Kemendikbudristek Unggah Naskah Terbaru RUU Sisdiknas, Apa Yang Baru?
Reporter
Danar Trivasya Fikri
Editor
Dwi Arjanto
Senin, 29 Agustus 2022 14:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Dalam rapat kerja Pemerintah dengan Badan Legislasi DPR beberapa waktu lalu, Pemerintah telah mengajukan Rancangan Undang Undang terkait Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kepada DPR.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo dengan mengajak seluruh pemangku kepentingan pendidikan untuk memberi masukan.
"Masukan dari publik tersebut merupakan bentuk pelibatan publik yang bermakna sesuai amanat undang-undang dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang," kata Anindito sebagaimana dikutip dari laman kemdikbud RI.
RUU Sisdiknas yang terbaru mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Bila melihat naskah RUU yang terbaru, memang terdapat beberapa perubahan yang menuai kontroversi, baik dari kalangan politikus hingga Guru. Contohnya adalah nihilnya istilah madrasah dalam RUU tersebut.
Penghapusan Istilah Madrasah
Hal tersebut langsung mendapatkan tanggapan dari Wakil Ketua MPR RI, Yandri Susanto. Ia mengatakan bahwa rencana penghilangan istilah madrasah dari UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dapat menyebabkan pembahasan draf RUU Sisdiknas terhenti.
"Saat ini istilah madrasah masih ada dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003, itu saja banyak madrasah dan pondok pesantren yang perjalanannya terseok-seok. Apalagi, bila dihapuskan dari UU," ungkap Yandri sebagaimana dilansir dari laman tempo.co yang terbit pada 8 agustus silam.
Statement tersebut diungkapkan Yandri saat menerima kunjungan Delegasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) di Ruang Rapat Pimpinan MPR, Gedung Nusantara 3, Kompleks MPR DPR dan DPD RI, Senayan Jakarta, Senin, 8 Agustus 2022. Delegasi DPP Persatuan Guru Madrasah Indonesia dipimpin Ketua PGMI, Drs. H. Syamsuddin, P. M.Pd.
Tak hanya itu, hal lain yang menuai kontroversi adalah...
<!--more-->
Tak hanya itu, hal lain yang menuai kontroversi adalah wacana terkait penghapusan guru honorer. Politikus dari Partai Amanat Nasional alias PAN tersebut juga berharap pemerintah meninjau ulang, karena dapat menimbulkan berbagai resistensi dunia pendidikan.
Soal Guru Honorer dan Mengingkari Logika Publik
"Jumlah guru honorer, itu sangat banyak. Jika semua dihilangkan, bagaimana nasib dunia pendidikan, apakah pemerintah sudah menyiapkan guru pengganti? Kalau tidak, banyak madrasah yang tidak bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya dengan baik," kata Yandri.
Kemudian tanggapan lain yang didapat terkait RUU ini adalah perihal penghapusan ayat soal tunjangan profesi guru. Kali ini Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang bersuara. Mereka mendesak supaya Kemendikbudristek mengembalikan ayat tentang tunjangan profesi guru (TPG) di RUU Sisdiknas.
"Dalam draft RUU Sisdiknas per 22 Agustus 2022, yang kami terima sungguh mengingkari logika publik. Menafikkan profesi guru dan dosen," kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, dalam konferensi pers, Ahad 28 Agustus 2022.
Bahkan Unifah menolak tegas penghapusan pasal tersebut dan penghapusan tersebut sebagai matinya profesi guru. "Ini sama saja matinya profesi guru dan dosen." Menurutnya.
Tidak berhenti disana, ia juga meminta Pemerintah agar tidak terburu-buru dalam membahas RUU Sisdiknas tersebut. Terlebih lagi, RUU itu bersifat omnibus law yang menggabungkan tiga UU menjadi satu.
"Karena itu dalam berbagai kesempatan, kami menyatakan RUU Sisdiknas ini sebaiknya ditunda dan tidak dipaksakan dibahas di Prolegnas Prioritas tahun ini, " tutur Unifah.
Yang menarik, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai pelibatan publik masih minim dalam RUU Sisdiknas. "Uji publik yang pernah dilakukan Februari 2022 lalu terkesan formalitas saja. Sebab organisasi yang diundang hanya diberi waktu lima menit menyampaikan komentar dan masukan. Aspek partisipasi publik masih rendah,” ujar Dewan Pakar P2G, Rakhmat Hidayat dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo.
DANAR TRIVASYA FIKRI
Baca juga : PGRI Minta RUU Sisdiknas Tak Buru-buru Dibahas dalam Prolegnas Tahun Ini
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.