Pengacara Joko Tjandra, Anita Kolopaking bersiap meninggalkan gedung Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung usai menjalani pemeriksaan pada Senin, 27 Juli 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, menyebut pernah satu angkatan dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) periode Maret 2012-April 2020 Hatta Ali. Keduanya satu kampus di Universitas Padjadjaran saat menjalani pendidikan doktor hukum.
"Dari MA yang S3 di Unpad seangkatan ibu siapa saja?" tanya anggota majelis hakim Agus Salim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 25 November 2020.
"Ada Pak Hatta Ali," jawab Anita. Anita menjadi saksi untuk terdakwa mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
"Apakah seangkatan dengan terdakwa juga?" tanya hakim Agus Salim dan langsung dijawab Anita, tidak karena dirinya lebih dulu.
Hakim Agus Salim terus mencecar pertanyaan siapa lagi temannya yang berasal dari MA. "Pak Hatta Ali, tapi yang angkatan di bawah saya juga ada," jawab Anita.
Hakim terus mengejar siapa saja dan Anita menyebut ada Hakim Agung Andi Samsan namun angkatan lain. "Hampir semua ada dari MA. Saya lupa nama-namanya, ketua kamar pidana siapa namanya, itu sama-sama kami, lupa namanya," jawab Anita.
Dalam surat dakwaan disebutkan action plan tersebut berisi rencana tindakan dan biaya mengurus fatwa MA itu dengan biaya sebesar USD 10 juta yang terdiri dari 10 tahap dan mencantumkan inisial BR selaku Jaksa Agung ST Burhanuddin dan inisial HA selaku Ketua MA periode Maret 2012-April 2020 Hatta Ali. Andi Samsan Nganro adalah Ketua Muda MA bidang Pengawasan sekaligus Juru Bicara MA.
"Ada tidak menanyakan status Djoko Tjandra ke MA?" tanya hakim Agus Salim.
"Tidak, tapi saya menyurati MA untuk permohonan diterimanya PK Pak Djoko, tapi tidak dijawab," jawab Anita.
"Ditujukan ke siapa?" tanya hakim Agus Salim.
"Waktu itu ditujukan saat Pak Hatta Ali masih menjabat. Saya minta untuk bisa conference call sebagai lawyer Djoko Tjandra dengan mengirim surat ke pengadilan negeri dan ke MA juga, tapi gak direspon," jawab Anita.
Anita juga mengaku pernah menanyakan terkait kemungkinan mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung. Ia menanyakan apakah bisa mengajukan fatwa kalau ada kejaksaan minta eksekusi sebuah putusan. Anita mendapat jawaban dari orang MA bahwa urusan eksekusi bukan kewenangan MA, tapi kejaksaan.
Dengan kata lain, menurut pengakuan Anita, eksekutornya ada pada jaksa dan tidak perlu menggunakan fatwa. "Lalu saya sampaikan ke Mbak Pinangki (Jaksa Pinangki) kemudian Andi Irfan dan Pinangki katakan Ok," ungkap Anita.