Mengenal Eddy Hiariej, Wakil Menteri Hukum dan HAM Pilihan Jokowi
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Aditya Budiman
Rabu, 23 Desember 2020 10:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi melantik Edward Omar Sharief Hiariej menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM di Kabinet Indonesia Maju. Pria yang akrab disebut Eddy Hiariej ini turut dilantik bersama enam menteri dan empat wakil menteri lainnya pada pagi ini, Rabu, 23 Desember 2020.
"Edward Omar Sharief Hiariej sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia," demikian dibacakan oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara saat pelantikan, dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Eddy Hiariej merupakan guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia meraih gelar guru besar di usia sangat muda, yakni 37 tahun. Sebagai perbandingan, Hikmahanto Juwana mendapat gelar profesor termuda dari Universitas Indonesia pada usia 38 tahun.
Eddy lahir di Ambon, Maluku, 10 April 1973. Dilansir dari hukumonline, ia pernah gagal masuk FH UGM melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada 1992. Ia mengaku pengalaman itu melecutnya untuk lebih baik hingga akhirnya lolos UMPTN FH UGM tahun berikutnya.
Pascawisuda sarjana pada 1998, Eddy mengikuti tes penerimaan dosen dan lolos. Ia pernah menjadi Asisten Wakil Rektor Kemahasiswaan UGM periode 2002-2007. Pada 7 Februari 2008, Eddy mulai terdaftar sebagai mahasiswa doktor.
Maret 2008, ia sudah menyelesaikan draf disertasi pertamanya yang membahas penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM). Ia dinyatakan sebagai doktor pada 27 Februari 2009 atau hanya dalam rentang 2 tahun 20 hari.
<!--more-->
Pakar hukum pidana ini pernah menjadi saksi ahli di pengadilan dalam sejumlah perkara. Ia pernah menjadi ahli yang dihadirkan jaksa dalam kasus kopi sianida pada 2016. Kasus itu mendudukkan Jessica Kumala Wongso sebagai terdakwa pembunuhan Wayan Mirna Salihin.
Pada 2017, Eddy juga menjadi ahli bagi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta, dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama.
Lalu 2019, Eddy Hiariej menjadi saksi ahli pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin saat persidangan sengketa gugatan hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. Ketika itu, Eddy menyampaikan bahwa kuasa hukum pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tampaknya tidak ingin menyasar tentang hasil rekapitulasi, melainkan mempermasalahkan hal lain yang berada di luar kewenangan MK.
Ia juga menyindir tim Prabowo karena menggunakan logika jungkir balik saat meminta beban pembuktian tidak dibebankan hanya kepada pemohon. Menurut Eddy, setiap mahasiswa hukum yang mengambil mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum telah diajarkan asas actori in cumbit probatio. “Artinya, siapa yang menggugat dialah yang wajib membuktikan,” kata Eddy saat itu.
Eddy juga sempat selip lidah atau slip of tongue saat bersaksi di MK. Ia menyebut nama Le Duc Tho ketika merujuk kepala sipir penjara di Kamboja. Padahal Le Duc Tho adalah mantan Perdana Menteri Vietnam yang diusulkan menerima hadiah Nobel Perdamaian lantaran jasanya melakukan gencatan senjata dengan Amerika Serikat, tetapi menolak.
Nama Le Duc Tho terlontar saat Eddy ditanya oleh kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Denny Indrayana tentang contoh kejahatan luar biasa yang diputus melalui persidangan cepat. Eddy mengatakan dalam Extraordinary Chambers in the Court of Cambodia, ada kasus yang diputus dalam waktu kurang dari dua pekan dengan saksi dan bukti yang valid.
Eddy menyebut atribusi kepala sipir penjara di Kamboja, tetapi menyebut nama Le Duc Tho. "Saya slip of tongue. Bukan Le Duc Tho tapi kepala sipir penjara Kang Kek Iew," kata Eddy melalui pesan singkat, Rabu, 26 Juni 2019.
Sebagaimana diketahui, Jokowi-Ma'ruf akhirnya memenangkan sengketa gugatan hasil Pilpres 2019 di MK. Setahun lebih setelah Jokowi-Ma'ruf menjabat, kini Eddy diangkat menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | BERBAGAI SUMBER