Kasus Tahanan Tewas, ICRJ Minta Penahanan di Kantor Polisi Dihapus
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Febriyan
Kamis, 17 Maret 2022 19:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta pemerintah menghapus prosedur penahanan yang selama ini dilakukan di kantor-kantor polisi. Permintaan disampaikan karena kasus tahanan tewas di kantor polisi terus berlangsung sampai hari ini.
"Penahanan di kantor kepolisian harus dilarang," kata peneliti ICJR Genoveva Alicia dalam keterangan tertulis, Kamis, 17 Maret 2022.
Kasus tahanan yang tewas terakhir adalah Hermanto. Pria berusia 47 tahun itu tewas saat pemeriksaan di kantor Polsek Lubuklinggau Utara, Sumatera Selatan. Korban tewas dalam keadaan lebam dan beberapa bagian tubuh diduga patah akibat penyiksaan.
"Temuan tersebut mempertegas bahwa aparat telah lakukan penyiksaan yang begitu brutal kepada almarhum Hermanto," kata Rozy Brilian, anggota Divisi Riset dan Dokumentasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dalam konferensi pers virtual hari ini.
Sebelumnya pada September 2020, ICJR juga mencatat dua korban tewas di dalam tahanan polisi. Mereka adalah Joko Dodi Kurniawan dan Rudi Efendi yang tewas saat ditahan di Polsek Sunggal, Sumatera Utara. Desember 2020, ada lagi korban bernama Herman yang meninggal saat ditahan di Polres Balikpapan, Kalimantan Timur.
Studi LBH Masyarakat pada 2021 juga menemukan bahwa dari 150 peserta penyuluhan hukum di rumah tahanan di Jakarta, terdapat 22 orang mengalami penyiksaan di tingkat kepolisian. Sementara Komnas HAM menangani setidaknya 11 kasus kematian tahanan kepolisian sepanjang 2020-2021. Mereka disebut meninggal kurang dari 24 jam setelah ditangkap secara paksa oleh polisi.
Rentetan kejadian ini membuat ICJR meminta penahanan di kantor polisi dihapuskan. Sebab, penahanan ini dinilai bisa membuka peluang besar dilakukannya pemeriksaan incommunicado, atau tanpa komunikasi dengan dunia luar.
"Situasi-situasi ini sangat rentan menjadi ruang penyiksaan untuk mendapatkan informasi dan pengakuan dari tersangka," kata Genoveva.
Sekalipun penahanan harus dilakukan, kata dia, sebenarnya tersedia bentuk penahanan selain di dalam lembaga. Pasal 22 KUHAP misalnya mengatur tiga jenis penahanan, yaitu: Penahanan di Rumah Tahanan (Rutan), penahanan Kota, dan Penahanan Rumah.
"Yang di dalam lembaga adalah penahanan Rutan. Harusnya dilakukan di Rutan," kata Genoveva.
Dia juga menyatakan bahwa berdasarkan pasal 22 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan pasal 18 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 1983 menyebutkan penahanan di kantor kepolisian hanya diperbolehkan dilakukan apabila di daerah tersebut belum terdapat Rutan Negara.
"Artinya penahanan kepolisian bersifat sementara dan bukan suatu hal yang biasa," ujar Genoveva.
Untuk itu, ICJR meminta pemerintah, DPR, Komnas HAM, lembaga-lembaga dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) menyerukan penghentian penahanan di kantor-kantor kepolisian. ICJR menyebut upayanya dapat dimulai dengan seruan Revisi KUHAP yang sudah jauh tertinggal jaman.
Baca: Tim Advokasi: Ada Rekayasa Kasus Tahanan Tewas di Polsek Lubuklinggau Utara