KontraS Desak Kapolri Usut Tuntas Kasus Penembakan Pengawal Rizieq Shihab
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Aditya Budiman
Selasa, 8 Desember 2020 06:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras aksi penembakan terhadap pengawal Rizieq Shihab. Aksi itu berujung tewasnya enam orang yang merupakan anggota Front Pembela Islam.
"Peristiwa ini merupakan bentuk pelanggaran prinsip fair trial atau peradilan yang jujur dan adil," kata Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis, Senin, 7 Desember 2020.
KontraS mendesak Kapolri Idham Azis untuk melakukan proses hukum secara terbuka dan adil terhadap anggota kepolisian yang terbukti melakukan penembakan terhadap para korban. Kapolri harus memastikan tidak ada upaya tekanan dan ancaman baik secara fisik maupun psikis terhadap korban yang bertujuan untuk menghentikan proses hukum dan akuntabilitas internal Polri
Propam Polri, ujar Fatia, harus melakukan pemeriksaan dan audit senjata api dan amunisi secara berkala yang digunakan oleh anggota kepolisian yang terlibat dalam proses penembakan tersebut. Komnas HAM dan Kompolnas secara independen harus melakukan pemantauan langsung dan mendalam terhadap peristiwa penembakan ini.
Komnas HAM dan Kompolnas juga harus memastikan bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan akan memiliki tekanan pada proses hukum yang berjalan serta memenuhi hak-hak dari korban penembakan.
KontraS mendesak Ombudsman RI untuk melakukan investigasi terkait dengan dugaan maladministrasi dalam proses penyelidikan yang menyebabkan tewasnya enam orang tersebut.
Pasalnya, kata dia, berdasarkan keterangan yang dihimpun KontraS, kepolisian mengakui sedang melakukan pembuntutan yang berkaitan dengan proses penyelidikan. Di satu sisi, pihak FPI menyatakan bahwa keluarga Rizieq Shihab sedang melakukan perjalanan untuk pengajian rutin keluarga.
Di tengah perjalanan, dari kedua belah pihak menyampaikan keterangan yang berbeda atas tewasnya enam orang tersebut. Kendati demikian, penembakan yang dilakukan terhadap 6 orang tidak dapat dibenarkan.
Dalam beberapa kasus hasil pemantauan KontraS selama tiga bulan terakhir terdapat 29 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum yang mengakibatkan 34 orang tewas. "Penggunaan senjata api yang mengakibatkan tewasnya seseorang, kami menemukan sejumlah pola, seperti korban diduga melawan aparat dan korban hendak kabur dari kejaran polisi," tutur Fatia.
Seringkali alasan tersebut digunakan tanpa mengusut sebuah peristiwa secara transparan dan akuntabel. Dalam konteks kematian enam orang yang sedang mendampingi Rizieq Shihab, anggota kepolisian diduga sewenang-wenang dalam penggunaan senjata api karena tidak diiringi dengan membuka akses seterang-terangnya dengan memonopoli informasi penyebab peristiwa tersebut.
<!--more-->
Besarnya jumlah korban tewas dalam operasi Polri menunjukkan masih banyak anggota Polri yang tidak menerapkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009 maupun Pasal 48 Perkap No. 8 Tahun 2009. Lebih jauh, kesewenang-wenangan penggunaan senjata oleh anggota Polri telah mengabaikan hak masyarakat atas persamaan di hadapan hukum sebagaimana Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999.
"Atas peristiwa kematian enam orang tersebut, kami mengindikasikan adanya praktik extrajudicial killing atau unlawful killing dalam peristiwa tersebut," ujar Fatia.
Fatia menilai penggunaan senjata api juga semestinya memerhatikan prinsip nesesitas, legalitas, dan proporsionalitas. Terlebih lagi berdasarkan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Official, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan untuk tujuan melumpuhkan bukan membunuh.
Polisi mengklaim terlibat baku tembak dengan para pendukung pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu di kawasan Cikampek pada Senin, 7 Desember 2020. Penembakan anggota FPI ini berakhir dengan enam orang tewas sementara empat orang melarikan diri.
HENDARTYO HANGGI