Ini Poin Nota Pembelaan Benny Tjokro dan 3 Terdakwa Jiwasraya
Reporter
Andita Rahma
Editor
Syailendra Persada
Kamis, 11 Juni 2020 07:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Empat terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan. Mereka meminta Majelis Hakim agar membatalkan surat dakwaan. Sebab, mereka menilai jika dakwaan yang diterima tidak jelas dan kabur.
Berikut rangkuman dari masing-masing nota pembelaan keempat terdakwa:
1. Benny Tjrokrosaputro
Saat membacakan nota pembelaannya, Benny Tjokro, merasa banyak hal yang salah dalam surat dakwaan. Salah satunya ihwal penyitaan dan pemblokiran.
"Ada kesalahan dalam penyitaan aset dan pemblokiran rekening bank milik masyarakat dalam perkara ini, termasuk kesalahan penyitaan aset dan pemblokoran rekening bank dan perusahaan saya oleh Kejaksaan Agung," kata Benny.
Ia menilai, Kejaksaan Agung tidak hati-hati dan tidak teliti dalam melakukan penyitaan dan pemblokiran rekening-rekening bank dari pihak ketiga. Apalagi, kata dia, salah satu nasabah, yakni PT Wanna Artha Life, tengah menggugat Kejaksaan Agung lantaran kesalahan tersebut.
Benny menuturkan, dakwaan yang dialamatkan kepadanya terjadi pada 2008-2018, akan tetapi aset dan rekening yang disita adalah kepemilikan sebelum 2008. "Bahkan aset tanah yang saya peroleh pada 1990-an ikut disita Kejaksaan Agung," kata dia.
Selain persoalan aset, Benny mengklaim telah melunasi utang PT Hanson Internasional kepada Jiwasraya dalam penerbitan surat utang medium term notes 2016. "Ketiga, Jiwasraya sudah rugi sejak 2006, jangan saya yang dikorbankan menanggung kerugian," ucap dia.
Kemudian, Benny juga melihat adanya kejanggalan dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Terakhir, ia merasa banyak keterangan yang aneh di dalam surat dakwaan, yang merugikannya.
<!--more-->
2. Hary Prasetyo
Kuasa hukumnya, Rudianto Manurung, meminta Majelis Hakim untuk membatalkan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung.
"Selama kami mencermati, surat dakwaan tidak menguraikan secara detil. Dakwaan kabur dan tidak jelas," ujar Rudianto.
3. Joko Hartono
Ia menilai, surat dakwaan tidak memuat secara jelas tindakan korupsi apa yang dituduhkan kepadanya. Salah satunya tudingannya bahwa Joko melakukan dugaan korupsi bersama Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.
Sementara itu, ia mengaku tak mengenal keduanya. "Kalau benar iya, JPU juga tak menjelaskan hubungan Joko dengan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, dan keuntungan apa yang diterima dari mereka," ucap anggota tim kuasa hukum Joko.
4. Heru Hidayat
Ketua Tim Kuasa Hukum Heru Hidayat, Soesilo Aribowo, menilai perbuatan yang didakwakan seharusnya didiskualifikasi dan di-konstituir dengan Undang-Undang Pasar Modal, bukan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Karenanya, surat dakwaan harus batal demi hukum.
“Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak memiliki kewenangan melakukan penyidikan terhadap perbuatan terdakwa yang termasuk perbuatan dalam ranah Pasar Modal,” ucap Soesilo.
Menurutnya, konstruksi dakwaan keliru dan tidak jelas. Ketidakjelasan surat dakwaan tercermin dari pengelompokan kelompok “Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Joko Hartono Tirto” dan kelompok “Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan” yang telah dituduh melakukan dugaan Korupsi. Namun tidak dijelaskan kedudukan dan peran masing-masing sehingga terjadi pengelompokkan seperti itu.
“Penyidikan jaksa ngawur. Tersangka dulu baru diperiksa sebagai tersangka, tahan dulu baru periksa sebagai tersangka, belum ada kerugian dari BPK sudah nyatakan rugi,” kata Soesilo.
JPU pun memohon waktu selama satu pekan untuk menanggapi empat nota pembelaan para terdakwa. "Masing-masing mereka mempunyai peran yang berbeda, tapi intinya sama yaitu membuat kerugian negara sesuai dakwaan kami," kata Bima.