Human Rights Working Group Sebut Peretasan Tempo.co Ancam Demokrasi
Reporter
Friski Riana
Editor
Syailendra Persada
Jumat, 21 Agustus 2020 18:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Human Rights Working Group mengutuk peretasan terhadap situs media Tempo.co.
"Hal ini adalah kejahatan siber. Apalagi menyangkut sebuah situs berita yang kredibel yang kerja-kerjanya sangat dibutuhkan sebagai kontrol sosial dan sarana edukasi publik," kata Direktur Eksekutif HRWG Muhammad Hafiz dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 21 Agustus 2020.
Hafiz mengatakan peretasan terhadap media Tempo merupakan serangan langsung terhadap kerja pers, kebebasan berekspresi, HAM, dan demokrasi di Indonesia.
Berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999, barangsiapa yang menghalang-halangi kerja pers adalah tindakan pidana yang mengancam kebebasan pers.
Hafiz pun mendorong kepolisian, khususnya Direktorat Tindak Pidana Siber, untuk mengungkap pelaku peretasan dan motifnya, serta menginformasikan perkembangan kasus secara berkala ke publik.
Menurut Hafiz, lembaga pers memiliki peranan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Untuk melakukan peranan tersebut, lembaga pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi sebagai bagian dari kemerdekaan pers yang menurut dasar hukum yang sama, merupakan bagian dari HAM setiap warga negara.
Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR), kata Hafiz, menyatakan setiap orang berhak atas informasi termasuk mencari, menerima dan memberikan informasi tanpa pembatasan. Hak-hak tersebut merupakan bagian dari hak atas kebebasan berpendapat yang juga secara jelas dijamin dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
"Dengan demikian, tindakan peretasan atas Tempo sebagai sebuah lembaga pers terang-terangan sebuah ancaman terhadap demokrasi, kebebasan pers dan hak asasi manusia," kata dia.
Hafiz menilai, peristiwa ini bukan semata soal Tempo sebagai sebuah perusahaan media. Tetapi hak asasi warga negara atas informasi yang potensial dilanggar dan ancaman terhadap demokrasi yang saat ini sedang berlangsung di Indonesia.
"Media adalah salah satu tonggak demokrasi dan HAM di sebuah negara. Dengan mengabaikan kasus penyerangan terhadap aktor media hal itu sama halnya membuka jalan pada otoritarianisme," ucapnya.