Wacana Penundaan Pemilu 2024, Jusuf Kalla Ingatkan Potensi Konflik
Reporter
M Julnis Firmansyah
Editor
Eko Ari Wibowo
Jumat, 4 Maret 2022 13:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengingatkan untuk berhati-hati terhadap wacana penundaan Pemilu 2024. Ia melanjutkan jika menunda Pemilu dari waktu yang ditetapkan akan melanggar konstitusi. Selain itu, hal tersebut juga rawan memicu konflik.
“Kita (sudah) terlalu (banyak) punya konflik. Kita taat pada konstitusi. Itu saja,” ujar Jusuf Kalla dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 4 Maret 2022. Pernyataan itu disampaikan usai menghadiri Musyawarah Besar IKA Universitas Hasanuddin di Hotel Four Point Makassar hari ini.
Mantan politikus Partai Golkar ini pun menyarankan agar Pemilu 2024 digelar sesuai jadwal. Sesuai konstitusi, Pemilu digelar setiap lima tahun sekali. "Memperpanjang itu tidak sesuai dengan konstitusi," ujarnya.
JK juga pernah mengemukakan, bahwa wacana penundaan Pemilu bisa berujung masalah. Sebab, ia menyebut adanya pihak yang ingin mengedepankan kepentingan sendiri.
“Konstitusinya lima tahun sekali. Kalau tidak taat konstitusi maka negeri ini akan ribut,” ungkapnya lagi.
Wacana Pemilu 2024 ditunda pertama kali disampaikan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Usulan agar Pemilu ditunda hingga dua tahun itu kemudian mendapat sambutan dari sejumlah partai, seperti Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan atau Zulhas.
Mereka menyatakan kondisi perekonomian belum stabil akibat Covid-19, sehingga Pemilu 2024 perlu ditunda agar pemerintah bisa fokus untuk pulih. Namun, usulan tersebut mendapat penolakan dari partai NasDem, PKS, Demokrat, PPP, dan PDI Perjuangan.
Tak cuma Parpol, menurut sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) mayoritas masyarakat juga menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027 dengan alasan apapun. "Menurut mayoritas warga, masa jabatan Presiden Joko Widodo harus berakhir pada 2024 sesuai konstitusi," ujar Direktur LSI, Djayadi Hanan.
Djayadi merinci, sekitar 68-71 persen warga yang menolak perpanjangan masa jabatan presiden, baik karena alasan pandemi, pemulihan ekonomi akibat pandemi, atau pembangunan Ibu Kota Negara baru.
"Mayoritas warga juga lebih setuju bahwa pergantian kepemimpinan nasional melalui Pemilu 2024 harus tetap diselenggarakan meski masih dalam kondisi pandemi (64 persen), ketimbang harus ditunda karena alasan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi (26,9 persen)," ujar Djayadi.
M JULNIS FIRMANSYAH l DEWI NURITA
Baca: Mayoritas Masyarakat Tolak Penundaan Pemilu, PKB Ngotot Ingin Rembuk Nasional