Pandangan BIN Soal Aksi Terorisme di Mabes Polri dan Makassar
Reporter
Friski Riana
Editor
Aditya Budiman
Minggu, 4 April 2021 09:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi VII Badan Intelijen Negara Wawan Hari Purwanto menjelaskan ihwal isi surat wasiat pelaku penyerangan di Mabes Polri yang memiliki kemiripan dengan wasiat pelaku bom bunuh diri di Makassar. Menurut dia, ada hubungan dari aspek surat wasiat para pelaku terorisme.
"Antar mereka kan saling berhubungan. Sehingga pola yang ada di dalam ketika seseorang membaca sesuatu dan masuk ke alam pikirannya pasti sama, seperti ajaran aksi teror dan pola-pola pembuatan bom," kata Wawan dalam diskusi Polemik, Sabtu, 3 April 2021.
Wawan menuturkan keyakinan dari sisi ajaran yang dipahami para pelaku teror tersebut berada dalam satu garis ketika berselancar di media sosial. "Oleh karena itu, pasti tidak akan berubah dari awal sampai akhir isinya seperti itu," tutur dia.
Wawan menilai isi surat wasiat juga tidak akan jauh-jauh menyinggung masalah riba bank dan tagut. Bahkan, ada juga yang sengaja membuat video sebelum melakukan aksi teror. "Dengan maksud supaya bisa disebarkan dan mempengaruhi emosi, sikap, tingkah laku, opini, dan motivasi siapa-siapa yang membaca dan mendengar," kata dia.
Zakiah Aini, pelaku penyerangan di Mabes Polri, menulis pesan perpisahannya dalam dua lembar kertas putih. Di antara isi wasiat tersebut adalah permintaan maaf Zakiah kepada orangtuanya.
Pelaku juga meminta keluarganya untuk berhenti berhubungan dengan bank (kartu kredit) karena menganggap riba. Dia berpesan ke ibunya untuk berhenti bekerja menjadi dawis (dasa wisma) karena menganggap membantu kepentingan pemerintah tagut.
Dalam suratnya, pelaku juga berpesan kepada keluarga untuk tidak mengikuti pemilu. "Karena orang-orang yang terpilih itu akan membuat hukum tandingan Allah bersumber Alquran - Assunnah," kata ZA.
Isi surat wasiat tersebut juga tak jauh berbeda dengan yang ditulis pelaku bom bunuh diri di Makassar, L. Isinya meminta maaf jika ada salah, mengingatkan keluarga agar senantiasa beribadah dan tidak meninggalkan salat. Di akhir surat, L membubuhkan tanda tangannya beserta nama lengkapnya.
<!--more-->
Lebih lanjut, Wawan menyoroti soal rekrutmen dalam jaringan terorisme. Ia menilai orang yang sudah terpengaruh paham radikal cenderung menjauh. Mereka berpikir bahwa yang tidak seafiliasi sebagai musuh, dianggap tagut, dan wajib diperangi.
Selain memiliki sifat tertutup atau berupaya menjauh, Wawan mencermati rekrutmen anggota teroris menyasar anak muda karena dianggap masih labil. "Biasanya generasi milenial relatif tidak banyak tanggungan, keberanian lebih, dan lebih emosional dan berpikir pragmatis untuk bisa mencapai. Apalagi ada iming-iming daripada susah-susah hidup," ucapnya.
Wawan menyarankan agar milenial tidak berubah menjadi teroris lone wolf, mereka harus diberi kesibukan, kegiatan, dan aktivitas terbuka. Dengan demikian, sesuatu yang membelenggu pikirannya akan lebih terurai ketimbang diam.
Menurut Wawan, aksi intoleran maupun radikal (terorisme) akan masuk dan tumbuh subur di tengah masyarakat yang tidak kritis. Sebab, mereka akan menelan mentah informasi tanpa melakukan pengecekan kembali. "Karenanya kita selalu dorong supaya bacaan dari kaum milenial selalu dikontrol orang tua terdekat, karena orang tua yang paling paham," ujar Deputi VII Badan Intelijen Negara ini.
Baca juga: BIN: Pelaku Penyerangan di Mabes Polri Tidak Pelajari Formasi Tempur
FRISKI RIANA