Hari Toleransi, Akademisi: Jangan Terjebak Euforia dan Propaganda

Reporter

Antara

Editor

Purwanto

Minggu, 17 November 2019 15:24 WIB

Seorang gadis menari sufi atau darwis dalam acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Vihara Dhamma Mitra Arama, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Malang, Jawa Timur, pada Sabtu malam, 16 November 2019. FOTO;TEMPO/Abdi Purmono

TEMPO.CO, Jakarta -Akademisi dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Fariz Alnizar mengajak masyarakat untuk menggali makna filosofis terkait dengan toleransi antarsesama dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada 16 November.

"Isu toleransi memang penting. Namun yang tidak kalah penting adalah menggali makna filosofis di balik perayaan Hari Toleransi itu sendiri," kata dia dalam rilis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Ia mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak pada euforia dan propaganda yang jangan-jangan lupa untuk memaknainya dengan jernih.

Menurut dia, istilah toleransi secara filosofis memiliki makna yang dangkal. Hal itu disebabkan toleransi yang dibangun atas dasar ketidaksukaan dan ketidaksetujuan.

"Memang faktanya harus ada minimal dua syarat itu dulu, baru kita bisa bersikap toleran," kata dia.

Ia menjelaskan salah satu alternatif dan solusi untuk beranjak dari istilah toleransi adalah membumikan istilah akseptan, yakni sikap menerima apa adanya tanpa syarat ataupun pretensi. Dari sikap akseptan, maka akan lahir suatu harmoni kehidupan bermasyarakat.

Jika merujuk pada catatan geograf muslim Ibnu Khordadbih dalam buku Al-Masalik Wal Mamalik, ujar dia, masyarakat nusantara zaman dahulu digambarkan sebagai kaum yang memiliki kesantunan keramahan, kejujuran, kosmopolit, terbuka, dan multikultural.

Bukan saja toleran, kata dia, melainkan satu tingkat di atasnya yakni menerima orang lain sebagai bagian dari dirinya.

"Dengan kata lain tidak ada orang asing," katanya.

Bahkan, kata dia, pada tingkat tertentu segala sesuatu yang bersifat asing tidak dimaknai sebagai ancaman, justru bagian yang menyempurnakan.

Ia menyampaikan aspek lain yang menjadi kedangkalan istilah toleransi adalah dibatasi oleh kadar. Contohnya, seseorang bisa memaklumi yang lainnya untuk bersikap ini dan itu, tapi sampai kadar tertentu asalkan tidak melanggar batas dan hak-hak asasi satu sama lain.

"Jika leluhur kita dulu bisa menerima yang asing sebagai bagian diri mereka, harusnya kita lebih," ujarnya.

Faktanya, katanya, masyarakat saat ini semakin hari semakin tidak memiliki kemampuan menerima dan mendudukkan yang lain sebagai bagian dari penyempurnaan. Orang-orang hanya sibuk mempertajam perbedaan dan menggarisbawahi ketidaksamaan.

Padahal, katanya, seharusnya setiap individu dalam kehidupan sehari-hari meneladani sikap para leluhur di mana harus menoleransi serta menerima orang lain sebagai bagian dari sesuatu yang berguna untuk membentuk identitas.

ANTARA

Berita terkait

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

13 hari lalu

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

Kemenkumham mengklaim Indonesia telah menerapkan toleransi dan kebebasan beragama dengan baik.

Baca Selengkapnya

Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

39 hari lalu

Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

Menurut Haedar, maklumat yang disampaikan Muhammadiyah lebih awal tak bermaksud mendahului pihak tertentu dalam penentuan Idulfitri.

Baca Selengkapnya

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

45 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.

Baca Selengkapnya

Peringkat Solo Merosot Sebagai Kota Paling Toleran, Walkot Susun Perda Toleransi

5 Maret 2024

Peringkat Solo Merosot Sebagai Kota Paling Toleran, Walkot Susun Perda Toleransi

Hal itu dilakukan setelah turunnya peringkat Kota Solo sebagai kota paling toleran di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Uniknya Perayaan Imlek di Semarang, Ada Tradisi Tuk Panjang Simbol Toleransi

10 Februari 2024

Uniknya Perayaan Imlek di Semarang, Ada Tradisi Tuk Panjang Simbol Toleransi

Tradisi tuk panjang biasanya dilakukan orang Tionghoa di rumah orang paling tua, tetapi di Semarang dilakukan di jalanan menjelang Imlek.

Baca Selengkapnya

Satgas Damai Cartenz Bantah Klaim Jubir KKB OPM Ihwal 2 Kampung Dibakar oleh TNI-Polri

6 Februari 2024

Satgas Damai Cartenz Bantah Klaim Jubir KKB OPM Ihwal 2 Kampung Dibakar oleh TNI-Polri

Kasatgas Humas Damai Cartenz menyebutkan klaim KKB OPM soal pembakaran kampung merupakan propaganda.

Baca Selengkapnya

Dosen Monash University Indonesia: Sebagai Pengguna Medsos Terbesar di Asia Tenggara, Waspada Propaganda Partisipatif

22 Januari 2024

Dosen Monash University Indonesia: Sebagai Pengguna Medsos Terbesar di Asia Tenggara, Waspada Propaganda Partisipatif

Dosen senior Monash University Indonesia, Ika Idris, mengatakan Indonesia tercatat sebagai pengguna medsos terbesar di Asia Tenggara harus waspada.

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Bicara Toleransi: Sejak Kecil Orang Indonesia Sudah Biasa dengan Perbedaan

15 Januari 2024

Mahfud Md Bicara Toleransi: Sejak Kecil Orang Indonesia Sudah Biasa dengan Perbedaan

Mahfud Md menyebut sejatinya soal kerukunan, kesamaan kedudukan hukum, antarumat beragama sudah selesai sejak lama.

Baca Selengkapnya

Mengaku Punya Teman Pendeta, Mahfud Md: Dia Antar Saya ke Masjid

4 Januari 2024

Mengaku Punya Teman Pendeta, Mahfud Md: Dia Antar Saya ke Masjid

Mahfud Md membagikan kisah persahabatannya dengan seorang pendeta di Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Perang Propaganda: Hamas Vs Israel, Siapa Pemenangnya?

5 Desember 2023

Perang Propaganda: Hamas Vs Israel, Siapa Pemenangnya?

Propaganda perang juga dilakukan kedua pihak yang bertikai dalam konflik Gaza, Hamas vs Israel.

Baca Selengkapnya