir, maka ia bakal mengirim delegasi.
“Rapat pimpinan harian harus sepengetahuan saya minimal dan saya tanda tangani atau Sekretaris Jenderal. Boleh saja saya berhalangan hadir dan meminta salah satu ketua umum untuk memimpin, tapi rapat pimpinan harian mesti dipimpin ketum, diinisiasi ketum dan ditandatangani ketum. Kemudian itu tidak dilakukan,” kata Suharso saat ditemui di Hotel Aston Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 6 September 2022.
Apalagi, kata Suharso, setelah rapat pimpinan harian para pengurus memutuskan melakukan mukernas. Menurutnya, mukernas tidak pernah dilakukan dalam waktu yang singkat. Dia mengatakan ada pihak yang meminta untuk digelar mukernas, namun setelah dikaliberasi, permintaan ini tidak benar.
Hal lain yang menurut Suharso tidak baik adalah mukernas digelar tanpa mendapatkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari Kepolisian RI. Menurutnya, untuk menggelar forum tingkat nasional seperti mukernas, maka perlu ada STTP yang dikeluarkan pihak kepolisian.
“Dan saya juga mendapatkan laporan Mukernas itu tidak mendapatkan STTP dari Polri. Karena ini tingkatan nasional, maka ini yang mengeluarkan harusnya Mabes Polri. Dan saya mengatakan itu tidak oleh kami. Kami juga laporkan ke Kapolri bahwa itu tidak benar. Bahwa kami tidak sedang melakukan Mukernas,” ujarnya.
Baca: Sebut Pemberhentian Suharso Monoarfa PPP Tak Sah, Tamliha: Mukernas Salahi AD/ART
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.