Penataran P4 Lagi? Aktivis: Benahi Dulu Aturan Diskriminatif

Kamis, 20 Februari 2020 15:16 WIB

Petugas PT KAI DAOP 1 menunjukan pin garuda di Stasiun Gambir, Jakarta, 1 Juni 2017. Dalam rangka memperingati HUT Pancasila PT KAI Daop 1memberikan pin dan bendera merah putih kepada penumpang kereta api. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak meminta pemerintah membenahi regulasi-regulasi yang diskriminatif sebelum pemerintah menghidupkan kembali Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4). Direktur SETARA Institute, Halili, mengatakan program-program pemantapan nilai-nilai Pancasila memang diperlukan. Alasannya selama dua dekade terakhir pemerintah lalai menjaga kemantapan ideologi Pancasila pada masyarakat.

Namun Halili mewanti-wanti karena persoalan trauma soal P4 yang pernah dijadikan instrumen diktatorianisme dan otoriterianisme selama era Orde Baru. “Pemerintah harus mempertimbangkan sejumlah hal seperti dukungan publik dan substansinya,” kata dia saat dihubungi Tempo, Kamis, 20 Januari 2020.

Halili menjelaskan sejumlah tindakan yang tidak sesuai dengan nilai Pancasila, yang saat ini terjadi tidak melulu dilakukan oleh masyarakat. Ada pula peran negara. "Ancaman terhadap kebhinnekaan itu ada dua lapis. Satu, lapis negara. Dua, lapis masyarakat."

Menurut Halili, banyak aturan dan tindakan pejabat atau aparat negara yang memberi ruang terjadinya intoleransi. Di sisi lain konservatisme masyarakat meningkat namun literasi mereka tentang identitas masih kurang. Akan sia-sia jika indoktrinasi terus berlangsung mengenai Pancasilanya tapi regulasi yang membuka ruang terjadinya diskriminatif dibiarkan. “Atasi dulu persoalan ini bersamaan sosialisasi pentingnya kesetiaan pada dasar negara, demokrasi, dan lain-lain."

Staf Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rivanlee Anandar, menyarankan target penataran P4 adalah aparat hukum dan pejabat publik. Banyak tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila justru terjadi karena ada peran negara di dalamnya. Aparat hukum yang tidak tegas hingga peraturan-peraturan yang merestui sikap intoleran.

Advertising
Advertising

"Persoalan yang terjadi, yang bertentangan dengan Pancasila, seperti pembatasan pada kebebasan berkumpul atau pembatasan berkeyakinan dan beribadah itu karena lemahnya penegakan hukum," kata dia saat dihubungi kemarin.

Revanlee berkelakar masyarakat di Indonesia masih paham soal nilai-nilai Pancasila. "Masih Pancasilais."

Selain itu, kata dia, meski pemerintah mengemas penataran P4 ini secara kekinian mungkin, namun hal ini tidak mudah. "Sekarang akses informasi mudah didapat. Kalau dikembalikan ke satu jalur saja lewat indoktrinasi P4 itu akan membuat masyarakat homogen dan seolah negara mau coba mengatur warganya sedemikian rupa," kata Rivanlee.

Penulis buku Pendidikan yang Memiskinkan, Darmaningtyas, mendukung wacana pemerintah ini. Namun ia meminta model penataran yang berbeda dibandingkan era orde baru. "Karena kalau seperti dulu jelas membosankan dan orang malah bisa merasa eneg terhadap Pancasila. Jadi yang dibutuhkan bukan model penatarannya, tapi penanaman nilai-nilai Pancasilanya itu sendiri."

Caranya, kata Darmaningtyas, bisa dengan menyisipkannya lewat pengembangan seni dan budaya. "Karena seni dan budaya itu paling lentur dan dapat diterima oleh semua pihak."

Berita terkait

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

17 hari lalu

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

Penyebutan OPM bisa berdampak negatif karena kurang menguntungkan bagi Indonesia di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

18 hari lalu

Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

Perubahan penyebutan istilah KKB jadi OPM menuai kritik dari sejumlah pihak. Apa saja kritik mereka?

Baca Selengkapnya

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

19 hari lalu

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

Penggantian terminologi KKB menjadi OPM dinilai justru bisa membuat masalah baru di Papua.

Baca Selengkapnya

KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

20 hari lalu

KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

KontraS mengatakan perubahan nama KKB menjadi OPM itu harus diikuti dengan jaminan perlindungan dari negara bagi masyarakat yang ada di Papua.

Baca Selengkapnya

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

29 hari lalu

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?

Baca Selengkapnya

Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

31 hari lalu

Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

Danlanal Ternate meminta maaf atas insiden kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Bacan, Halmahera Selatan.

Baca Selengkapnya

KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

37 hari lalu

KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

KontraS mengatakan perlu dilakukan evaluasi total seluruh langkah dan pendekatan keamanan yang selama ini berlangsung di Papua.

Baca Selengkapnya

Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

41 hari lalu

Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

KontraS mendatangi Kemenpan RB untuk memberikan catatan kritis RPP tentang manajemen ASN terutama pasal penempatan jabatan sipil oleh TNI-Polri.

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

42 hari lalu

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan putusan MK yang menghapus pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 merupakan angin segar bagi jurnalis.

Baca Selengkapnya

Diperiksa Komnas HAM soal Kematian Munir, Usman Hamid Berharap Dalang Pembunuhan Segera Diungkap

48 hari lalu

Diperiksa Komnas HAM soal Kematian Munir, Usman Hamid Berharap Dalang Pembunuhan Segera Diungkap

Menurut Usman Hamid, hasil penyelidikan tim pencari fakta sudah lengkap sehingga ia berharap Komnas HAM segera mengumumkan dalang pembunuhan Munir.

Baca Selengkapnya