Wakil Ketua MPR yang baru Ahmad Muzani, Ahmad Basarah dan Muhaimin Iskandar menerima ucapan selamat dari pimpinan MPR seusai dilantik pada sidang paripurna MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 26 Maret 2018. ANTARA/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta-Ketua Umum Konstitusi dan Demokrasi (KoDe ) Inisiatif Veri Junaidi meminta revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82 tahun 2014 terkait porsi perempuan dalam pencalonan pimpinan dan alat kelengkapan dewan.
Meski revisi UU MD3 kali ini menyasar penambahan kursi MPR, Veri ingin anggota Dewan tetap memperhatikan keterwakilan perempuan ini. "Oleh karena itu kami menuntut supaya DPR dalam revisi UU MD3 memasukkan putusan MK nomor 82 tahun 2014 ini sebagai rujukan dalam revisi UU nantinya," kata dia dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Ahad, 8 September 2019.
Veri menyadari jika undang-undang di satu sisi merupakan produk politik dan banyak kepentingan di dalamnya. Namun ia tetap berharap isu keterwakilan perempuan ini bisa diakomodir dalam revisi UU MD3.
"Ya mbok jangan parah-parah betul hanya soal menginginkan kepentingan mereka masuk tapi juga harus dilihat beberapa rujukan, beberapa rambu-rambu yang sudah diputuskan salah satunya soal putusan MK," ucapnya.
Menurut Veri, jika DPR mau memperhatikan isu ini, maka akan menunjukkan komitmen mereka dalam memperjuangkan keterwakilan perempuan. "Bukan hanya soal keanggotaan, bahkan sekarang ada rujukan hukumnya, rujukan konstitusinya yang harus dijalankan oleh pembuat UU," tuturnya.
Kamis lalu rapat paripurna DPR telah memutuskan revisi UU MD3 menjadi usul inisiatif DPR. Berdasarkan draft revisi UU MD3 ada sejumlah poin penting yang direvisi. Pertama, pimpinan MPR menjadi sepuluh orang yang terdiri satu ketua dan sembilan orang wakil ketua.
Kedua, bakal calon pimpinan MPR diusulkan oleh fraksi atau kelompok anggota dalam sidang paripurna MPR. Ketiga, tiap fraksi atau kelompok anggota hanya dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR.
Keempat, dari sepuluh orang calon pimpinan MPR dipilih ketua MPR secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam sidang paripurna MPR Kelima, jika musyawarah untuk mufakat tidak tercapai maka ketua MPR dipilih lewat sistem voting oleh anggota dalam sidang paripurna. Anggota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai ketua MPR dan calon pimpinan yang tidak terpilih ditetapkan sebagai wakil ketua MPR.