Mantan Sekretaris MA Nurhadi (kanan) mengikuti sidang pembacaan putusan yang digelar secara virtual dari Pengadilan Tipikor di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 10 Maret 2021. Suap dan gratifikasi tersebut diduga dalam tindak pidana korupsi terkait dengan pengurusan perkara di Mahkamah Agung Tahun 2011-2016. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
TEMPO.CO, Jakarta-Indonesia Corruption Watch menilai vonis yang dijatuhkan kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono terlalu ringan. Menurut ICW putusan tersebut terlalu berpihak pada terdakwa dan melukai rasa keadilan masyarakat.
“Vonis tersebut akan membuat para mafia peradilan tidak akan pernah jera,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Kamis, 11 maret 2021.
Kurnia menilai Nurhadi layak divonis penjara seumur hidup dan dijatuhi denda maksimal Rp 1 miliar, serta aset hasil kejahatan dirampas untuk negara. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya memvonis Nurhadi dan Rezky 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim juga tidak mengabulkan tuntutan jaksa mengenai uang pengganti Rp 83 miliar.
Kurnia juga heran dengan pertimbangan meringankan majelis hakim, yang menilai Nurhadi telah berkontribusi memajukan Mahkamah Agung. “Bukankah kejahatan yang ia lakukan justru mencoreng wajah Mahkamah Agung?” ujar dia.
Kurnia mengatakan pertimbangan aneh terhadap vonis Nurhadi itu juga pernah muncul dalam putusan Peninjauan Kembali dalam kasus suap Kepala Lapas Sukamiskin dengan terdakwa Fahmi Darmawansyah. Kurnia berujar saat itu hakim menilai bahwa pemberian mobil dari Fahmi merupakan bentuk kedermawanan.