Mengenang Nurcholis Madjid, Cendekiawan Muslim yang 2 Kali Ketua Umum HMI
Reporter
Tempo.co
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 17 Maret 2022 20:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Hari ini 17 Maret tepat 83 tahun yang lalu, lahir seorang Nurcholis Madjid atau yang akrab disapa Cak Nur. Ia adalah seorang cendikiawan muslim yang fasih berbicara tentang Islam di Indonesia.
Dikutip dari buku Wacana Keagamaan dan Politik Nurcholis Madjid, Nurcholis Madjid atau yang populer dipanggil Cak Nur merupakan seorang putra kelahiran Mojoanyer, Jombang, Jawa Timur pada tanggal 17 Maret 1939 Masehi. Bertepatan dengan 26 Muharram1358 Hijriyah. Dia dilahirkan dari kalangan keluarga pesantren.
Ayahnya adalah K.H Abdul Madjid, seorang kyai jebolan psantren Tebuireng, Jombang, yang didirikan oleh pendiri Nahdatul Ulama (NU) Hadaratus Syaikh Hasyim Asy’ari. Sementara ibunya adalah adik dari Rais Akbar NU dari ayah seorang aktivis Syarikat Dagang Islam (SDI) di Kediri yang bernama Hajjah Fathonah Mardiyyah.
Dilansir dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cak Nur sering disebut sebagai intelektual Islam Indonesia yang fasih berbicara tentang Islam di Indonesia. Kalau diajak bicara tentang agama dan kebudayaan, ia mampu menjelaskan dengan alur begitu runut, teratur, dan mudah.
Berikutnya: Gaya bicara Cak Nur juga kalem..
<!--more-->
Cara bicara laki-laki berkacamata itu juga kalem. Itulah Cak Nur, seorang doktor studi Islam, dosen IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sempat menjadi Rektor Universitas Paramadina Mulya.
Karier intelektualnya, sebagai pemikir Muslim, dimulai pada masa menjadi mahasiswa di IAIN Jakarta, Cak Nur aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). HMI dianggap sebagai gerakan kaum modernis yang cenderung dekat dengan Masyumi.
Karier organisasi Cak Nur dimulai dari komisariat HMI, pada puncaknya terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI selama dua periode (1966-1969) dan (1969-1971).
Dilatarbelakangi aktivitasnya yang sangat intens di HMI, tidak heran kalau pada tahun 1967-1969, Nurcholis Madjid terpilih sebagai presiden PEMIAT (Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara). Saat beliau menjabat Presiden PEMIAT, Malaysia berhasil ditarik sebagai salah satu anggota organisasi Islam regional tersebut, dan ketika itu pulalah beliau pertama kalinya berkesempatan pergi keluar negeri, yaitu ke Malaysia.
Pada tahun 1968, dalam kapasitasnya sebagai ketua umum PB HMI, Nurcholis Madjid berkunjung ke Amerika Serikat untuk memenuhi undangan program “Profesional Muda dan Tokoh Masyarakat”, dari pemerintah Amerika Serikat.
Pemikiran Cak Nur di era 1966-1968 yang cenderung mencurigai Barat, melalui gagasan modernisasi dan westernisasi yang banyak diperkenalkan oleh kaum intelektual “sekuler” pada awal orde baru memperoleh respons yang negatif dari Cak Nur.
Pada tahun 1969, Nurcholis Madjid membuat risalah ideologis yang monumental yang diberi nama Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI. NDP berisi pedoman ideologis bagi kader HMI yang hingga kini jadi acuan pergerakan dan pemikiran organisasi yang melahirkan banyak pemimpin di Indonesia.
RINDI ARISKA
Baca: PDI Perjuangan Juga Dukung Nurcholis Madjid Jadi Pahlawan