Gonta-ganti Istilah dari PSBB, PPKM Mikro, PPKM Darurat, Apa Bedanya?
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Amirullah
Jumat, 2 Juli 2021 08:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menetapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat (PPKM darurat) Jawa-Bali mulai 3 hingga 20 Juli 2021. Kebijakan ini diharapkan dapat menurunkan laju kasus penularan Covid-19 yang terus melonjak.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut kebijakan ini lebih ketat daripada kebijakan yang pernah diberlakukan sebelumnya. "PPKM Darurat ini akan meliputi pembatasan aktivitas masyarakat yang lebih ketat dari yang selama ini sudah berlaku," ujar Jokowi, Kamis, 1 Juli 2021.
Sejak pandemi virus Corona mewabah di Indonesia, pemerintah sudah bolak-balik menggunakan sejumlah istilah berbeda dalam penanganan Covid-19. Awalnya pemerintah menggunakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang mulai berlaku 17 April 2020.
Kemudian pemerintah memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali, lalu diganti lagi menjadi PPKM Mikro sejak Februari 2021. Bolak-balik diperpanjang, Presiden memutuskan untuk mengambil pengetatan atau penebalan PPKM Mikro pada medio Juni lalu. Namun, kasus Covid-19 terus naik. Akhirnya, Presiden Jokowi memutuskan menetapkan PPKM Darurat.
Lalu apa beda kebijakan-kebijakan itu?
1. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Kebijakan ini merupakan strategi penanganan yang pertama diberlakukan pada awal pandemi. Suatu wilayah dapat menetapkan PSBB asalkan memenuhi syarat, yakni jumlah kasus dan jumlah kematian Covid-19 meningkat dan menyebar signifikan dengan cepat dan ada kaitan dengan wilayah lain.
Mekanisme kebijakannya, gubernur/bupati/walikota mengusulkan PSBB, menteri menetapkan persetujuan, dan PSBB diterapkan di lingkup wilayah tertentu (provinsi, kabupaten, atau kota). PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lain khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan, hanya sektor esensial yang diperbolehkan beroperasi penuh.
2. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali
Setelah kasus Covid-19 dinilai cukup terkendali, pemerintah kemudian memberlakukan kebijakan PPKM khusus hanya di tujuh provinsi yang ada di Jawa-Bali, sejak 11 Januari 2021 selama dua pekan dan sempat diperpanjang satu kali. Wilayah tersebut dipilih karena memiliki mobilitas tinggi dan menyumbang angka kasus positif Covid-19 terbesar dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Dalam pelaksanaan PPKM Jawa-Bali, kerja di kantor bisa diterapkan sebesar 75 persen dengan protokol ketat, kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara daring, tempat ibadah boleh dibuka dengan kapasitas maksimal 50 persen, lalu sektor esensial bisa beroperasi 100 persen dengan pembatasan jam operasional dan juga kapasitas pengunjung.
Sementara, restoran hanya bisa menerima 25 peren pengunjung makan/minum di tempat, pusat perbelanjaan dibatasi buka hingga pukul 19.00.
3. PPKM Mikro
Setelah PPKM Jawa-Bali dianggap tidak lagi efektif, pemerintah memberlakukan PPKM Mikro, masih di tujuh provinsi yang sama. Bedanya, strategi penanganan PPKM Mikro berbasis komunitas masyarakat hingga unit terkecil di level RT/RW.
Pada PPKM mikro, pekerja yang bekerja di kantor dibatasi 50 persen. Pusat perbelanjaan atau mal boleh beroperasi hingga pukul 21.00. Kemudian, kapasitas makan di restoran atau dine-in dibatasi maksimal 50 persen. Kapasitas rumah ibadah dibatasi maksimal 50 persen.
4. Penebalan PPKM Mikro
Setelah kasus Covid-19 melonjak pasca libur Lebaran 2021, pemerintah memutuskan menerapkan penebalan PPKM mikro diberlakukan selama 14 hari mulai Selasa, 22 Juni 2021.
Kebijakan itu antara lain berisi jumlah pengunjung di tempat makan maksimal 25 persen kapasitas, jumlah pekerja maksimal 25 persen di kantor yang berada di zona merah, dan larangan operasional tempat ibadah di zona merah. Begitu pula sekolah di zona merah dilarang menggelar pembelajaran tatap muka.
Kebijakan PPKM mikro yang dipertebal ini ikut melibatkan pengurus lingkungan, kepala desa, lurah, bintara pembina desa, serta Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Pengetatan dilakukan hingga unit terkecil yakni RT/RW. Misalnya, di tingkat rukun tetangga akan dilakukan penyekatan jika ada lebih dari lima rumah yang penghuninya terkena Covid-19.
5. PPKM Darurat
Kebijakan ini diberlakukan setelah penebalan PPKM Mikro dianggap tidak cukup untuk menangan kasus Covid-19 yang terus naik hingga menembus kisaran 20 ribu kasus per hari. Akhirnya, Presiden Jokowi memutuskan menetapkan PPKM Darurat.
Kebijakan ini diterapkan di 48 Kabupaten/Kota dengan asesmen situasi pandemi level 4 dan 74 Kabupaten/Kota dengan asesmen situasi pandemi level 3 di Pulau Jawa dan Bali.
Level asesmen ini dinilai berdasarkan faktor laju penularan dan kapasitas respons di suatu daerah sesuai rekomendasi WHO. Level asesmen 3 dan 4 adalah daerah yang memiliki transmisi penularan tinggi, tapi kapasitas respons daerahnya tergolong sedang hingga rendah. Daerah inilah yang dinilai perlu treatment khusus melalui kebijakan PPKM Darurat.
Sementara pengetatan aktivitas mencakup 100 persen Work from Home (WFH) untuk sektor non-esensial, kemudian seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online/daring. Untuk sektor esensial, diberlakukan 50 persen maksimum staf Work from Office (WFO) dan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100 persen WFO.
Kemudian, untuk supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasional sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Kegiatan pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan ditutup; restoran dan rumah makan hanya menerima delivery/take away; tempat ibadah dan area publik ditutup sementara.
Pelaku perjalanan yang menggunakan moda transportasi jarak jauh (pesawat, bis dan kereta api) harus menunjukkan kartu vaksin (minimal
vaksin dosis I). Khusus untuk perjalanan dengan moda pesawat, selain kartu vaksin, penumpang juga harus mengantongi hasil tes swab PCR dengan batas waktu H-2. Sedangkan penumpang untuk moda transportasi jarak jauh lainnya, seperti laut dan darat, bisa menunjukkan dokumen tes Antigen dengan batas waktu H-1.